Halloween party ideas 2015

the picture from internet
Tuesday ago (26th November), I attended the youth people meeting. Meeting with bishop in the church. There were about 500 youth peoples. We are praying, singing, and hearing the sermon of the bishop.

One thing that’s more important. Before end this meeting, the bishop invited us for silent for just 3 minutes. Silent for make reflection of life, reflect about the others, and for the season advent.

We all in the church were quiet. No music, no sound, no noise. We entered into the silent situation.

This is not just silent but more than. This is a time for praying, reflecting, for learning the voice of Him, and so on. The silence is time to break from activity, and see Him in the others. The others are people, nature, image, signs, and so on.
Gordi

la foto da Mad Grin
Adesso, abito a Parma. Fra 10 anni abiterò in Tailandia. Vorrò abitare in questo paese. Tre anni fa sognavo che un certo momento abiterò in Tailandia. Fra dieci anni il mio sogno diventerà realtà.

Prima di partire per la Tailandia, imparerò lingua Tailandese in Indonesia. Questa sarà una sfida per me. Ci saranno due mesi durante la mia vacanza per imparare questa lingua. So che in Tailandia imparerò bene la lingua Tailandese ma io vorrò impararla bene prima.

Dopo 2 mesi dalla vacanza, partirò per la Tailandia. Prima di partire, farò i documenti a Jakarta. Andrò da solo da Jakarta alla Tailandia per 4 ore. Il mio amico, Kornel, mi aspetterà in aeroporto a Bangkok. Sarò contento quando incontrerò lui all’aeroporto. Dall’aeroporto partiremo per la nostra casa, circa un’ora dall’aeroporto.

Sarà domenica, all’una, tempo per pranzare. Pranzeremo insieme con tutti i padri in questa comunità. Sarà la prima volta che incontro tutti e 5 i miei amici, Saveriani. Sarò fortunato perché io incontrerò tutti e arriverò prima di cominciare il pranzo. Dopo che avremo pranzare dormirò per 2 ore.

Alle 4.30 del pomeriggio, io e Kornel faremo un giro a Bangkok. Questa città è bella anche grande. Ma c’è qualche luogo dove c’è il traffico. Alle 6 torneremo a casa e ceneremo alle 7.

Durante una settimana, faremo un giro. Visiteremo qualche luogo popolare a Bangkok. Primo giorno visiteremo Il Chinatown (la città del Cinese) e vedremo il centro d’oro. Il secondo giorno, visiteremo Il Wat Arun (tempio di Dawn). È una tempio per pregare gli dei Budhisti. Il terzo giorno visiteremo Il Wat Pho (Tempio di Budhha reclinato). Il quarto giorno visiteremo Il Chatuchak Market (Il Supermercato weekend).

Dopo faremo un giro, nella seconda settimana comincerò a studiare la lingua Tailandese. Studierò insieme con l’insegnante. Lei verrà 4 volte alla settimana. Studierò 3 ore ogni giorno. Imparerò la lingua Tailandese per 6-8 mese. Poi lavorerò in una parrocchia insieme con un padre Italiano.

In questa parrocchia mangierò tanti tipi cibi Tailandesi. Ci sono Tom Yam Goong, Som Tum, Tom Kha Kai, Gaeng Daeng, ecc. tra questi mi piace molto Som Tum. Nel Som Tum ci sono aglio, peperoncini, fagiolini, pomodorini e le papaye.

Pian piano conoscerò tanta gente in giro la mia parrocchia. Prima dovrò conoscere il mio popolo in parrocchia. Poi, vorrò conoscere anche tanta gente di altre religione.

Gordi 

Scuola Italiana 7
la foto da Lord Khan

Oggi, giovedì 23 gennaio 2014, abbiamo fatto la lezione. La lezione che abbiamo fatto oggi è una cosa nuova. Non è come ieri o altra ieri. Oggi abbiamo fatto l’intervista con la nostra insegnante. Quindi noi, gli studenti, siamo come i giornalista e l’insegnante è come la figura pubblica.

Ogni uno di noi scegliamo un argomento. Ho scelto il tema la crisi in Italia. Quale crisi in Italia? Mio amico, Matias che nella seconda l’intervista ha scelto il tema il cinema. Come italiana (l’insegnante) come pensa sui film italiano? Poi, Basile, in terzo l’intervista ha scelto il tema matrimonio in Italia. Quale tipo di matrimonio in Italia? Ultima l’intervista che ha fatto Severin sul tema la crisi della fede in Italia. Cosa successo sulla crisi della fede in Italia?

Per me questa l’intervista è una cosa che molto interessante e anche molto divertente. Perché? La lezione diventa piu viva anche perché ogni uno di noi dobbiamo chiedere qualcosa all’insegnante. Anche faremo rapporto sulla sua spiegazione.


Gordi 

foto dari google
DPR kini sedang menyosialisasikan tata cara berpakaian khususnya bagi staf perempuan, untuk berbusana lebih sopan, tanpa menggunakan rok mini di kompleks parlemen ini.

