Halloween party ideas 2015


Foto dari gracewithinme.blogspot.com
Berkat selalu ada setiap saat. Berkat itu seperti napas yang selalu berdenyut setiap saat. Kala mati manusia tidak bernapas. Dan berkat juga demikian. Akan hilang kala manusia mati. Memang berkat yang seperti napas itu adalah termasuk napas. Berkat itu nyata dalam napas manusia. Juga bentuk lain, matahari yang bersinar, udara yang dihirup, dan sebagainya. Begitu banyak. 

Berkat ini juga saya alami hari ini. Secara mengejutkan saya ditelepon dari Yogyakarta. Saya diminta pulang cepat. Bila perlu besok sore karena ada yang mesti saya selesaikan di sana. Saya memang akan ke Jogya besok sore. rencananya saya naik bis. Saya akan tiba di Yogya pada Rabu pagi. Rupanya desakan dari Yogya terlalu kuat. Saya harus ada di sana esok malam paling lambat. Ada yang sakit di sana dan saya akan mengurus keperluannya
Saya pun langsung menghubungi atasan saya untuk mencarikan tiket. Kalau bisa yang besok sore sebab besok siang saya masih menyelesaikan urusan saya di Jakarta ini. Berkat Tuhan ini nyata di sini. Tiket untuk pesawat sore hari ada. Atasan saya sudah mencari dan menemukan. Berkat itu seperti tiket pesawat, sudah ada, tinggal dicari dan akan ditemukan. Rahmat itu gratis tetapi tidak otomatis, kata dose saya beberapa tahun lalu. Andai rahmat itu juga merupakan berkat maka, kalimat dosen saya ini bisa diubah. Kata rahmat diganti dengan berkat
.

Berkat itu ada tinggal dicari. Mereka yang tekun mencari akan mendapat. Sayangnya manusia kadang-kadang tidak tekun mencari rahmat ini. Padahal rahmat itu sudah ada. Rahmat itu memang nyata dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, rahmat itu juga bisa ditemukan. Yang mencari akan menemukan. Ada juga yang mencari tetapi tidak menemukan. Itu bukan karena berkat tidak ada. Tetapi, mereka tidak jeli mencarinya.

Berkat itu juga nyata dalam penderitaan anak binaan saya di Yogyakarta. Kalau dia mau, dia mesti memboboti sakitnya seperti penderitaan yang dialami Yesus. Dia, meniru Yesus, tidak boleh menghindar dari penderitaan itu. Dia mestinya menerima itu sebagai bagian dri hidup. Dalam hidup ada berkat. Dan dalam sakit itu juga ada berkat. Dan boleh jadi, sakitnya itu juga adalah sebuah berkat. Bagaimana itu terjadi?

Melalui sakit, dia merenungkan arti penderitaan. Dari penderitaan dia merenungkan arti hidup sehat. Dia juga akan berdiam dalam kamar. Saat itu juga dia menerima berkat. Sebab, berkat itu selalu ada. Tinggal saja dia mencarinya dan akan menemukannya. Termasuk dalam penderitaannya itu.

Terima kasih Tuhan atas berkatmu hari ini. (Tulisan sebelumnya)

Jakarta, 17/6/13
Gordi


Daud kiranya bukan tokoh baru dalam perbincangan harian kita. Khususnya umat Kristiani yang akrab dengan Alkitab, tokoh ini fenomenal.

gambar dari sini
Daud adalah orang hebat. Dia punya kekuatan yang bisa mengalahkan lawannya. Dia mengalahkan raja besar Goliat. Daud masih muda ketika melawan Goliat yang menjadi raja. Daud hanya bermodalkan katapel. Batu dan panah untuk menembakkan batu itu. Keberuntungan ada di pihak Daud yang masih muda. Goliat jatuh dan mati.

Setiap orang punya kelemahan. Dan, pada Daud yang punya kekuatan ini justru ada juga kelemahannya. Dia berbuat dosa. Dia mengingini istri anggota pasukan perangnya. Uria, bawahannya punya istri yang menawan. Daud melihat istrinya saat mau mandi. Saat itulah dia digoda oleh kelemahannya.

