Halloween party ideas 2015
Showing posts with label Catatan Lepas. Show all posts

di kaki gunung inilah orang Trento menanam apel dan anggur


Hidup mesti kreatif. Kalau tidak kreatif, boleh jadi jatuh dalam kebosanan. Demikianlah hidup menjadi sebuah kebosanan jika tidak sanggup membuatnya dengan kreatif.

Orang kreatif tidak pernah membuang kesempatan yang ada. Dia akan mencari cara agar waktu yang ada diisi dengan hal yang berguna. Entah bagi kehidupannya, sesama, sosial, juga lingkungan hidup. Ahli komputer yang kreatif tidak akan pernah merasa dirinya hebat. Dia akan terus memperbarui ilmunya. Mencari cara baru mengatasi persoalan komputer.

Demikian dengan seorang sarjana teknik mesin yang selalu mencari cara termudah dan murah untuk menciptakan sebuah mesin baru. Cara baru seperti ini hanya bisa ditemukan jika dia kreatif mencarinya. Mencari dengan mencoba, gagal, lalu coba lagi, tanya sana-sini, dan sebagainya.

Kekreatifan itulah yang dimiliki petani apel dan anggur di daerah Trento, Italia bagian Utara. Trento rupanya dikenal sebagai penghasil apel yang terbaik dan terbanyak di Italia. Juga penghasil anggur yang bagus. Keberhasilan ini tentu saja tidak mudah. Bayangkan saja, sebagian besar wilayah Trento berada di antara beberapa gunung dan lembah. Gunung itu bukan gunung yang penuh dengan pohon. Gunung-gunung tersebut berupa bongkahan batu. Batulah yang jadi dasar gunung itu. Ada lelucon teman saya, kalau ada orang Trento jangan kaget jika kepribadiannya seperti orang Jerman. Tepat waktu, tegas, dan teguh pada pendiriannya. Ya seperti batu yang tidak mudah dipecahkan.

buah apel di trento
Mungkin keteguhan ini kurang bagus karena akan membuat yang lain sulit bekerja sama. Jika setiap orang berpegang kuat pada pendiriannya dan tidak mau menerima pendapat orang lain, kehidupan bersama akan retak. Keteguhan di satu sisi justru menjadi pintu menuju keberhasilan. Keteguhan seperti inilah yang dimiliki masyarakat Trento. Dengan keteguhan itu, mereka mencari cara agar mereka bisa bertahan di tanah yang kelihatannya tidak mudah menghasilkan sesuatu.

Pencarian mereka berbuah. Mereka menemukan bahwa di lahan mereka, bisa tumbuh apel dan anggur. Mereka menanam apel dan merawatnya sampai menghasilkan apel yang terbaik di seluruh Italia dan Eropa. Demikian juga dengan anggur. Rupanya di sini ada lumbung anggur yang besar sekali. Di lumbung inilah mereka menampung hasil anggur mereka sebelum disebarkan ke seluruh Italia dan Eropa.

Orang biasa akan melihat posisi Trento sebagai tanah tanpa harapan. Tetapi bagi orang Trento, tanah mereka justru menjadi harapan besar. Mereka yakin sekali akan hal ini. Tak jarang jika sejak kecil mereka selalu berharap. Mungkin karena ini orang Trento terkenal dengan keperibadian mereka yang tegas, teguh pada pendirian. Tidak ada kata gagal dan tidak bisa untuk orang Trento. Bagi mereka, semuanya bisa saja terjadi sesuai kehendak kita. Asal saja kita mau mencobanya. Teman saya dari Trento pernah menasihati saya dengan kata-kata harapan seperti ini. saya kenal dia sebagai orang yang tegas dan mau mencoba segala sesuatu. Jika gagal dia akan mencoba lagi sampai menemukan dirinya gagal total. Jika gagal total dia akan bilang, ini di luar kemampuan saya. Saya sudah mencobanya sekuat tenaga dan saya tidak bisa.
selalu ada jalan di antara 2 gunung

Mencoba sampai menemukan keterbatasan rupanya menjadi sikap yang arif menghadapi sebuah kemungkinan. Jika tidak mencoba memang akan mustahil menemukan keterbatasan itu. Orang Trento kiranya sudah banyak mencoba menanam apel, melewati masa gagal panen, sampai akhirnya menemukan cara terbaik untuk menghasilkan apel dan anggur terbaik di Italia.