Menurut Wakil Ketua DPR Pramono Anung hal ini merupakan bagian dari pembenahan dalam rangka perbaikan citra DPR. Aturan yang merupakan arahan badan urusan rumah tangga (BURT) kepada sekjen DPR ini ditujukan juga kepada semua staf dan anggota DPR. Jadi, bukan hanya sekretaris dan staf yang diperbaiaki cara berpkaiannya, cara berpakaian anggota DPR juga turut diperbaiki.

Pertanyaannya adalah apakah citra DPR bisa diperbaiki dengan tata cara berpakaian ini?
Bisa diduga bahwa citra DPR kini sedang buruk di mata masyarakat bukan karena stafnya berpakaian seksi tetapi karena masalah korupsi. Jadi, sebenarnya yang perlu dibenah adalah perubahan perilaku korup ini. Meskipun ini tidak dilakukan secara kolektif namun perilaku seorang anggota DPR yang korup bisa merusak citra anggota DPR secara keseluruhan. Citra buruk karena perilaku korupsi memang bukan hanya milik DPR, kaum eksekutif dan yudikatif juga hampir kena.

Daripada sibuk mengurus rok mini di DPR, lebih baik mereka mengubah perilaku korup yang melekat dalam diri beberapa anggotanya. Bukan tidak mungkin giliran berikutnya ada yang tertangkap korup. Pakaian seksi sama sekali tidak akan mengubah perilaku korup. Pakaian seksi juga sbenarnya merupakan bagian dari seni. Memang perludikritisi karena seni juga mengenal tempat. DPR bukan tempat yang baik untuk pameran seni berpakaian seksi.
Sayang sekali bahwa kebiasaan untuk menilai seni dari berpakaian rok mini belum dimiliki oleh sebagian orang sehingga ada interpretasi macam-macam terhadap perempuan berpakaian mini.

Berpakaian sopan memang merupakan bagian dari budaya timur dan budaya bangsa. Salut dengan anggota DPR yang menjunjung tinggi nilai budaya ini. Lebih bagus lagi kalau menjunjung tinggi nilai budaya lain seperti tidak korupsi. Budaya tidak korup inilah yang bisa mengembalikan citra DPR dan membangun kesejahteraan bangsa. Akhirnya, marilah kita semua berubah bukan hanya soal luar (berpakaian seksi) tetapi juga soal dalam (perilaku sehari-hari).

Semoga, dengan pakain yang tidak seksi di DPR, penghuni rumah ini juga tidak mempunyai ‘dompet rancangan UU ’ yang seksi. Jika bisa diselesaikan dengan cepat mengapa harus ditampung di ‘dompet’?


CPR, 6/3/2012
Gordi Afri

foto oleh Surlygirl
Makan malam dengan nasi itu biasa bagi kebanyakan orang Indonesia. Makan malam dengan dua potong roti itu luar biasa. Apalagi bagi saya yang Indonesia tulen.

Roti adalah makanan khas orang Eropa. Sejak kecil, mereka sudah merasakan enaknya roti bakar. Konon, mereka biasanya meracik roti itu dengan makanan lain seperti telur, sayur, dan tomat. Saya melihat beberapa kali, mereka meracik roti bakar itu. Kelihatannya mereka sangat menikmati makanan itu.

Roti bagi mereka adalah sarapan. Roti hanya dimakan pada saat pagi hari. Makan siang dan malam dengan menu yang berbeda. Jadi, roti digunakan sebagai makanan “alas perut’ sebelum berangkat kerja bagi orang Eropa.

Menjadi aneh ketika orang Indonesia, maksudnya saya, makan roti ini untuk santap malam. Ada apa ini? Asal tahu saja, saya tidak sedang berguyon. Ini kisah sungguhan bukan rekaan.
Merunut ke belakang, saya pernah makan roti, baik pagi hari maupun siang hari. Rasanya enak. Beberapa kali sempat meracik sendiri. Ya itu tadi, roti dicampur telur, sayur atau tomat. Saya makan roti pada siang hari ketika sakit. Satu-satunya makanan yang “diterima perut” adalah roti. Saya “diperbudak” oleh perut. Tetapi tidak apa-apalah. Sehebat-hebatnya manusia, entah dia presiden, olahragawan, gubernur, perdana mentri, orang berkaliber, suatu saat mesti tunduk pada kemauan perut.

Bukan hanya malam ini saja, saya santap malam dengan dua potong roti. Tiga malam yang lalu, saya melakukan hal serupa. Ini terjadi karena ada masalah dengan mulut saya. Ini bukan soal selera makan. Toh, sebagai orang Indonesia, saya lebih mencintai nasi daripada roti. Kalau saya makan nasi, perut saya kenyang. Sedangkan kalau makan roti, perut saya masih meminta menu tambahan.

