Halloween party ideas 2015

indonetwork.co.id

Beberapa hari terakhir ini saya cukup kesal dengan kondisi komputer di ruang kerja saya. Bukan ruang kerja seperti orang kantoran. Ruang kerja yang berisi komputer dan perangkat modem internet. Sesekali saja saya pakai ruang ini. Meski demikian ruang ini sangat penting sebab semua koneksi internet di rumah kami dikendalikan dari ruang ini.

Di ruang ini sebenarnya sudah ada komputer yang terkoneksi internet. Saya beberapa kali menggunakannya. Teman saya, Fonsi, yang sebelumnya bertugas di ruang ini juga memakai komputer ini. Selama dia pakai, tidak terjadi apa-apa, semuanya berjalan lancar. Namun, beberapa hari belakangan, komputer ini mulai macet.

Saya membersihkan bagian dalamnya. Debu menempel di sejumlah titik. Mungkin debu ini yang membuat kinerja komputer lambat. Ibarat mobil tua yang tidak terawat. Begitu gambaran kondisi komputer bagian dalamnya. Setelah membersihkan semuanya, saya memasang semua komponennya dan menghubungkan dengan internet. komputer berjalan dengan baik. Koneksi internet juga lancer. Tetapi beberapa hari kemudian komputer itu kembali seperti semula. Macet, macet, dan macet.

Saya memutuskan untuk mengganti dengan komputer lain dengan harapan koneksinya lancar dan kinerja komputernya juga lancer. Untuk hari pertama sesuai yang diharapkan. Kinerja komputer dan koneksi internetnya lancar. Saya pun bangga sekaligus berharap inilah komputer yang akan menunjang kinerja saya di ruang ini. Bagai disambar petir, tiba-tiba, komputer itu macet lagi. Wah kali ini saya benar-benar kesal. Saya tidak mau membongkar dan melihat isi bagian dalamnya lagi.

Saya memutuskan untuk mengganti dengan komputer ketiga. Kebetulan computer ini jarang dipakai. Debu-debu di bagian luarnya sudah banyak pertanda jarang disentuh. Tampilan luarnnya memang tidak meyakinkan kalau komputer itu bagus. Tetapi saya yakin saja bagian dalamnya bagus. Bagian dalamnya tidak seperti bagian luarnya yang kotor. Saya menghubungkan komputer itu dengan modem internet dan tersambung. Jadilah tulisan ini.

Ini tulisan pertama dengan komputer itu. Lumayan lancar. Komputernya tidak canggih tetapi cukup bagus untuk mengetik tulisan. Programnya pun masih windows 2003. Semoga komputer ketiga ini berjalan lancar sesuai yang saya harapkan. Kalau tidak mungkin untuk sementara saya tidak bisa membuat dan menampilkan tulisan baru diblog ini.

PA, 23/8/2012
Gordi Afri

*Dimuat juga di blog kompasiana pada 23 Agustus 2012



foto oleh no-body-cares
Minggu, 19 Agustus 2012. Saya bersama Bapak dan Ibu serta Pastor Memo, SX berkunjung ke rumah sahabat kami, Bapak Mul, di daerah Imogiri, Bantul, DIY. Perjalanan dengan menggunakan mobil Toyota Kijang LGX ini cukup ramai.

Bapak yang menjadi sopir mengarahkan mobil melalui ‘jalur dalam’. Maksudnya tidak melalui jalur ramai. Kami melewati beberapa lorong mulai dari Jalan Affandi-Gejayan, masuk satu gang lagi hingga tiba di Jalan Solo. Kemudian dilanjutkan dengan jalan-jalan kecil hingga tiba di daerah Giwangan-Umbulhardjo. Selanjutnya melalui jalan Imogiri.

Kami sengaja melewati jalan-jalan kecil alias ‘jalur dalam’ agar terhindar dari macet. Hari-hari besar atau musim liburan seperti lebaran ini biasanya ramai. Jalanan di kota Yogyakarta biasanya macet karena banyak pengunjung dari luar kota. Dugaan kami ternyata salah. Bapak yang asli Yogya ini menyadari hal ini. Dia pun berujar, “Wah, kita sudah berusaha mencari jalan-jalan kecil, tetapi nyatanya kita masih terlambat dari biasanya.”