Selamat mencoba.

Sekadar berbagi dari seberang.

PRM, 3/9/2015


Dari gedung tinggi ke pohon tinggi. Dari berwarna-warni ke warna hijau.

Demikianlah gambaran pemandangan yang terlintas di mata saya dua tahun lalu. Betapa tidak, saya baru saja datang dari Jakarta. Tinggal di antara jejeran bangunan tinggi. Pemandangan yang sehari-hari nyata di depan mata. Tentu ada juga pepohonan hijau seperti di sekitar rumah kami di bilangan Jakarta Pusat. Tetapi apalah artinya pepohonan itu dibanding luasnya gedung tinggi di seluruh kota Jakarta.

Datang ke Italia, negara yang dijuluki sebagai kaya budaya dan seni. Selain seni, rupanya Italia dikenal sebagai negara hijau. Maksudnya, hampir di setiap kota selalu ada bagian hijaunya. Italia memang sangat ketat dalam menerapkan hukumnya. Salah satunya adalah mewajibkan pembangun apartemen untuk menyediakan lahan kosong sebagai ‘bagian hijau’ di sekitar pekarangan apartemen. Jika ini tidak dipenuhi, izin mendirikan sebuah apartemen tidak akan keluar. Jangan heran jika di setiap bagian dari sebuah kota, selalu ada bagian hijaunya. Entah berupa taman kota atau pekarangan apartemen.

Suatu ketika, saya pergi ke pinggiran kota Ravenna, salah satu kota seni di Italia. Menginap di salah satu rumah yang letaknya di bagian tengah hutan. Bukan hutan tanpa pemilik. Hutan yang dimaksud adalah rerimbunan pohon cemara. Pepohonan inilah yang mengelilingi rumah ini. Rumah hening ini tepat berada di tengah hutan cemara ini. Tidak banyak suara yang masuk ke rumah ini. Maka, sangat cocok jika rumah ini dipakai sebagai rumah untuk berhening. Entah berdoa atau bermeditasi. Rupanya banyak pengunjung rumah ini betah tinggal di sini. Lumayan menikmati keheningan dan hijaunya kompleks ini.

Setiap hari, saya berjalan-jalan mengitari kompleks ini. Lebih dari dua kali saya berputar-putar. Boleh dibilang, minimal 14 kali saya mengelilingi kompleks ini selama 7 hari di sana. Saya tak ingat apakah pernah 3 atau 4 kali sehari. Atau kadang-kadang 1 kali saja. Hari pertama saya mengitari semua sudutnya. Hari berikutnya, kadang-kadang berhenti lama di bawah satu pohon. Atau berhenti tepat di ujung jalan. Tidak ada mobil yang lewat karena memang tidak boleh lewat sembarang di kompleks ini. Pejalan kaki tentu saja tetapi tidak untuk mobil. Pemandagn hijau dari ujung jalan itu membuat saya betah menatapnya lama-lama. Betapa indahnya pohon cemara ini. Saya berandai-andai, kalau saja ada yang menemani, saya akan mengajak teman saya untuk duduk dan bercerita lama atau duduk bermeditasi lama-lama di sini. Kalau teman saya itu perempuan, saya mengajaknya bercinta di bawah pohon cemara ini saja. Pasti dia akan betah duduk berdua sambil bercerita di kompleks ini.

Saya yakin pemilik rumah ini betah tinggal di sini. Rasanya seperti tinggal di vila pribadi di kawasan puncak, Bogor, Jawa Barat. Letak rumah yang berada di tengah seolah-olah menunjukkan bahwa rumah itulah yang jadi pusat kompleks ini. Dari rumah inilah semua inspirasi untuk membangun dan melestarikan kompelks ini. Pemilik rumah suatu pagi berbisik pada saya, “Rumah ini bukan rumah kita. Kita menerimanya secara gratis. Pemiliknya menugaskan kita untuk melestarikan kawasan yang ada. Itulah sebabnya, kami terus merawat pepohonan ini dan menjaga keaslian kompleks ini sesuai arahan pemiliknya yang telah tiada itu.”