Tiga malam yang lalu, mulut saya (sebelah kiri) agak kaku karena kena bius. Persis sama dengan yang dialami malam ini. Dibius karena baru saja diadakan cabut gigi sebelah kiri bawah. Tenatng cabut gigi nanti saya ceritakan di blog ini. Itulah sebabnya, mulut saya tidak bisa berfungsi dengan baik. Bahkan, agak sulit untuk membuka dengan lebar. Yang jelas, agak sulit memasukan nasi dengan sendok ke mulut. Salah satu jalan adalah tidak boleh makan nasi untuk sementara. Dan, itu yang saya lakukan. Tetapi, saya memilih makan roti supaya perut tetap diisi makanan.

Lagi pula, saya mesti minum obat. Kata dokter, jangan minum obat dengan perut tanpa terisi makanan. Maksudnya jelas, minumlah obat setelah makan. Nah, kalau perutnya belum terisi makanan, bagaimana mau minunm obat? Makan roti saja biar gampang kunyahnya. Gara-gara cabut gigi, saya makan dua potong roti untuk santap malam.***

CPR, 12/3/2012
Gordi Afri

the picture from internet
What can do, with five minutes? Maybe nothing. However, certainly there are many things can do that. “Five minutes” is the gold time to do something. Just five minutes.

I wanedt to tell my experience at Wednesday ago (20 November). At garage in the evening. I am alone. I was repairing my bicycle. I spent about 10 minutes. But, I was filed. I do not know how to pump my tires bicycle. Model of the nipple tires were new. I have not seen this model before. I try repeatedly, but always failed.

My friend is coming. He has just come back from one place. I ask him for help me. He agrees. He helps me. In the five minutes, the problem was solved. My tires were good. My thanks to him.

I was happy. I also can learn new way, mainly how pump these tires. Before, I know that is a small problem. But, now, I face with a new model. The new model is the new way.

I want to say that, in the five minutes, that problem is solved. Just five minutes. Five minutes is useful for doing anything. How about you. What’s meaning five minutes for you?

foto oleh Purnomo Shiddiq
Rencana pemerintah menaikkan harga BBM pada awal tahun 2012 menuai protes masyarakat. Di kompasiana ini ada banyak tulisan yang membahas isu-isu seputar kenaikan BBM.

Beberapa berita hari ini di kompas.com juga menayangkan isu-isu seputar BBM. Mahasiswa di Solo dengan tegas menolak kenaikan BBM ini. Aksi dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Solo ini menarik karena sekaligus mempromosikan penghematan BBM. Mereka mendorong sepeda motor sejauh satu kilometer menuju gedung DPRD Kota Solo. Aksi ini boleh dibilang langka. Biasanya orang berunjuk rasa dengan pawai kendaraan yang tentu juga memboroskan BBM.

Aksi mahasiswa ini pun bisa ditafsirkan macam-macam. Sebab, sehari-harinya mereka juga menggunakan sepeda motor, meskipun sebagian mungkin menggunakan sepeda. Apakah ini (mendorong sepeda motor) hanya aksi sesaat untuk menarik simpati rakyat? Tetapi kiranya aksi ini punya tujuan jelas, mengajak masyarakat melakukan protes atas rencana kenaikan BBM yang diajukan pemerintah. Tampaknya tidak masuk akal jika aksi mendorong sepeda motor ini ditujukan untuk mengajak masyarakat melakukan hal serupa. Sebab, motor mesti berjalan dengan bahan bakar. Beda dengan sepeda yang tanpa bahan bakar.

Di Semarang ceritanya lain lagi. Sekitar 100 elemen dan komponen masyarakat di kota ini mengadakan pertemuan di Markas Polrestabes Semarang. Dari pertemuan ini dihasilkan beberapa himbauan yakni mengajak masyarakat untuk tetap hidup damai, tanpa ricuh menanggapi rencana kenaikan BBM ini. Mereka melihat penjual dan pembeli (BBM) sebagai saudara sehingga tidak perlu ribut. Mereka juga mengajak siapa saja yang melakukan aksi untuk beraksi secara damai, menjaga suasana kondusif di ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini.

Banjarmasin sudah lebih jauh lagi. Di sana sudah terasa antrian besar-besaran. SPBU yang biasanya tidak menjadi tempoat antrian kini malah mulai antri. Harga BBM (khususnya bensin) pun sudah dipatok oleh pengecer. Harga bensin Rp 6.000 per botol dengan ukuran sekitar 1 liter, biasanya harga di pengecer hanya Rp 5.500 per botol. Demikian diwartakan kompas.com hari ini.

Tiga situasi ini menandai keresahan masyarakat terhadap rencana pemerintah ini. Bagi saya yang orang awam terhadap masalah BBM, rencana ini tampaknya memiliki agenda tersembunyi. Kondisi global memang emmpengaruhi harga BBM kita. Namun, bukankah Indonesia termasuk negara yang kaya BBM? Ke manakah orang elit negeri ini yang bisa mengelola kekayaan alam ini dengan bijaksana?

