Halloween party ideas 2015


Informasi tentang dunia sepak bola bagi penggemar seak bola selalu menjadi menu harian. Nama pemain, jadwal tanding, nama pelatih, pemain yang dijual/beli, pemain yang cedera, klub terkaya, dan berbagai info lainnya. Informasi tersebut memang layak diketahui.

Saya penggemar dunia sepak bola. Meski bukan pemain nasional, pemain klub lokal, dan sebagainya. Saya suka sepak bola. Kebetulan pernah dan sering bertanding bersama teman-teman. Di sekolah menengah, juga di kampus saat kuliah. Bahkan pernah mencetak gol, memberi umpan (assit), dan sebagai penjaga lini belakang.

Saya juga gemar membaca dunia sepak bola. Saya lantas sering membuka BOLA. Hanya saja yang saya baca tuntas adalah bagian kolom, analisis wartawan BOLA, dan analisis tokoh tertentu. Berita lainnya saya baca judulnya saja.

Selain dunia sepak bola, saya juga gemar bulu tangkis. Untuk bidang ini, saya juga kupas tuntas informasinya du BOLA. Banyak pemain nasional yang saya lirik informasinya. Dunia ini mengingatkan saya pada masa kecil.

Saya baru saja membaca semua informasi ini. Saya puas tentunya. Tidak semua informasi saya cerna, tetapi informasi terkait yang saya butuhkan mesti saya baca. Koran BOLA memuas dahaga baca saya.

Di sinilah letak unggulnya koran manual ketimbang koran online. Berita online memang selalu ada setiap waktu. Hanya saja analisisnya kurang dalam. Juga, mesti ada internet untuk mengunggahnya. Beda dengan koran manual yang bisa dibaca sambil duduk-duduk di bawah pohon.

Saya bukan penggemar fanatik dalam dunia olahraga tetapi saya suka baca informasi olahraga. Bahkan, kalau ditanya, saya dukung klub mana, jujur, saya dukung klub yang kalah. Saya dukung supaya mereka menang. Untuk apa dukung klub yang sukses dan menang. Mendukung berarti memberi semangat untuk klub yang kalah. Ini ocehan malam.

Salam olahraga untuk penggemar dan penggemar fanatik dunia sepak bola.

PA, 27/4/13
Gordi

ilustrasi, google
Memberi dan menerima merupakan dua kutup yang saling berlawanan tetapi juga bisa saling bersekutu. Berlawanan karena keduanya berbeda arah. Memberi, dari diri sendiri. Sedangkan, mendapat, untuk diri sendiri. Bersekutu karena saat kita memberi, kita juga akan mendapat. Inilah pengalaman saya akan dua hal ini.

Saya baru saja pulang dari toko buku. Mengantar sahabat yang datang dari kota lain. Dia mau membeli buku. Saya mau mengantarnya tetapi saya tidak membeli buku.

Tibalah kami di toko buku. Dia sibuk memilih beberapa buku yang ingin dibelinya. Semuanya sudah dapat. Lalu, dia mempersilakan saya memilih buku. Disertai kata-kata motivasi yang murah hati, nanti saya yang bayar.

Tentu saya senang. Saya hobi baca tetapi kebetulan sedang tidak ada uang untuk beli buku. Tawaran itu tidak saya sia-siakan. Saya memilih dua buku bacaan. Buku yang ringan isinya, tipis fisiknya, dan murah harganya.

Saya memberi dua buku padanya. Dia satukan dengan buku-bukunya. Lalu, dibawa ke kasir. Setelahnya kami pulang. Woao betaap saya senang luar biasa.

Di tengah jalan, dia masih berujar, setelah ini ada kesibukan lagi? Tidak, jawab saya. Kalau begitu kita cari bakso dulu. Wuahhh saya tidak menolak tawaran berharga ini. Saya mencari tempat jual bakso.

Kami mampir dan makan bakso, sambil bercerita. Dia merindukan bakso. Sudah lama dia tidak makan bakso. Saya yang selama ini juga jarang makan bakso, diam saja, mendengar ceritanya. Biarkan dia bercerita dan saya mendengar.

Setelahnya, kami kembali ke rumah. Terima kasih sahabatku. Saya memberi engkau memberi. Saya memberi saya mendapat. Saya memberi dengan Cuma-Cuma dan saya mendapat dengan Cuma-Cuma.