Saya tertegun mendengar ujaran pemilik rumah ini. Kawasan hijau seperti ini memang mesti dilestarikan. Dan, tentu banyak godaan untuk melalaikannya. Kawasan indah dan teduh ini bisa saja dirusakkan dalam sekejap mata. Cukup membuang sampah di sembarang tempat, rusaklah kawasan ini. Tidak ada lagi udara bersih karena sudah terpolusi oleh bau busuk sampah tadi. Tapi, ini tidak saya temukan di kompleks ini. Pemilik rumah justru menunjukkan pada pengunjung cara dia melestarikan kawasan ini. Salah satunya ya, bangun pagi-pagi, sambil berlari-lari, dia membawa tong sampah organiknya. Membuangnya di salah satu bagian dari rumah ini. Di sana sudah ada tempat khusus yang disediakan. Di sanalah sampah organik itu disimpan. Sampah-sampah itu akan diolah secara alamiah hingga nantinya akan jadi pupuk. Saya tidak sempat memintanya menjelaskan cara pengolahannya.

Rupanya tidak cukup sebatas mengagumi kawasan hijau tetapi mesti tahu cara membangun dan merawatnya.

Salm cinta hijau.

PRM, 31/8/2015

Warna kesukaanmu apa? Begitu pertanyaan teman saya beberapa waktu lalu. Pertanyaan semacam ini sering saya dengar. Saya pun menjawab ala kadarnya. Bukan karena tidak mau menjawab. Saya menghormati teman yang bertanya ini. Tentu dia punya maksud di balik bertanya. Atau tentu saja ada juga yang bertanya ala kadarnya saja alias iseng. 

Saya menjawab sekenanya saja karena saya tidak pernah memilih warna yang paling saya suka. Bagi saya semua warna itu sama saja. Tentu menjadi indah ketika ditempatkan pada situasi yang cocok. Kalau saya sedang melihat bendera Indonesia, saya suka warna Merah yang dipadan dengan Putih. Demikian ketika naik gunung bulan Agustus kemarin. Saya lihat banyak sekali dua warna ini ditempelkan pada batu atau pohon. Hanya saja posisinya terbalik seperti benderanya Polandia. Rupanya bendera ini jadi penanda jalur pendakian yang berlaku di seluruh Eropa. Saya dapat jawaban ini dari seorang Italia yang suka naik gunung. 

Kalau saya sedang memandang ke langit atau menatap indahnya lautan, saya suka warna biru. Mataku menatap berjam-jam melihat birunya langit dan laut. Demikian ketika melihat pelangi yang warnanya macam-macam. Rupanya jadi indah. Keindahan yang tiada tara. Seperti indahnya pulau-pulau di Indonesia yang diminikan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. 

Keindahan seperti inilah yang saya hidupi sejak masa kecil. Karena saya hidup di gunung, warna dominan yang saya lihat adalah warna hijau. Tanpa mengurangi warna langit-biru. Hijau bagi saya adalah tanda kesuburan. Kesuburan yang menjadi impian kami, para petani. Tanah subur adalah idaman. Di baliknya, ada hasil panen. Entah padi, kopi, cengkeh, fanili, cokelat, pohon Jati, Mahoni, Ampupu, Sengon, dan sebagainya. 

Di balik kesuburan juga tersimpan rerimbunan pohon. Rerimbunan yang mungkin sederhana tetapi dari sudut pandang seni, rerimbunan itu jadi indah. Rerimbunan yang juga jadi sarang burung, tempat berteduhnya manusia. Di balik kesuburan, juga tersimpan rerumput hijau. Rumput yang jadi tempat terbaik untuk bermain sepak bola bagi kami anak desa. Rumput yang juga jadi makanan ternak kami. Kuda, Kerbau, Sapi, Kambing, dan sebagainya. 

Hijau bagi kami adalah warna rejeki. Belum senang rasanya kalau belum muncul kehijauan. Sebaliknya, kalau hijau muncul, perasaan langsung bergembira ria. Bukan saja bergembira tetapi mata kami juga seolah-olah tak berkedip melihat indahnya alam. Melihat bunga mekar, dedaunan hijau kala musim hujan mulai. Kami bahagia dengan warna hijau. 

Warna hijau juga menjadi warna harapan. Harapan akan hasil panen padi. Harapan ini sudah kami tanamkan sejak kami menanam padi. Berlanjut ketika kami melihat padi itu bertumbuh subur nan hijau saat berumur 1,5-2 bulan. Maka, di balik hijau tersimpan harapan besar. Kalau panen padi berhasil betapa kebahagiaan kami bertambah. Maka, hijau itu sungguh besar artinya bagi kami. 
Kalau ada lagi yang bertanya, apa warna kesukaan saya, saya akan menjawab untuk saat ini, saya memilih warna hijau. Tentu warna hijau menjadi lebih indah juga ketika dipadukan dengan warna lainnya. 
Jadi, apa warna kesukaanmu???