Rencana pemerintah ini juga cenderung dinilai aneh. Pemerintah berencana menaikan BBM lalu memberi subsidi BLT. Mengapa dana BLT ini tidak digunakan untuk menstabilkan harga BBM? Apakah pemerintah mau populer di mata masyarakat dengan kebijakan BLT ini? Padahal semua orang juga tahu pemberian benatuan semacam ini tidak mendewasakan (mandiri) rakyat. Beberapa hari yang lalu, seorang tokoh publik menilai kebijakan BLT seperti ini bagai perumpamaan memberi ikan kepada pemancing dan bukan memberi kail. Jadi, pemerintah kita mau memanjakan rakyatnya?? Kalau begitu kapan rakyat mandiri dan Indonesia bangkit dari kemiskinan ini??


CPR, 13/2/2012
Gordi Afri

foto oleh Cyprus University of Technology Library
Setiap karyawan kantor diharapkan untuk disiplin bekerja. Mulai tepat waktu dan selesai tepat waktu. Hal ini berlaku di kantor mana saja. Di kampus, dosen diharapkan datang ke kelas tepat waktu. Demikian juga dengan mahasiswanya.

Beruntung sekali saya sering bertemu orang yang disiplin seperti ini. Tiap kali dipanggil selalu menepati janjinya. Soal waktu (jam) memang tidak selalu tepat. Kondisi lalu lintas Jakarta tidak memungkinkan hal itu. Tetapi soal harinya, dia selalu tepat.

Mula-mula saya menyiapkan strategi jitu. Menghubunginya pada malam hari atau pagi-pagi buta. Tujuannya jelas, dia sudah siap dengan peralatannya. Dia mencatat jadwal itu dalam agendanya. Seperti seorang mahasiswa yang mempunyai jadwal yang jelas. Dia perlu persiapan jauh-jauh hari sebelumnya. Minimal dia menyiapkan satu mata kuliah pada malam harinya.

Dia adalah sosok yang membantu kami setiap bulan. Dia mengecek mesin fotokopi kami setiap bulan. Kadang-kadang ada kerusakan besar. Biasanya saya memberitahu jenis kerusakan dengan harapan dia akan tahu alat-alat mana saja yang mesti disiapkan untuk memperbaikinya. Kadang-kadang dia harus datang dua kali dalam sehari gara-gara ketidakcocokan alat.

Tetapi, dia selalu semangat untuk datang. Suatu kali, dia terkena hujan ketika pulangnya. Dia merapikan tasnya, membungkusnya, lalu mengenakan pakaian hujannya. Sepatunya diganti dengan sepatu anti hujan. Lalu, barang berharga seperti dokumen kantor dan kendaraan serta kartu identitas diselipkan di jok motor.

Saya terkesan dengan sikapnya. Selalu semangat dan mau berbagi. Tiap kali datang dia memberi tips kecil. Kalau mesin macet dia menunjukkan cara mengatasinya. Ini tentu saja untuk kerusakan kecil yang biasanya tidak memerlukan teknisi. Pelan-pelan dia memberitahukan juga beberapa tombol lain yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah.
Belum pernah dia menolak untuk datang kalau dipanggil. Entah ada kerusakan besar atau kecil, dia selalu datang. Bahkan tidak ada kerusakan pun dia datang. Prinsipnya, dia mengunjungi pelanggan minimal sekali sebulan. Jadi, lama-lama karena sering bertemu, kami saling kenal. Perkenalan antar-pribadi menurut ahli psikologi membuat orang saling terbuka.

Pendapat ini ada benarnya juga. Saya sering bertanya tentang keluarganya. Kadang-kadang dia yang bertanya duluan. Mulai dari perkenalan hal kecil seperti identitas, asal, kuliah, berapa lama di Jakarta, dan sebagainya. Saya pun tergoda untuk mengenalnya, tempat tinggal, berepa lama bekerja, bagaimana dengan pekerjaan hari ini, dari sini akan kemana lagi.

Ya, senmuanya berawal dari ketepatan dalam bekerja. Tepat waktu memang dituntut untuk siapa saja dan di mana saja. Kemacetan lalu lintas tidak menyurutkan orang untuk berjuang menepati janjinya. Bravo….Mas…terima kasih atas jasamu.***

Salam

Gordi Afri,
CPR, 14/3/2012.

fotoo leh kecek
Mengapa muncul ide menulis tentang poligami? Ya karena istilah poligami itu masih menyimpan tanda tanya besar. Namun, seolah-olah kita menerimanya begitu saja selama ini. Makanya, ada ide untuk menelusurinya.

Poligami memang bukan kata yang baru bagi kita. Kata ini kerapkali digunakan entah untuk mengungkapkan fakta, menyampaikan guyonan, mengungkapkan tuduhan, dan sebagainya. Ini sah-sah saja sejauh sesuai konteksnya. Dan, tak seorang pun melarang siapa saja menggunakan kata ini.