Tuhannya Daud adalah maha pengampun. Dia mengampuni Daud yang berdosa ini. Betapa senangnya Daud menerima pengampunan dari Tuhannya. Sebelum itu, Daud merasa bersalah. Dia mengakui kesalahannya. Dia menerima kelemahannya dan menyesalinya. Setelah itu, Tuhan bersabda melalui Natan kepada Daud bahwa Tuhan mengampuni dosanya.

Manusia punya dosa asal. Semua manusia pada dasarnya punya dosa. Tak ada yang luput dari dosa. Dosa itu betapa pun banyaknya tidak menghalangi Tuhan untuk mengampuni manusia. Seperti Daud, kita manusia juga diampuni oleh Tuhan. Kita kiranya perlu seperti Daud yang menyesali dosanya. Lalu, menerima pengampuanan dari Tuhan. (Sebelumnya)

Jakarta, 16/6/13
Gordi

FOTO: laineygossip.com

Aku ingat ciuman itu. Rasanya nyaman banget. Ya, ciuman itu terjadi 5 tahun silam. Lama sekali. Bukan lamanya yang ingin dikenang. Tetapi, nyamannya ciuman itu. Waktu itu, aku dan dia sedang kasmaran. Dan, kami hanya diizinkan untuk berciuman. Ini batasnya dalam pacaran. Tidak boleh lbih dari situ. Betapa kami ingin taat pada adat kami. Ciuman itu bagi kami, sebagai remaja, menjadi puncak wujud cinta kami. Kami memang saling cinta. Bukan cinta monyet. Cinta yang bergelora. Aku pun tak segan mengatakan padanya, kita pacaran sampai nikah.

Ia dan aku setuju dengan janji ini. Maka, sekali lagi kami berciuman. Ciuman itu bagi kami menjadi tanda awal perjanjian yang mengikat kami seumur hidup. Kami tak ingin ada orang lain di antara kami. Kalau janji setia seumur hidup sudah diungkapkan di hadapan orang tua kami, baru kami memikirkan orang ketiga di antara kami. Orang ketiga itu adalah buah cinta kami. Betapa aku ingat janji itu. Dan, janji yang kami buat itu, rupanya menjadi janji terakhir juga. Setelahnya tidak ada janji lagi.

Setelah ciuman itu, kami menghidupi hari-hari kami dengan suasana tidak nyaman. Aku sibuk dengan kegiatanku sebagai aktivis sekolah. Dan, dia sibuk dengan kelompoknya. Susahnya pacaran dengan orang yang sesama sibuk. Saat sibuk, tidak ada pikiran untuk memerhatikan yang lain, bahkan kekasih sendiri. Dan, itulah yang kami alami. Aku sibuk dengan diriku dan dia sibuk dengan dirinya. Tak ada lagi pembicaraan kelanjutan tentang janji.

Janji yang bertanda ciuman itu menjadi ciuman terkahir. Ciuman itu pun menjadi tanda berakhirnya pacaran kami. Meski akhir, aku selalu mengawali hari-hariku dengan mengenang ciuman itu. Betapa ciuman itu masih kuingat dengan baik. Aku dan dia jadi satu. Kami merasa dunia ini hanya milik kami berdua saja. Dan, ciuman terakhir itu menjadi perpisahan antara aku dan dia. Aku kini tak tahu di mana dia berada. Aku hanya ingat ciuman itu bersamanya.

Ciuman yang membawa kenangan indah itu rupanya menjadi peristiwa buruk. CIuman itu memang asyik tetapi kenangan akannya membuatku tidak nyaman. Aku selalu mengingatnya sampai-sampai aku menghayal tentangnya. CIuman itu, betapa pun nyamannya, justru membuatku tidak nyaman. Aku kini mengingat peristiwa itu setiap kali mau berciuman dengan pacarku yang baru. Semoga dia di sana bahagia dengan mengingat ciuman itu. Dan, semoga aku tidak terlalu memikirkan ciuman itu.

*kisah imajiner
CPR, 15/6/13
Gordi

Salah satu sakit yang menyebalkan adalah sakit gigi. Sakit gigi di atas level sakit hati. Sakit gigi bisa menarik semua perhatian kita. Sakit gigi bisa membuat kita tidak bisa tidur. Sakit gigi emmang membuat kita mengalihkan semua perhatian kita pada gigi.