Parma, 31/8/2015


Ada benarnya kata-kata orang, banyak lucu panjang umur. Banyak tawa, banyak senyum juga panjang umur.

Jangan tanya penelitian ilmiahnya. Ini hanya iseng-iseng orang yang kadang-kadang terbukti kebenarannya. Sebab, ada orang yang lucu dan umurnya tua. Dia panjang umur. Lalu, ada yang mengira, itu karena dia lucu. Benarkah?

Kenyataannya benar. Wong dia panjang umur. Tetapi benarkah karena dia lucu? Belum tentu. Bisa ya bisa tidak. Tidak ada penelitian akurat, apakah panjang umurnya karena lucu atau karena kesehatannya bagus.

Meski belum ada penelitian ilmiah-akurat, saya menganjurkan untuk lucu-lucuan. Mengapa? Daripada kita sibuk serius dengan isu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang lainnya. Lebih baik kita sesekali atau setiap hari, ada lucunya. Lumayan buat seimbangkan otak. Jangan memeras otak hanya untuk serius. Biarkan otak bekerja rileks dengan lucu-lucuan.

Setuju gak ya??? Saya menganjurkan. Karena, saya juga suka lucu-lucuan sama teman-teman. Moga panjang umur untuk mereka yang lucu.

PA, 25/2/13

Gordi


Sebuah fakta bisa ditafsir macam-macam. Tafsiran ini menimbulkan beragam pendapat. Tafsiran ini dilatarbelakangi posisi penafsir. Bisa saja dari A ke B. Bisa juga tafsirannya melampaui fakta. Memutarbalikkan fakta. Dari fakta ke bukan fakta. Dari fakta ke kejadian yang diciptakan.

Zaman ini susah mencari kebenaran. Kebenaran menjadi nilai relatif. Mana yang benar dan mana yang salah? Tergantung yang menilai. Dari sana dikatakan A dari sini dikatakan B. Sebagai pihak C, hanya bisa mendengar dan membaca pendapat si A  dan si B.

Apalagi kalau masuk yang namanya kriminal dan politisasi. Fakta bisa menjadi perdebatan jika dipolitisasi dan dikriminalisasi. Berita kriminal kadang-kadang menyisakan pertanyaan besar. Sulit menemukan bukti sebenarnya. Itu karena di baliknya ada berbagai motif. Balas dendam, utang, cinta, seks, dan sebagainya.

Demikian dengan fakta yang dipoltisasi. Kesaksian saksi mata bisa berubah ketika fakta yang dilihatnay dipolitisasi. Amat sedikit saksi yang memertahankan kesaksian akuratnya. Ada yang diteror dengan berbagai cara sehingga membuat kesaksian palsu.

Negeri ini sudah antah-berantah. Sulit mengungkap siapa pelaku yang sebenarnya dalam peristiwa kriminal. Hukum sudah tidak berwibawa. Penindak pelanggar yang konon katanya bertindak tegas-tepat kini bisa bertindak dengan berbagai motif. Sulit dipercaya jika faktanya korban dijadikan tersangka. Sim sala bin negara juga bakal kehilangan wibawa jika sendi-sendinya seperti hukum tidak berwibawa lagi.

Masih bisa hidupkah negeri antah-berantah ini? Banyak pihak ingin menegakkan keadilan. Faktanya langkah mereka dihadang berbagai pihak. Sulit memang. Menegakkan kebenaran sama dengan menegakkan batang pisang yang dipotong sebagiannya. Sulit bukan?

PA, 28/3/13

Gordi


Rasa senang muncul ketika membuka kompasiana.com siang ini. Saya mengira masih macet. Saya pun memutuskan untuk bekerja dulu pada pagi tadi. Ya pekerjaan seorang tenaga kerja, membersihkan dan mencuci mobil. Mencuci bagian luarnya dan membersihkan bagian dalamnya. Debu-debunya diisap pakai mesin pengisap debu.

Setelahnya saya beristirahat sejenak dan membuka kompasiana. Mata belalak karena tampilannya berubah. Bukan perubahan besar dan baru. Perubahan dari tampilan kemarin saat sedang macet.