Saya tidak mau mempersoalkan bagaimana kita menggunakannya. Yang dipersoalkan adalah arti kata ini mengundang tanda tanya besar. Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa terbitan tahun 2008 mendefinisikan kata poligami demikian.Poligami (hal perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan lebih dari seorang). Poligami dikategorikan sebagai kata benda atau n. Kata ini bukan termasuk salah satu kata yang terdaftar tetapi hanya sebagai kata turunan atau kata lain dari pemaduan. Pemaduan diturunkan dari kata dasar madu.

Kata poligami dalam penegrtian di atas tidak adil. Yang disoroti hanya lelaki. Saya tidak sedang membela lelaki. Kebetulan saya lelaki tetapi tidak ada hubungan dengan maksud tulisan ini. Apakah hanya lelaki yang mempunyai hubungan dengan banyak perempuan? Kasarnya apakah lelaki saja yang kawin dengan banyak wanita? Apakah wanita tidak mempunyai suami lebih dari satu?

Boleh jadi kata poligami saja yang muncul karena kita di Indonesia-secara umum-menganut budaya patriarkat. Ini hanya kemungkinan yang muncul dalam benak saja. Saya tentunya tidak berandai-andai jika ini benar. Tetapi saya juga tidak mau menjadikan alasan ini sebagai dasar munculnya istilah ini. Yang jelas hanya penyusun kamus saja yang tahu. Atau bahkan mungkin penyusun belum memikirkan bentukan kata ini secara lebih luas.

Kata poli, kita sudah tahu, berarti banyak. Kata banyak mengandung pertanyaan lebih lanut, banyak apa? Banyak lelaki saja? Banyak wanita saja? Tentunya kalau mau adil banyak wanita dan lelaki. Faktanya memang ada satu lelaki yang menikah (atau mempunyai) dengan banyak wanita sekaligus. Dan, boleh jadi ada wanita yang menikah (atau mempunyai) dengan banyak lelaki sekaligus.

Oleh karena itu, alangkah baik kalau dua kata lanjutannya disertakan. Itulah sebabnya saya menyertakan dua kata lanjutan pada judul tulisan di atas yakni poliandri dan poligini. Tak perlu penjelasan banyak untuk dua kata ini. Asal tahu saja permasalahannya tadi. Poliandri itu untuk wanita yang mempunyai atau menikah dengan beberapa lelaki sekaligus. Dan, poligini untuk lelaki yang mempunyai atau menikah dengan beberapa wanita sekaligus.

Nah, kalau begitu untuk apa ada istilah poligami? Rasanya boros kalau ada tiga kata, toh yang efektif dua saja. Atau poligini atau poliandri. Dua kata ini sudah cukup untuk menjelaskan dua masalah tadi. Istilah poligami tampaknya menyangkut hubungan yang lebih dari satu (poli). Jadi, poligami mencakup hubungan antara satu wanita dan banyak lelaki atau hubungan antara satu lelaki dan banyak wanita. Maaf, sengaja memakai kata satu dan bukan seorang, untuk membedakan dengan banyak.

Demikian saja ocehan yang terlintas pagi ini. Selamat beraktivitas untuk semuanya. Salam kompasiana.

CPR, 19/3/2012
Gordi Afri

picture from internet
At this time, I want to tell about the silent places. I don’t plan to tell it. This idea turns up when I attend the retreat. Today, 5 November 2013, myself and the other member of our community in Parma celebrated the Feast of Saint Guido Maria Conforti. The Feast finished at lunch. After that, we went to the other city Ravena to follow the retreat.

This retreat, for me, was this much. During this year, I have followed the retreat in Indonesia. Every did retreat I always attract with the silence. Therefor I write about the silence.

First night, in this place, I entered the prayer room, the chapel. I feel the silent situation. I want to pray in this room. First, because my interest in this situation. Second, because I want to enjoy this situation. After praying, I remember the other places where I did retreat. Almost all that place have the silent places. Every retreat I feel this situation.

There are many things in silence. Physically we are silent but psychologically, or intelligently, we are not silent. We think many things. Remember one moment, one situation, one activity, and so on. I think these things were important.

Therefor I suggest in order to we create one moment for silent. We can seek one place where we can fill the silence.

Gordi

foto oleh Dismolanza
Jangan bilang sulit memulai menulis. Yang sulit adalah kemauan untuk menulis. Kalau kemauan ada, menulis jadi gampang. Ada kemauan ada jalan.

Saya punya satu tips untuk memulai menulis yakni melihat komentar atau berkomentar tentang satu tulisan. Saya yakin kalau kita sering berkomentar tentang tulisan teman, kita jadi terangsang untuk membuat tulisan.