Dua buku mungkin tidak berharga tetapi di dalamnya ada ilmu pengetahuan yang amat berharga. Dua buku mungkin tidak lama saya baca, tetapi betapa lama saya akan mengingat pengalaman mendapat dua buku ini. Jangan takut memberi karena akan mendapat lagi.

PA, 26/4/13
Gordi


Salah satu tujuan menulis adalah mencerahkan masyarakat. Inilah yang digagas dalam buku MENULIS dari Mengapa dan Bagaimana sampai Profesor Mencerahkan Masyarakat. Buku yang ditulis oleh Sudartomo Macaryus, dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Taman Siswa Yogyakarta ini berisi kumpulan makalah yang dibawakan dalam berbagai kesempatan. 

Buku ini berisi tentang perihal menulis. Salah satu pesan utamanya adalah mengajak pembaca untuk gemar Menulis. Penulis buku ini memberi contoh bagaimana menulis artikel ilmiah agar bisa dimuat di media/jurnal kampus.

Selain mengajak menulis, penulis buku juga mengajak pembaca untuk melihat hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia menulis. Misalnya membaca, mencari inspirasi, membaca beberapa halaman per hari, menulis beberapa kalimat sehari, dan sebagainya.

Membaca buku ini serasa memperoleh inspirasi untuk gemar membaca dan menulis. Penuturannya bernas, ringan, dan menarik. Buku ini ditujukan bagi siapa saja yang ingin menulis artikel ilmiah dan juga tulisan ringan-populer lainnya.


Buku ini wajib dibaca oleh kalangan akademisi yang tidak lepas dari tugas menulis artikel ilmiah. Dengan rajin menulis kiranya kalangan akdemisi bisa mencerahkan masyarakat. Selamat membaca.


Judul Buku: MENULIS dari Mengapa dan Bagaimana sampai Profesor Mencerahkan Masyarakat
Penulis: Sudartomo Macaryus
Penerbit : Penerbit KEPEL PRESS
Tahun terbit: 2010
Kota Terbit: Yogyakarta
Jumlah halaman: 123

PA, Maret 2013

Gordi Afri

Minum kopi sudah menjadi kegemaran rakyat negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke ada gerai kopi. Kopi juga menjadi salah satu komoditas andalan negeri ini.

Kopi tidak saja menjadi kegemaran masyarakat kalangan atas, kaum elit, kaum berada. Kaum bawah, akar rumput, juga gemar minum kopi. Tak heran jika di rumah mereka tersediakopi untuk diminum.

Istilah cangkir kopi pun tidak asing di telinga masyarakat. Cangkir kopi dalam judul tulisan ini tidak berkaitan langsung dengan tulisan yang ada di dalam buku Cangkir Kopi Jon Pakir.

Cangkir kopi memang dimaksud sebagai cangkir kopi benaran. Istilah ini masuk dalam tulisan ini karena latar belakang tulisan yang ada dalam buku ini. Buku ini berisi kumpulan tulisan yang tersebar di berbagai media masa. Sewaktu tersebar dalam media, tulisan itu bisa dibaca sambil menikmati kopi hangat pagi hari. Atau juga sambil menikmati kopi di kafe bersama teman.

Sementara, nama Jon Pakir adalah nama diri Emha Ainun Nadjib, novelis dan budayawan dari Yogyakarta. Ia menggunakan nama ini untuk menyebut dirinya. Nama ini dipilih begitu saja tanpa ada latar sejarah atau keterkaitan lainnya.

Buku ini menarik untuk dibaca. Cocok dibaca oleh siapa saja yang suka membaca dan sedang belajar menulis. Idenya mengalir. Maklum, kumpulan tulisan ini sudah tersebar di berbagai media masa. Jangan heran jika gaya bahasanya adalah gaya bahasa koran dan media masa populer. Silakan membaca buku ini dan nikmatilah gaya bahasanya.

Selamat membaca.

Judul Buku: Cangkir Kopi Jon Pakir
Penulis: Emha Ainun Nadjib, budayawan dan penulis, novelis dan penyair
Penerbit : MIZAN
Tahun terbit: 1992
Kota Terbit: Bandung
Jumlah halaman: 395
Isi: kumpulan tulisan ringan yang tersebar di media massa.