Perjalanan ke rumah Pak Mul biasanya bisa ditempuh selama 3o-45 menit. Kali ini agak lama, 50 menit. Maklum hari libur. Meski agak telat, saya justru bersyukur karena bisa mengenal jalur-jalur baru di kota pendidikan ini. tiap perempatan jalan, saya bertanya kepada ibu yang duduk di samping saya, “Ini daerah apa namanya, bu?” Ibu yang sudah lama tinggal di kota budaya ini pun menjawab dengan lancar.

Diterima dengan senang hati
Setibanya di rumah Bapak Mul, kami disambut dengan senang hati. Ketika mobil kami hampir tiba di rumah, Bapak Mul sudah menunggu di depan rumah, mengenakan baju resmi dan agak rapi. Baju resmi bernuansa Islami. Kami melihat dia tersenyum ketika mobil kami tiba. Lalu, dia menunjukkan tempat parkir yang tidak jauh dari pintu rumahnya. Sekitar 5 meter.

Kami masuk rumah dan bersalaman dengan keluarga Bapak Mul sambil mengucapkan Selamat Hari Raya Lebaran. Pak Mul merasa senang dengan kehadiran kami. Dia mengungkapkan kesenangannya itu di hadapan kami. “Saya senang karena pastor dan kalian semua bisa mengunjungi kami di sini,” katanya.

Pak Mul adalah seorang Muslim. Dia bekerja di rumah kami sudah hampir 20-an tahun. Kami yang berkunjung yang adalah semuanya Katolik bangga dengan kata-katanya. Perbedaan keyakinan dan agama tidak membuat kami canggung. Kami tahu dia Muslim dan dia tahu kami Katolik. Sudah lama kami bekerja sama, saling menghargai, saling menghormati.

Pak Mul bekerja di rumah kami dengan menempuh jarak 25 kilometer setiap harinya. Pergi dan pulang 5o km. Setiap hari dia datang ke rumah kami, kecuali hari Jumat. Dulu, sekitar 7 tahun lalu, dia datang dengan sepeda. Bayangkan orang setua dia masih kuat menggenjot sepeda sepanjang lebih kurang 50 km setiap hari. Setelah gempa yang melanda Yogya, Mei 2006, dia beralih ke sepeda motor. Dia pun berangkat dari rumah sekitar jam 05.30 pagi dan pulang sekitar jam 04.oo sore. Dulu, waktu menggunakan sepeda, katanya, dia berangkat sekitar jam 04.00 pagi.

Jalanannya mendaki waktu datang. Dari sudut Selatan kota Yogyakarta sampai Utara kota Yogyakarta. Dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Sungguh luar biasa perjuangannya. Menurut cerita bapak dan ibu, yang bekerja di dapur, setelah lebaran, Pak Mul berencana datang dengan sepeda lagi. Dengan sepeda memang badan jadi lebih segar dan sehat, olahraga pagi, juga menikmati udara pagi. Tetapi agak aneh, di usianya yang makin tua, dia malah menggenjot sepeda. Bukannya semakin tua tenaga berkurang sehingga lebih bagus kalau pakai motor. Tetapi alhamdulilah jika rencana itu menjadi nyata nanti, mungkin Pak Mul merasa lebih nyaman dengan sepeda.

Ajang dialog antar-agama
Kunjungan silaturahmi kali ini menjadi ajang dialog antar-agama bagi saya. Selain dengan Bapak Mul sekeluarga, kami juga berbincang dengan keluarga adiknya Bapak Mul yang rumahnya bersebelahan. Adiknya datang dan bersalaman dengan kami ketika kami mau pulang. Dia juga membantu mengarahkan mobil untuk berbalik arah. Dia sempat bercerita tentang nyamannya rumah dia dan kakaknya, Pak Mul, yang terletak di atas bukit dan didasari bebatuan yang kuat.

“Waktu gempa, rumah-rumah ini tetap kuat, berdiri kokoh, padahal rumah-rumah lain sudah runtuh,” katanya dengan nada bersemangat. Rumah Pak Mul terletak di atas bukit dan dasarnya terdiri atas bebatuan. Kalau fondasinya kuat, rumah pun akan tahan ketika terjadi gempa.

Setelah perbincangan itu, kami masuk ke mobil lalu pulang. Tak lupa kami melambaikan tangan ketika mobil bergerak melambat dan akhirnya kami meninggalkan mereka. Terima kasih untuk perjumpaan hari ini. terima kasih untuk Bapak Mul sekeluarga yang sudah menerima kami.