Coba saja iseng-iseng membuat beberapa komentar pasti kita akan biasa menulis. Komentar itu sendiri termasuk tulisan. Tinggal saja mengembangkan komentar itu, jadilah tulisan yang siap ditayangkan. Jadi, mulailah dengan komentar.

Ini hanya salah satu tips. Ada banyak tips lainnya yang bisa membantu. Intinya jangan pernah mengeluh dengan membuat tulisan.

Komentar sekalipun itu sangat jorok, tetap ada manfaatnya. Bisa saja kita melihat pelajaran di balik komentar jorok itu. Nah, kalau yang jorok saja bisa diubah jadi yang baik apalagi komentar yang baik mungkin sekali dibuat lebih baik lagi.

Jadi, tunggu apalagi, mulailah menulis sekarang juga.
Selamat pagi semuanya,….

CPR, 23/3/2012
Gordi Afri

foto oleh wahyou_jp
Gubernur sebagai pemimpin masyarakat hendaknya tidak tinggal diam di kantor tetapi turun ke lapangan merasakan kehidupan rakyat kecil.

Terkait dengan pilkada Jakarta, ada beberapa hal yang mesti dirasakan juga oleh gubernur nanti. Masyarakat mengharapkan agar gubernur dan rakyat sama-sama merasakan hal itu. Bukan sekadar merasakan tetapi bagaimana mencari solusinya.

Masalah banjir misalnya. Semua warga sudah tahu kapan banjir itu menghantui mereka. Dan pada saat itu rakyat menjadi korban. Kantor-kantor pemerintah sampai istana juga terkena imbasnya. Tetapi masyarakat seolah-olah tinggal sendiri. Solusi yang diajukan pemerintah bersifat reaksif. Bantuan sementara untuk masyarakat biasanya hanya dengan memberi sembako dan peralatan transportasi lainnya. Nah, sampai kapan hal ini menjadi sandaran? Bukankah kalau ada solusi permanen, masyarakat Jakarta tidak sibuk lagi dengan masalah klasik ini?

Karena banjir merupakan masalah besar di Jakarta maka penanganannya mesti melibatkan semua warga Jakarta. Beberapa ahli tata kota baik dari dalam maupun luar negeri pernah mengatakan penanganan banjir mesti ada keterlibatan warga. Hanya dengan itu masalah banjir bisa diatasi.

Sebagai langkah awal, warga sebaiknya dilibatkan untuk menjaga pemukiman mereka agar tetap bersih. Pemandangan yang tidak asing kiranya ketika di mana-mana ada sampah berserakan. Lebih parah lagi ketika sampah itu menghambat perputaran air di setiap selokan. Kunci utama masalah banjir adalah masalah kelancaran saluran air.

Oleh karena itu, mesti ada gerakan dari atas yang didukung oleh gerakan dari bawah untuk menuntaskan masalah sampah yang menjadi biang keladi masalah banjir. Gerakan ini bukanlah gerakan sekali jadi tetapi membutuhkan proses. Tidak gampang menggerakkan warga Jakarta yang sudah sedemikian kehilangan kepekaan akan masalah sampah untuk berubah sikap. Tetapi seperti kata pepatah, tak ada yang sulit selain memulai mengerjakannya.

Tulisan ini terkesan ideal belaka namun saya yakin kalau masalah sampah diatasi, kehidupan warga Jakarta akan berubah. Oleh karena itu, kepada para calon gubernur dan wakil gubernur, harapan kami ini disampaikan. Kami akan mendukung dengan banyak bekerja (bukan banyak berkata-kata) jika bapak-bapak sekalian memulainya. Kami orang kecil kadang-kadang membutuhkan dukungan dari bapak-bapak yang mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan bersama.

CPR, 25/3/2012
Gordi Afri

foto oleh Melda Sitompul
Sebentar lagi pilkada DKI akan berlangsung. Ada berjuta janji dan berlaksa kata-kata yang akan didengarkan menjelang pilkada.

Saya mencoba melihat beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh calon gubernur ketika menjabat nanti. Hal yang akan diutarakan di sini muncul dari kondisi ril masyarakat Jakarta saat ini.

Jakarta sebagai kota khusus yang menjadi ikon negara Indonesia semestinya setara dengan ibu kota negara lainnya. Orang bilang melihat Indonesia itu seperti melihat Jakarta. Kalau Jakarta nyaman dan indah maka orang menilai Indonesia itu indah dan nyaman. Kalau orang Jakarta ramah maka orang akan menilai Indonesia itu ramah. Sebaliknya kalau Jakarta itu kotor, polusi, macet maka seperti itulah gambaran orang tentang Jakarta.

Maka, tidak salah kalau beberapa hal berikut menjadi perhatian untuk calon gubernur Jakarta.

Pertama, perbaikilah jalan-jalan di Jakarta. Banyak warga Jakarta mengeluh dengan kondisi jalan yang berlobang, rusak, sempit, macet, dan sebagainya. Jalan di Jakarta menjadi salah satu faktor penentu lancarnya perputaran perekonomian. Kalau ke pasar macet maka orang akan malas ke pasar. Kalau ke tempat kerja harus melalui kemacetan maka orang akan berdesak-desak merebut peluang untuk tiba di tempat tujuan. Banyak akibat yang ditimbulkan hanya dengan merebut jalan.