PA, Maret 2013

Gordi Afri



google.co.id

Novel ini mengisahkan kehidupan dua bersaudara, Mansur dan Laminah, kakak-adik, anak dari Madang. Mereka sejak kecil ditinggal ibu. Lalu ayah meninggal saat mereka sang Kakak kira-kira berumur 8-9 tahunan. Sang adik masih kecil.

Sejak kepergian ayah, mereka tinggal dengan Tante. Di situ mereka hidup tidak tenang. Mansur dipaksa bekerja keras, menggembala di padang, dan mencari kayu bakar. Sedangkan adik, Laminah, dipaksa menjaga sepupunya yang masih kecil.

Sewaktu masih ada ayah, mereka hidup bahagia. Ayah sering memungut durian atau mencari ikan di sungai. Mereka menunggu di rumah. Mereka juga ikut ayah menjual durian ke ujung sungai. Pergi dengan rakit yang bergerak dengan arus sungai.

Mereka juga sering berkunjung ke rumah Tante yang berdekatan. Waktu itu Tante dan suaminya sayang sama mereka. Mereka dimanja.

Namun, ketika ayah tidak ada, sikap suami Tante berubah. Dia menjadi bengis dan kadang-kadang tidak menaruh iba pada anak yatim piatu itu. Laminah yang jadi korban, dipukul karena membuat anaknya luka. Padahal anaknya menginjak pisau saat bermain dengan Laminah.

Apa boleh buat, sang kakak makin besar dan tangguh. Mereka berlindung di rumah sepasang kakek-nenek yang amat sayang pada mereka sebelum berangkat ke Bengkulu untuk mencari pekerjaan.

Saya salut dengan kegigihan-perjuangan sang kaka beradik dalam novel ini. Meski ini hanya novel, kisahnya membawa pesan perjuangan dan kejujuran. Kedua nilai ini yang dihidupi kakak-beradik.

Namun, saya tidak begitu tertarik dengan novel ini. Sesuai judulnya, kisah kedua kakak-adik ini berakhir tragis. Mereka selalu dirundung duka. Banyak cobaan hidup yang mereka alami. Sampai akhirnya adik bunuh diri dengan cara mencebur ke laut karena stres sang kakak dipenjarakan.

Kemudian sang kakak kecewa karena harus hidup sendiri. Baginya tidak ada arti kalau adik telah tiada. Dia pergi dengan kapal lalu mencebur ke laut. Kru penyelamat kapal berusaha menolongnya namun gagal.

Saya sedih membaca novel ini. Amat sedih mengikuti kisah hidup kedua kakak-adik ini. Terlalu sedih. Penulis novel ini mengisahkan cerita yang berakhir sedih.

Meski ini novel tua, patut dibaca. Bahasanya masih gaya dulu. Paling tidak saya jadi tahu gaya bahasa zaman itu.


Judul Buku: TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
Penulis: S. Takdir Alisjbhana
Penerbit : Dian Rakyat
Tahun terbit: 1993 (Cet ke-13)
Kota Terbit: Jakarta
Jumlah halaman: 116


PA, 23/3/13
Gordi




gambar dari sousukmawanlone.blogspot.com
Saya sebenarnya sama sekali tidak berdunia maya ketika keluar rumah. Saya punya laptop di ruang kerja di Yogyakarta, saat ini. Tetapi itu bukan milik saya. Ketika pada Rabu, 10-13 April 2013, saya ada di Makasar, saya tidak membawa laptop. Dengan demikian saya tidak berdunia maya seperti ketika di Jogja.

Namun, ternyata fakta berbicara lain. Di Makasar saya bisa pakai laptop. Adik saya, Rifan, berbaik hati. Dia merelakan laptop beserta modem internetnya saya pakai. Saya pun berterima kasih padanya. Sungguh di luar dugaanku.

Saya iseng-iseng saja bertanya apakah ada warnet dekat sini. Dia jawab, tidak. Tetapi dia memberi solusi. Jika mau, pakailah laptop saya ini, katanya. Wah saya sebagai kakak tidak menolak. Saya berterima kasih padanya.