PA, 21/8/2012
Gordi Afri


ilustrasi dari google
Hari ini, 20 Agustus 2012. Dua puluh hari dalam bulan Agustus. Seharusnya saya sudah menulis banyak di blog ini. Itu memang keinginan saya yakni menambah jumlah tulisan di blog setiap bulannya. Selama ini hanya berkisar 4 atau 6 tulisan. Sekarang saya mau meningkatkan menjadi lebih dari 6. Ini rencana yang mudah-mudahan bisa terpenuhi. 

Ternyata tulisan saya belum banyak. Di minggu ketiga dalam bulan ini, tulisan di blog hanya ada 2. Jangan-jangan target saya tidak tercapai. Tetapi masih ada 10 hari ke depan untuk berubah. Kata orang tidak ada kata terlambat untuk berubah. Saya mencoba untuk menerapkan prinsip ini. Tidak mudah tetapi bisa dilakukan.

Saya mulai dengan tulisan ini. Semoga besok lusa bisa bertambah. Persoalannya bukan pada ide untuk menulis. Meskipun dalam jangka waktu tertentu saya menemukan jalan buntu untuk membuat tulisan. Di tengah kesibukan saya ide untuk menulis hampir tidak ada. Persoalan sekarang adalah komputer saya yang sering macet. Dalam beberapa hari ini, komputer itu macet total. Saya mencoba menggantinya dengan komputer lain tetapi hasilnya sama saja. Apakah ini komputernya atau jaringan internetnya yang rusak. Bisa saja keduanya atau salah satu dari keduanya.

Dalam benak saya ada banyak tulisan yang dihasilkan tetapi nyatanya masih sedikit dan bahkan terancam gagal target. Saya mencoba untuk menggunakan kesempatan yang ada. Selagi komputer lancar segera saya menulis. Sebab, tidak tahu kapan datangnya kemacetan komputer itu. Kalau macet waktu mudik itu otomatis. Tetapi waktu macet untuk komputer itu dadakan alias tak ada yang tahu. Semoga saya dan Anda, pembaca, sekalian bisa meraih target yang ada. Semoga sarana penunjang mendukung untuk pencapaian target itu.

Salam merdeka, selamat idul fitri, selamat libur lebaran,

PA, 20/8/2012
Gordi Afri



Menemani mungkin menjadi suasana yang membosankan bagi sebagian orang. Menemani teman/sahabat untuk rekreasi ke pantai misalnya. Bisa saja jadi bosan jika kita sudah melihat tempat itu untuk ke sekian kalinya. Ini wajar sebab manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang baru.

Saya pun mengalami kebosanan ketika menemani teman berkunjung ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Saya sudah 3 kali ke sana. Tahun 2005, juli 2012, dan agustus 2012. Begitu juga dengan Candi Prambanan di dekat Klaten, yang sudah 2 kali saya kunjungi, 2006 dan agustus 2012. Saya pun menjumpai beberapa orang yang sama, melihat pemandangan yang sama. Bosan. Tetapi saya harus menjalaninya.

Dalam pergumulan itulah saya menemukan hal baru. Menemani bukan sekadar melihat obyek yang sama, mengalami suasana yang sama. Saya mencoba mencari hal baru ketika melihat hal yang sama. Di Prambanan, saya menemukan seni berfoto dari sang fotografer. Dia mengajarkan teknik mengambil gambar untuk orang yang sedang melompat.

Dengan iming-iming menggunakan jasanya, dia beberapa kali mengajari teknik mengambil gambar. Saya dan teman saya pun mengubah gaya. Semuanya gaya melompat. Hasilnya bagus. Ini pelajaran baru bagi saya.

Di Prambanan, saya belajar gaya berfoto dari sahabat saya ini. Dia mengajarkan seni berfoto di mana kita seolah-olah yang paling besar di hadapan obyek yang kenyataannya lebih besar dari kita. Candi Prambanan misalnya bisa dipegang, ditunjuk dari atas, didudukan di atas telapak tangan. Semuanya ini adalah gaya berfoto.

Pada kesempatan lain saya juga menemani sahabat saya mengunjungi candi Hati Kudus Yesus dan gereja Katolik Ganjuran. Saya sudah 2 kali ke sana. Tahun 2006 dan agustus 2012. Bagi saya kunjungan kedua dan ketiga sudah membosankan. Kunjungan pertama adalah yang terindah dari semua kunjungan. Begitu prinsip saya.