Mudah-mudahan ini sudah bagus sekali. Keamanan atau perlindungan data-data di kompasiana makin baik. Biar kompasianers bisa berdunia maya dengan nyaman dan tak khawatir. Rasa khawatir kadang membuat tidak nyaman menulis. Tidur pun terganggu. Minat menulis juga demikian.

Akhirnya, terima kasih untuk tim admin. Saya mengucapkan terima kasih meski sudah banyak kompasianers yang sudah mendahului mengucapkan itu. Saya juga mengucapkan selamat bertemu kembali kepada teman-teman kompasiana. Semoga perubahan ini membawa semangat baru bagi kita semua. Selamat siang.

PA, 23/3/13
Gordi



Barang berharga selalu menjadi rebutan. Emas adalah salah satu di antara sekian barang yang berharga. Ada laptop, tablet, hp canggih, dan sebagainya. Emas dan semua perhiasan emas menjadi target para pencopet.

Pencopet makin gila meraih barang tersebut. Di kereta, terminal, ruang tunggu, angkutan umum, dan tempat umum lainnya, terjadi perampasan emas. Yang paling rawan adalah kalung emas.

Ada pencopet yang makin gila lagi. Tidak puas dengan perhiasan emas, toko emas pun dibabat. Pemilik dan penjaganya dibekuk dengan senjata, barangnya dijarah. Ini pencurian besar-besaran. Bukan main untungnya jika emas tersebut laku. Dan bukan main ruginya bagi pemilik toko emas. Satu kilo gram emas saja, sudah menjanjikan duit melimpah bagi pencopet.

Pencopet tidak akan pernah jera. Dari toko emas ke toko emas, selalu kecolongan. Di beberapa kota, toko emas selalu menjadi target pencopet, selain mini market. Masyarakat kiranya sudah sampai pada bahaya ketakutan berhadapan dengan pencopet emas. Lebih parah lagi jika pemilik toko dihajar habis-habisan.

Mau jadi apa negeri ini? Mulianya logam emas itu, dikotori isu pencopetan emas. Memang emas itu menjadi perbincangan hangat di masyarakat negeri ini. Di beberapa tambang emas di negeri ini, masyarakat selalu rugi. Lingkungan sekitar mereka rusak, tidak ada untung bagi mereka, kemiskinan kian mengancam, dan sebagainya.

Singkat cerita, emas itu mulia. Namun pemiliknya tidak mulia. Pemakai kalung emas siap jadi target pencopet. Masyarakat dis ekitar tambang emas siap menderita kerugian lingkungan jika ada usaha tambang.

Emas itu mulia namun menjadi rebutan. Maka, emas yang mulia itu di satu sisi menjadi tidak mulia. Justru menjadi sumber konflik dan kekerasan dalam masyarakat.

PA, 14/3/13

Gordi


Masihkah kota menjadi tempat hidup yang layak bagi manusia? Kota menjadi tempat menarik bagi orang desa. Jangan heran jika orang desa berbondong ke kota. Mereka mendambakan hidup di kota. Jadilah kota sebagai tempat berkumpulnya orang desa.

Kota didambakan sebagai tempat nyaman untuk manusia. Hidup di kota kota serba enak. Demikian pikiran banyak orang desa. Apakah di desa tidak nyaman? Nyaman juga hanya saja gengsi orang desa mendesak mereka untuk tinggal di kota. Orang kota lebih maju, kata mereka.

Memang enak hidup di kota. Paling tidak sarana lancar. Mau di dunia nyata, transportasi, kebutuhan harian, maupun di dunia maya. Namun, apakah itu menjamin hidup nyaman? Sebetulnya tidak. Dampak negatifnya juga ada. Orang terkurung dengan kenyamanannya. Selain itu, keamanan menjadi barang mahal bagi orang kota.

Daya pikat kota makin tinggi. Dari orang desa hingga pencopet kelas kakap. Baik yang berdasi maupun yang di jalanan. Bukankah di kota, tinggal orang berdasi yang korupsi dan penjahat jalanan? Ya kota bukan lagi tempat yang nyaman bagi manusia. Maka, kota yang didambakan sebagai tempat nyaman kini menjadi tempat yang kurang manusiawi. Manusia tidak menjadi manusia yang seutuhnya ketika tinggal di kota. Manusia di kota menjadi pengecut, penakut, angkuh, dan tidak ramah. Kejahatan adalah tanda bahaya bahwa kota tidak layak bagi manusia. Masihkah kalian orang desa mau ke kota?