Dengan sakit gigi, kita jadi tahu bahwa menjaga kesehatan gigi itu penting. Jangan makan makanan atau minum minuman yang manis. Itu salah satu larangan atau anjuran waktu kecil. Namu anjuran ini tinggal kenangan saja. Namanya anak kecil, yang manis pasti tidak ditolak. Bahkan yang manis pasti dicari.

Belasan atau bahkan puluhan tahun kemudian, gigi terasa sakit. Sakitnya menyebalkan. Inilah yang saya alami semalam. Tidak bisa tidur. Sakitnya menenagkan saraf sampai di kepala. Betapa gigi itu menjadi sakit sekali. Kalau tahu dulu begini, saya tidak akan mengonsumsi yang manis. Sayang sudah terlambat. Semua telah berlalu. Sekarang, saya hanya mau supaya gigi ini dicabut saja. HArapannya gigi yang etrcabut itu menghilangkan rasa sakit saya. SAya ingin agar sakit itu pergi bersama gigi yang tercabut itu.

Sakit gigi ini sulit diredam. Mencoba mengalihkan perhatian pada yang lain tidak bisa. Kalau pun bisa hanya sebentar saja. Yang paling enak memang adalah tidur saja sehingga tidak terasa sakit. tetapi untuk tidur saja susah. Wah..sakit gigi ini menyebalkan. (Tulisan Sebelumnya)

CPR, 15/6/13
Gordi


Setiap orang pernah merasa sepi. Ditinggal pergi sama teman-teman. Menjadi penjaga rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. Kesepian menjadi saat di mana kita merasakan keberadaan diri kita. Dalam sepi, kita benar-benar sadar, kita butuh teman. Kita butuh seorang sahabat sebagai teman bicara. Suasana seperti ini tidak ditemukan atau tidak dirasakan saat kita bersama teman-teman dalam keramaian.

Kesepian tidak selalu negatif. Ada yang menganggap kesepian itu negatif. Kesepian sebenarnya mendatangkan hal positif. Kesepian adalah saat-saat intim untuk bertemu Tuhan. DI mana-mana orang ingin menikmati suasana sepi. Kelompok anak sekolah biasanya berlibur di gunung untuk mencari kesepian. KArena kesepian jarang ditemukan dalam kebisingan kota dan keramaian kebersamaan.

MAnusia membutuhkan saat-saat sepi. Pada dasarnya manusia adalah makhluk pecinta kesepian. Kesepian di sini bukan kesepian karena putus cinta, ditinggal pacar, dan sebagainya. Kesepian semacam itu merupakan kesepian yang negatif. dalam kesepian itu, kita menemukan diri kita yang hancur.

kesepian lain kiranya kesepian yang dicari banyak orang. Ada saat di mana seseorang mesti memasuki suasana sepi. Suasana itu menjadi momen spesial baginya. Dalam suasana sepi, ia menemukan dirinya, menemukan inspirasi baru, semangat baru, dan ide baru untuk mengembangkan diri dan karyanya. Maka, kesepian yang dicari seperti ini mendatangkan hal positif bagi yang mencarinya. Jangan takut mengalami kesepian. Kesepian merupaan saat-saat indah dalam hidup. (Tulisan Sebelumnya)

CPR, 14/6/13
Gordi


Dunia sepakbola merupakan satu di antara cabang olahraga yang banyak penggemarnya. Pertandingan sepakbola di negara mana pun pasti tak sepi pengunjung. Lantas, ada yang berkomentar, sepak bola tanpa penonton adalah hambar.

Memang penonton yang mendukung timnya adalah aset olahraga. Dari mereka, olahraga bisa berjalan. Mereka bisa disebut sebagai pemain cadangan kelas dua. Mereka menyumbang klub sepakbola, menyumbang penyelanggara pertandingan, dan sebagainya.

Penonton setia adalah pendukung setia sebuah klub. Masing-masing klub punya pendukung. Dan, masing-masing kelompok membentuk tim pendukung. Maka, pendukung tak jarang bertindak anarkistis demi membesarkan dukungannya.

Saya tertarik soal isu pendukung. Mendukung berarti memberi semangat, dukungan. Penonton yang berteriak di sekitar lapangan adalah juga pendukung. Pendukung bersuara. Dan ada juga pendukung tak bersuara. Tetapi namanya pendukung ya pasti bersuara. Bagaimana mendukung dalam diam?