Gereja yang baru saja direnovasi tahun 2009 ini ternyata tampak indah dibanding 7 tahun lalu sebelum gempa Yogya Mei tahun 2006 meluluhlantahkannya. Candi Hati Kudus juga menjadi tempat istimewa dalam kunhjungan kali ini. Saya bisa berdoa di dalam candi. Giliran dengan beberapa pengunjung lainnya.

Inilah indahnya seni menemani. Pekerjaan ini adalah pekerjaan pemandu wisata. Saya bukan pemandu wisata tetapi dengan kegiatan ini saya belajar hal baru, menjadi pemandu wisata.

Tak ada yang sia-sia ketika kita mencari hal baru dari obyek yang berkali-kali kita perhatikan.

PA, 16/8/2012
Gordi Afri


Apa jadinya jika cinta yang pernah mendebarkan bersemi lagi? Bukan tidak mungkin pasangan remaja yang mengalaminya akan bergembira. Mereka akan mengalami masa-masa romantis dalam hidup mereka. Masa yang pernah mereka alami, lalu berpisah, kemudian bersama lagi. Inilah salah satu keindahan dari cinta.

Cinta saya pun bersemi lagi. Bukan cinta dengan seorang cewek, seorang manusia. Meski cinta itu sering dipasangkan dengan lawan jenis. Cinta saya pada kota Yogyakarta. Inilah cinta pertama saya dengan kota di Pulau Jawa. Kota Pendidikan dan Budaya, begitu kata kakak-kakak kelas saya waktu itu.

Tujuh tahun lalu, 2005, saya jatuh cinta dengan kota ini. Bukan karena ada pertemuan sebelumnya tetapi karena saya mengenyam pendidikan tinggi (setelah tamat SMA) di kota ini. Saya pun mulai akrab dan lama-lama jatuh cinta dengan kota ini. Yogyakarta kala itu ibarat seorang gadis manis yang siap dipinang.

Kini, 10 Juli 2012, cinta saya bersemi lagi. Lima tahun berpisah tidak membuat kami lupa satu sama lain. 10 Agustus yang akan datang, 4 hari lagi, saya sudah memasuki 1 bulan tinggal kedua kalinya di kota ini. Saya mencintai kota ini. 

Dulu, saya belajar naik sepeda, mengendarai sepeda di jalan besar dan kecil serta lorong di kota ini. Saya belajar dan duduk di ruang kelas kuliah di kota ini. Saya belajar menjadi mahasiswa di kota ini. Belajar mengajar dan mendampingi anak-anak bina iman di kota ini. Belajar budaya Jawa, belajar budaya lain dari berbagai daerah di Indonesia ini. Di sinilah hati saya jatuh cinta dengan kota ini. Kota ini memberi saya kesempatan untuk mengenal lebih banyak orang, lebih banyak budaya, baik lokal Indonesia maupun manca negara, lebih banyak bahasa, lebih banyak karakter orang, lebih banyak jenis makanan.

Kini saya berada di kota ini bukan untuk belajar sepeda lagi tetapi belajar yang lain. Saya sudah bisa bersepeda, bersepeda motor bahkan menyetir mobil, bahkan mendapat pendidikan tinggi yang cukup. Kini di kota ini saya belajar menjadi manusia yang rendah hati, menerapkan semua ilmu yang didapat, belajar menjadi diri sendiri, menerima diri apa adanya di tengah berbagai situasi. Kata orang CINTA itu membutuhkan KERENDAHAN HATI. Maka, saya belajar untuk rendah hati di kota ini.

Hampir sebulan cinta lama bersemi kembali. Saya masih aman-aman saja, belum menghadapi situasi baru yang mirip saya alami dulu. Sebentar lagi, akhir Agustus saya mengalami situasi baru. Anggap saja keberadaan saya selama ini, Juli sampai Agustus sebagai persiapan juga adaptasi. Semoga semua indah pada waktunya. Dia yang di atas selalu menyertai saya kapan dan di mana saja. Maka, jangan takut.

Cinta lama bersemi kembali, kenangan lama diingat kembali, rencana baru terpampang di depan mata. Mari melangkah ke hari berikutnya.

PA, 6/8/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.