PA, 14/3/13

Gordi


Malam Minggu kadang-kadang jadi ajang kejujuran. Antara cowok dan cewek. Buat janjian lalu buktikan. Kalau tidak tepati, ada banyak hujatan. Yang paling sering adalah ungkapan ingkar janji.

Saya ingat waktu di Jakarta. Sering buat janji dengan teman-teman. Mau main futsal di lapangan Monas pada malam Minggu. Janji dengan kelompok lawan main. Saya dan teman-teman sekelompok selalu kompak. Kelompok lawan kadang-kadang berganti. Yang kalah biasanya enggan bertanding pada minggu berikutnya.

Hal kecil tetapi bermanfaat menurut saya. Meski kami hanya bermain tuk berolahraga, di dalamnya ada banyak hikmahnya. Kami berlatih jujur, dalam perjanjian dan permainan. Kami juga dilatih untuk kompak. Bukan kemenangan yang dicari sesungguhnya. Tetapi, perjuangan.

Main futsal merebut uang yang nilainya hanya 3 botol aqua besar. Bagi kami ini sungguh perjuangan hidup-mati. Kalau kalah tidak minum air. Kalau menang siap minum sepuasnya.

Saya ingat pengalaman ini. Malam ini saya buat janji dengan teman saya. Kami membatalkannya meski teman saya sudah siap. Dalam perjanjian memang tidak ditentukan waktu bepergian tetapi rupanya dia siap malam ini. Saya jujur mengatakan, lain kali saja.

Malam Minggu ini menjadi ajang kejujuran. Bukan hanya antara cowok dan cewek. Tetapi untuk siapa saja yang buat janji. Mau dipercaya dan dinilai jujur? Tepatilah janji itu. Kalau tidak, Anda akan dicap ornag yang ingkar janji. Label yang tidak mengenakkan.

Selamat bermalam minggu.

PA, 9/3/13
Gordi


Mudah sekali merenggut nyawa manusia. Berbagai cara ditempuh. Membunuh, menganiaya sampai mati, dan sebagainya. Tak kalah menarik adalah mutilasi. Ini yang terdengar segar dalam telinga kita saat ini.

Untunglah media memberitakan itu. Kalau tidak, kasus ini akan berulang tanpa diketahui publik. Kalau pun diberitakan boleh jadi kasus semacam ini masih diulang lagi. Siapa yang tahu, calon pelaku mutilasi punya banyak alasan untuk itu.

Tidak tahu kapan itu terjadi. Tetapi pasti ada. Bukan peramal ulung, tetapi belajar dari kasus selama ini. Yang terungkap di media kadang-kadang menjadi pelajaran bagi calon pelaku berikutnya. Kejadian yang sama pun akan terulang.

Ini menjadi keresahan bersama. Harapannya kasus seperti ini berhenti. Pelakunya diberi hukuman sebagai efek jera. Tetapi kalau sampai terungkap lagi kasus baru, berarti keresahan ini bertambah panjang.

Lain harapan lain kenyataan. Demikian yang terjadi di negeri ini. Dalam sekejab mata, segalanya bisa berubah. Hari ini bilang A besok sudah jadi B. Mau jadi apa kalau seperti ini?

Ada keinginan bersama bahwa semua kasus harus tuntas sampai akar. Tetapi, selama ini sebagian kasus saja yang demikian. Lainnya hanya hukuman sementara. Dalam artian, tidak etrungkap sampai tuntas. Kadang-kadang diungkit lagi dan ada bukti baru. Kadang-kadang malah ternyata pihak berwenang salam tangkap pelaku.

Siapa yang berduit dia yang menang. Demikian slogan yang beredar di masyarakat. Dan memang demikian kenyatannya. Paling tidak sebagian suasana persidangan demikian. Curi Mangga, tak berduit, masuk penjara. Sebaliknya, curi uang negara, ada uang banyak, silih dari hukuman.

Ini pertanda hukum negeri ini tumpul untuk kaum berduit dan runcing untuk kaum tak berduit. Jangan sampai kasus mutilasi ini jadi ajang pertarungan duit. Semoga tidak ada lagi tubuh yang dimutilasi besok lusa.