Kedua, ciptakan Jakarta yang nyaman. Akhir-akhir ini masyarakat Jakarta diresahkan dengan aksi premanisme, perampokan, pencurian, dan kejahatan lainnya di Jakarta. Masyarakat tahu hanya pemerintah yang memiliki kekuatan personel keamanan yang bisa menghadapi premanisme semacam ini. Entah bagaimana caranya masyarakat hanya mengharapkan satu hal yakni rasa aman. Masyarakat tak bisa memahami jika polisi diam saja atau lambat menangani kasus pencurian. Pertanyaan masyarakat adalah ke mana saja aparat keamanan ini? Apakah berpangku tangan saja atau membiarkan??

Ketiga, buatlah urusan administrasi yang tidak berbelit panjang. Urusan KTP elektronik yang baru saja dilaksanakan membuat sebagian masyarakat bosan. Pelayanan di kantor-kantor administrasi mulai dari kelurahan dan jajarannya kadang-kadang lambat. Bayangkan betapa bosannya masyarakat ketika tidak dilayani dengan baik oleh aparat. Semua orang tahu warga Jakarta mau cepat-cepat sehingga baiklah kalau urusan administrasi dipercepat. Kalau bisa cepat mengapa mesti dibuat lambat?

Keempat, layanilah masyarakat miskin di kota Jakarta. Banyak orang miskin dari daerah mencari rezeki di Jakarta. Mereka mendengar cerita kalau banyak uang negara beredar di Jakarta. Mereka juga ingin mendapat uang untuk melanjutkan hidup ini. Meski sampai di Jakarta mereka hanya mendorong gerobak, meminta-minta, dan sebagainya, mereka mau bertahan hidup di Jakarta. Oleh karena itu, aparat pemerintah sebaiknya memperlakukan mereka seperti manusia lainnya. Kiranya tak etis kalau mereka ditolak dengan kasar atau diusir dengan paksa tanpa memberi pekerjaan. Tak etis juga kalau menggunakan kekuatan pol pp untuk menjebloskan mereka ke panti sosial.

Kelima, berilah fasilitas kepada pedagang kaki lima atau rakyat lainnya yang mendirikan rumah di atas tanah sengketa. Rasanya tidak adil kalau lapak pedagang kaki lima digusur lalu mereka dibiarkan mencari tempat berlindung. Mereka tentu butuh naungan sementara untuk bertahan hidup. Baik kalau masalah pemindahan disiapkan jauh-jauh hari sehingga tidak menimbulkan aksi penolakan dari masyarakat.

Ini hanya beberapa masalah yang dialami masyarakat DKI. Masalah lain tentu saja ada. Kiranya calon gubernur yang terhormat mendengar keluh-kesah kami warga Jakarta.

CPR, 25/3/2012
Gordi Afri

foto oleh the1 sttimes
Beberapa hari belakangan, media massa di Indonesia dihiasi dengan berita seputar rangkaian demo yang dilakukan oleh mahasiswa (oknum mahasiswa), kelompok buruh, kelompok sopir angkutan, dan sebagainya. Saya menghargai aksi demo ketiga kelompok ini. Namun, saya tidak setuju dengan demo para mahasiswa.

Untuk diketahui saja, bahwa tidak semua mahasiswi/a di Indonesia terlibat daam aksi demo penentangan kenaikan BBM. Kampus kami tidak mempunyai utusan atas nama kampus untuk terlibat dalam aksi demo. Entah ada yang ikut, itu pasti atas nama pribadi. Yang jelas, kami sebagai mahasiswi/a berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan aksi demo itu. Apakah kami tidak peka dengan rakyat kecil? Apakah kami tidak bersolider dengan aksi demo para mahasiswi/a di sejumlah kota di tanah air, Jakarta, Bandung, Jember, Sukoharjo, Surakarta, Probolinggo, Medan, Makasar, Surabaya, Malang, Jember, Semarang, Samarinda, Jambi, Lampung, Brebes, Yogyakarta, Palangkaraya, Kendari, Ternate, dan lain-lain?

Tampaknya, kami seperti pembangkang yang tidak peduli dengan rakyat kecil. Kami juga merupakan bagian dari rakyat kecil. Bukankah ini sebuah pengkhianatan? Entah pembaca menilainya seperti itu atau mencap dengan label lainnya, itu sah-sah saja, yang jelas saya dan teman-teman di kampus tidak mau terlibat dalam aksi demo itu. Saya termasuk mahasiswa yang tidak setuju dengan aksi demo yang dilakukan mahasiswa beberapa hari ini. Jangan menilai saya pembangkang karena saya akan memberikan alasan di balik aksi untuk tidak demo.