Dengan laptopnya, saya bisa berdunia maya. Menulis beberapa artikel. Termasuk artikel ini (yang kedua). Di kompasiana saya tulis beberapa artikel. Pokoknya laptopnya ini sungguh bermanfaat. Terima kasih untuk adikku, Rifan, yang berbaik hati. Indahnya persaudaraan antara adik dan kakak.

Tulisan ini dibuat dari kamar tidur di Seminari Petrus Claver, Mariso, Makassar. Salam persaudaraan.

Makassar, 21.30 WITA

Gordi Afri



Cerita Perayaan Minggu Paskah 2013. Tidak unik. Biasa-biasa saja. Tetapi, saya merasakan suasana baru. Suasana Paskah-Kristus Bangkit.

Saya dan teman-teman misa di kapel di rumah. Ada 3 pastor yang memimpin perayaan ekaristi. Kami merayakannya pada pukul 7 pagi. Setelah semalam capek pulang misa dari Gereja Paroki.

Misa pagi ini berlangsung ramai dan lancar. Ramainya karena kami semua berkumpul. Padahal hari Kamis Putih yang lalu, hanya ada 1 pastor. Pagi ini ada 3 pastor. Inilah ramai menurut kami.

Siangnya kami membuat makanan spesial. Bukan sekadar menyebut spesial. Tetapi, karena kami menambah menu khusus dari menu biasa hari Minggu.

Ada juga es krim sebagai tanda pesta. Makanan sederhana. tetapi, bagi kami makanan itu cukup berharga. Karena tidak setiap Minggu kami makan es krim. Saat-saat tertentu saja.

Inilah cerita perayaan Paskah 2013. Singkat, biasa, dan tidak unik. Selamat Paskah.

PA, 6/4/13
Gordi

MENTOR MENULIS

FOTO: sharekliping.blogspot.com

Saya menulis karena ada yang melatih. Itulah yang saya yakini selama ini. Saya bisa menulis di beberapa blog pribadi dan di kompasiana karena ada yang melatih. Latihannya pun berlangsung secara tidak langsung. Jarak jauh. Seperti pembaca dan penulis.

Saya belajar dari tulisan-tulisan para penulis dan wartawan. Salah satunya adalah wartawan senior KOMPAS, Abun Sanda. Tulisannya selalu saya cerna setiap Senin di halaman 17. Tulisannya ringan, berisi, dan menarik.

Hari ini, saya membaca berita mengejutkan tentang pengisi rubrik analisis ekonomi ini. Dia meninggal dunia pada Kamis, 4/4/13. Saya membaca beritanya di KOMPAS, hlm 1 dan 17. Abun sanda Kini Berada dalam Kerahiman Tuhan, begitu judul berita yang ditulis oleh rekan Abun, berinisial PPG di halaman 1.

FOTO: buku.kompas.com


Saya terkejut dan merasa kehilangan. Saya dan Abun Sanda sudah seperti pembaca dan penulis yang punya relasi. Padahal saya mengenalnya lewat tulisan saja. Tulisannya memang menarik bagi saya. Gara-gara tulisannya di kompas ekonomi itu, saya tertarik membaca rubrik analisis di halaman pertama kompas ekonomi itu.

Bermula dari situ, saya terus menunggu tulisannya di KOMPAS. Beberapa tulisan lain juga muncul di rubrik profil pemimpin perusahaan di halaman 20. Ini juga dituturkan PPG dalam tulisan hari ini.

Selain itu, saya juga pernah membaca tulisan putra Makasar kelahiran 9/11/1961 ini di majalah BASIS. Kalau saya tidak salah, tentang penulis novel. Di situ Abun menulis berdasarkan pengalamannya sebagai penyuka dan pembaca novel zaman dulu. saya lupa judul novel dan cerita novel seperti diceritakan dalam BASIS itu.

FOTO: buku.kompas.com


Saya suka membaca tulisannya. Darinya saya belajar menulis ringan dan runut serta menarik. Meski saya belum berhasil menulis seperti dia, saya puas setiap kali membaca tulisannya. Selamat jalan Antonius Abun Sanda. Semoga kedua anak yang ditinggalkan, Yasser Abraham (15) dan Yeremina Abraham Sanda (11) tetap tegar menghadapi kondisi ini.

PA, 5/4/13

Gordi


Powered by Blogger.