PA, 8/3/13

Gordi


Tubuh yang disayat. Inilah yang terjadi dengan tubuh korban mutilasi yang baru saja diberitakan media massa akhir-akhir ini. Tubuh layaknya daging hewan yang siap dimasak untuk dimakan.

Begitu sadiskah manusia? Ya itulah yang terjadi. Di luar dugaan banyak manusia lainnya. Manusia yang satu ini tega membunuh sesamanya dan memotongnya per bagian hingga menjadi potongan daging. Itulah mutilasi.

Saya tak habis pikir tentang mutilasi ini. Seorang dosen saya dulu, berguyon untuk membuyarkan rasa kantuk di kelas. Kalau mau lihat korban mutilasi, datangilah pusat belanja mode. Di situ akan terlihat tubuh mutilasi. Yang dia maksud adalah boneka buatan yang dipajang dan dibalut pakaian sebagai daya tarik. Ini guyonan saja.

Saya sekarang membayangkan korban mutilasi benaran. Betapa berantakannya tubuh yang disayat itu. Kalau dikumpulkan potongan daging itu, menjadi manusia utuh. Apa daya daging manusia utuh itu, disayat-sayat hingga tak berarti lagi. Sadis.

Meski manusia pada akhirnya mati, dan tubuhnya menjadi debu, tak eloklah menyayat tubuh seperti itu. Motif balas dendam atau dendam kesumat tidak sampai melakukan hal sadis demikian. Pelaku ini mestinya diperiksa kejiwaannya. Jangan sampai begitu akutnya dia hingga menyerang sahabatnya.

Betapa rindu hati ini agar besok-lusa tidak ada lagi tubuh yang disayat itu. Betapa malangnya tubuh manusia jika disayat lagi. Tubuh adalah bagian yang tampak dari seorang manusia. Betapa rendahnya nilai manusia jika tubuhnya disayat-sayat demikian.

Ini hanya goresan siang. Bergerak seputar sayatan tubuh. Entah mengapa saya selalu emmbayangkan tubuh yang disayat itu. Ngeri.....

PA, 8/3/13

Gordi

Istilah ini makin tenar. Saya tidak tahu bagaimana sejarahnya istilah ini. Tetapi bisa ditebak-tebak dulu alias menjadi ahli sejarah amatir. Rimba itu kan kata lain dari hutan. Hukum rimba berarti hukum hutan. Maksudnya hukum yang berlaku di hutan.

Di hutan siapa saja boleh bertindak. Bukan untuk menebang pohon seperti penjahat ilegal logging. Bukan juga seperti investor tambang emas yang mengeruk hutan lalu melepaskan begitu saja.

Hutan adalah tempat hidup banyak binatang buas. Binatang ini makan buah dan daun di hutan. Makanan ini berlimpah ruah di sana. Tidak ada yang menanam dan tidak ada yang merawat. Alam sendirilah yang menyediakannya. Maka, hewan-hewan pun memakannya secara gratis.

Mereka berebut untuk memperoleh makanan itu. Siapa cepat dia dapat. Kalau kera dapat pisang langsung makan. Maka, burung-burung yang juga mencari pisang masak tidak dapat bagian. Jadi, siapa cepat dia dapat.

Beginilah yang terjadi di hutan. Hukum rimba berarti hukum yang ditegaskkan oleh siapa saja dan berlaku untuk siapa saja. Beda dengan hukum di negeri kita yang hanya bisa ditegakkan oleh pihak berwenang dan berlaku untuk semua rakyat. Di jalan, ada polisi sebagai penegak hukum/peraturan lalulintas yang kadang-kadang seenaknya saja menegakkan. Demikian juga di sektor lainnya.

Sekarang ini hukum di negeri ini mengarah pada hukum rimba. Demikian yang ditemukan dalam analisis media massa termasuk di dunia maya yang bisa diulas oelh siapa saja. Hukum rimba makin marak di negeri ini. Demikian komentar mereka.

Bukan asal komentar tapi jelas faktanya. Di jalan. Penjahat bisa beraksi. Di tempat umum, rakyat sipil bisa membakar kantor pemerintah dan institusi publik lainnya. Di penjara kelompok bersenjata-terlatih bisa menembak tahanan. Dalam demonstrasi mahasiswa dan kelompok demonstran bisa membakar apa saja, bisa menghalangi jalan umum. Semuanya mau jadi penegak hukum. Entah hukum benaran atau hukum yang dipaksakan.