Ya bisa saja orang bisu mendukung klub tertentu. Tampak dia mendukung dalam diam, tetapi sesungguhnya dia mendukung dalm aksi. Dia bisa saja membeli tiket pertandingan klub pendukungnya, mencetak poster nama klub dukungannya, dan sebagainya. Banyak cara untuk mendukung. Tetapi sesungguhnya apa hakikat pendukung klub sepakbola?

Sikap teman saya selalu menjadi ajang ejekan dalam tontonan sepak bola. Pada awal menonton, dia tidak menyatakan dukung klub mana. Pada akhir, dia dengan suara lantang mendukung tim yang kalah. Menurutnya, tim kalah harus didukung. Untuk apa dukung tim yang menang?

Tim kalahlah yang harus didukung agar tim ini bisa menang. Kemenangan memang boleh jadi sebuah keberuntungan. Tetapi memberi dukungan adalah hal lain yang juga perlu.

Saya juga setuju dengan ide teman saya ini. Saya mendukung tim yang kalah agar bisa menang. Semalam, saya mendukung timnas Indonesia meski kalah. Dan, seorang teman pembaca tidak bisa mengerti mengapa saya mendukung tim yang kalah. Dia memang tidak mau tahu dengan alasan saya. Dia juga tampaknya berpaku pada aturan main yang umum, dukung yang menang, abaikan yang kalah.

Saya mendukung tim yang kalah agar menang. Tampak aneh dan memang aneh untuk pembaca umumnya. Mengubah logika berpikir mendukung yang menang ke mendukung yang kalah memang sulit. Sebab, logika lama sudah tertanam kuat. Saya semula tidak memahami ide teman saya. Tetapi lama-lama saya setuju dengan ide itu. Saya mesti mendukung yang kalah supaya menang. Apakah dukungan saya itu bisa membuat tim menang?

Itu soal lain. Saya hanya mau mendukung. Soal menang atau tidak tergantung banyak pihak. Klub, pemain, wasit, dan sebagainya. Tetapi saya punya misi yang jelas. Mendukung supaya menang.

PA, 9/6/13
Gordi





Pohon Sesawi mungkin tidak terkenal di Indonesia. Atau hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Pohon ini memang bukan pohon yang tumbuh di Indonesia. Kalau pun tumbuh, mungkin hanya di daerah tertentu saja. Pohon ini beberapa kali disebut dalam Kitab Suci orang Kristiani (Katolik dan Protestan). Boleh jadi orang Kristiani tidak asing mendengar kata ‘Sesawi’. Namun, belum tentu orang Kristiani pernah melihat pohonnya. Sebagian pasti sudah melihatnya.

Buku POHON-POHON SESAWI karangan Romo Mangun tidak membahas perihal pohon Sesawi. Buku ini adalah sebuah novel yang menceritakan pergulatan Romo Mangun sebagai manusia-rohaniwan. Di dalamnya berisi kisah hidup sejak ia kecil. Saat menjadi tentara, menjadi pastor, dan kisah hidup lainnya. 

Novel ini berisi kumpulan naskah yang tercecer sana-sini oleh Joko Pinurbo dan Th Kushardini. Keduanya pernah bekerja dengan Rm Mangun. Dalam penyusunannya, mereka mengalami kewalahan. Sebagian naskah tidak jelas hurufnya. Mereka memoles sana-sini dengan kata-kata rekaan untuk melengkapi naskah itu. Inilah novel terakhir yang ditulis oleh Romo Mangun.

Novel ini bisa dibaca oleh siapa saja terutama penggemar sastra. Alur ceritanya menarik. Dengan membaca ini, pembaca seolah-olah mengembara ke segala arah. Sebab, gaya bahasa Romo Mangun amat khas. Banyak informasi lain yang terkait dengan penuturan ceritanya. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Romo Mangun kaya akan pengetahuan di berbagai bidang.

Selamat membaca novel ini.

Judul Buku: POHON-POHON SESAWI
Penulis: Y.B. MAngunwijaya
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit: 1999
Kota Terbit: Jakarta
Jumlah halaman: 118

PA, Maret 2013
Gordi Afri
Powered by Blogger.