Pertama, saya mesti mengakui dan berterima kasih atas perjuangan teman-teman mahasiswa untuk memperjuangkan hak rakyat kecil. Saya salut dengan perjuangan teman-teman. Tetapi, saya tidak setuju dengan perjuangan dalam bentuk demo. Mengapa saya tidak setuju? Aksi demo yang digelar di beberapa kota itu tidak mempunyai alasan yang jelas. Jangan-jangan teman-teman hanyalah gerombolan yang ikut-ikutan saja tanpa tahu tuntutan demo itu seperti apa? Apa yang teman-teman perjuangkan dengan aksi demo itu?
Menurut hemat saya, jika aksi demo itu mempunyai tuntutan yang jelas, hampir pasti bahwa demo itu berhasil. Katakanlah membatalkan kenaikan BBM yang sedang direncanakan pemerintah dan DPR. Itu tuntutannya dan hanya itu. Tuntutan itu mesti digemakan dalam aksi demo yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa dari berbagai kota di penjuru tanah air. Jadi, demo itu berlangsung selama tuntutan itu belum dipenuhi.

Tetapi, tuntutan itu, menurut hemat saya, tidak cukup. Ibaratnya dalam berdebat, kita memilih untuk tidak setuju dengan sebuah pendapat dan mempunyai pendapat lain yang kita ajukan. Kalau mahasiswa tidak setuju dengan kenaikan BBM, lau apa kira-kira solusinya? Dengan membatalkan kenaikan BBM, apa kira-kira yang bisa dilakukan pemerintah dan rakyat sehingga keduanya tidak mengalami kerugian besar?

Pilihan lain bisa bermacam-macam. Bisa dengan mengajukan tuntutan menasionalkan perusahaan asing yang mengelola sumber BBM di negeri ini. Cara inilah yang dilakukan pemerintahan Hugo Chavez di Venezuela. Ini hanya salah satu contoh saja. Teman-teman mahasiswa bisa membuat pilihan lain yang kiranya bisa dterapkan di negeri ini jika kenaikan BBM dibatalkan. Dengan tuntutan yang jelas, aksi demo itu terarah dan tidak ada dualisme.

Kedua, aksi demo yang dilakukan mahasiswa justru merugikan masyarakat lainnya. Lihat saja aksi demo beberapa hari belakangan yang dibarengi dengan aksi brutal lainnya. Salah satu kerugian yang sudah pasti  adalah kemacetan. Bayangkan kerugian masyarakat jika beberapa ruas jalan utama ditutup blokade aksi mahasiswa. Ini sama dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Apakah tidak lebih baik kalau mahasiswa cukup beraksi di salah satu tempat tanpa menutup akses jalan yang digunakan masyarakat lainnya? Atau apakah nmahasiswa harus menutup akses jalan itu supaya masyarakat tahu bahwa mahasiswa masih eksis memperjuangkan kehidupan rakyat kecil? Dalam hal ini teman-teman mahasiswa mesti berpikir ulang. Jangan menganggap diri paling berkuasa sehingga di jalan pun paling berkuasa. Padahal tindakan itu justru tidak memperjuangkan kehidupan rakyat kecil.

Aksi brutal lainnya adalah pemboikotan dan pelumpuhan jaringan listrik PT Telkom selama 2 jam di Kendari, membakar ban bekas dan aksi lainnya.

Tampaknya agak berlawanan antara aksi demo dengan tujuan memperjuangkan kehidupan rakyat kecil dan tindakan yang dilakukan. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi melumpuhkan jaringan listrik yang justru merugikan banyak orang. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi dengan membakar ban motor yang memperparah kerusakan lingkungan. Muncul pertanyaan, ini aksi demo atau ungkapa kemarahan? Kalau mau marah bereskan dulu penyebab kemarahan itu, dan jangan merugikan masyarakat lainnya.

Inilah argumen saya untuk memilih tidak ikut aksi demo bersama teman-teman mahasiswa lain. Kalau saya ikut maka jumlah pelaku pembakaran motor dan ban bisa bertambah. Kalau saya ikut maka pelaku perusakan lingkungan bertambah. Kalau saya ikut maka panjang kemacetan di beberapa kota jadi bertambah.

Meski saya tidak ikut demo, saya menghargai aksi demo yang dilakukan teman-teman mahasiswa di beberapa kampus di beberapa kota di penjuru tanah air. Kalau tuntutan demo dan solusinya jelas, saya akan mengajak mahasiswa lainnya untuk demo. Kita bersama-sama memperjuangkan kehidupan kita sebagai rakyat kecil dengan cara yang pas, tepat, dan tidak merugikan kepentingan umum. Negeri ini bukan milik kita, para mahasiswa saja, tetapi milk seluruh rakyat Indonesia. Kita hanyalah bagian kecil dari seluruh rakyat Indonesia.***

CPR, 30/3/2012

Powered by Blogger.