Apa jadinya negeri ini tanpa kejelasan hukum? Ya jadinya seperti ini, hukum rimba meraja lela. Siapa saja boleh bertindak, main hakim sendiri. Saya boleh ebrtindak dan menindak siapa saja yang saya mau. Kamu juga boleh dan bisa bertindak sesuka hatimu. Lalu, jadinya apa?

Negeri kacau. Masyarakat tidak dilindungi hukum. Rakyat bertindak semaunya saja. Boleh jadi kesatuan bangsa akan terancam. Lalu, apa yang bsia dibuat jika bahaya ini mulai terjadi dan bahkan akan semakin marak?

Salah satu jalannya adalah tegakkan hukum. hukum berlaku untuk semua. Dari pemerintah sampai rakyat. Kalau ini belum berhasil, jangan harap hukum bisa ditegakkan. Hukum rimba akan kuat posisinya. Dan maukah negeri ini seperti hutan?

Tentu rakyat tidak mau. Sayangnya rakyat negeri ini rentan dengan korban hukum. hukum negeri ini runcing untuk rakyat dan tumpul untuk orang besar. Orang besar itu siapa? Ya mereka yang mengorupsi uang negara tapi diganjar hukuman ringan. Rakyat bingung, benarkah dia korupsi? Kok hukumannya ringan. Lha...nenek curi cokelat saja dihukum kok. Bagaiamana dengan koruptor kelas kakap itu? Yahh....rakyat juga tidak tahu bagaimana jalan ceritanya. Beginilah susahnya jadi rakyat di negeri ini.

PA, 2/4/13

Gordi

Kisah menggembirakan pagi ini. Dia bisa saya juga bisa. Kamu bisa aku juga bisa. Kita kan sama-sama berjuang. Sama-sama menulis di kompasiana.

Saya melihat koran pagi. Setelah baca halaman 1 langsung lemah-lesu. Tak ada gairah untuk melanjutkan. Beritanya kalau bukan kriminalitas ya korupsi. Lebih baik cari kisah inspiratif. Kisah yang menggembirakan. Ini penting untuk membangun semangat warga.

Saya pun langsung ke bagian belakang. Bagian Klasika alias klasifikasi iklan. Buka dari belakang. Halaman 2 dari belakang ada kompasiana freez. Eits ada tulisan teman-teman kompasiana yang nongol.

 Saya belum membaca kisah-kisah mereka. Tetapi saya yakin, kisah-kisah di situ pasti berita gembira atau berita penting. Tim admin sudah menyeleksi dari sekian tulisan yang masuk. Maka, tulisan-tulisan yang ada di freez itu adalah tulisan terpilih.

Saya kagum dan ada semangat baru. Mereka bisa saya juga bisa. Mereka masuk freez saya juga pasti bisa. Toh, sama-sama biasa menulis di kompasiana.

Saya salut dengan perjuangan mereka. Menulis dengan runut dan sesuai tema yang dipilih tim admin. Di sinilah indahnya perjuangan. Ketika ada usaha untuk berjuang keras, ada tata aturan yang dipenuhi. Kelak usaha itu berbuah dalam kompasiana freez edisi cetak.

Ini menginspirasi saya. Saya mendambakan masuk freez juga. Hanya saja selama ini saya tidak memerhatikan tema yang diberikan. Saya juga cepat puas dengan menulis di kompasiana. Tidak perlu masuk freez, toh saya tetap bisa menulis.

Kalau saya mau pasti saya berusaha dan paling tidak suatu saat saya masuk freez. Sekarang ini saya belum ada niat ke arah sana. tetapi saya tetap menikmati tulisan teman-teman di freez. Dan juga, saya salut dan memberi ucapan selamat atas perjuangan mereka.

Salam inspiratif.

PA, 3/4/13

Gordi

Di tengah tidak jelasnya peranan hukum di negeri ini muncul pertanyaan, masih adakah yang bisa dibanggakan dari negeri ini? Pertanyaan ini mungkin berhubungan. Sebab, tidak ada hubungan antara tidak jelasnya peranan hukum dan hal yang bisa dibanggakan.

Tentu tidak ada kaitan langsung. Tetapi, kalau dicari-cari akan ada hubungannya. Tidak jelasnya hukum membuat negeri ini bak hukum rimba. Di koran dan media massa ada berita kejahatan dan korupsi. Lantas, ada kesimpulan apa lagi yang dibanggakan dari negeri ini.

Kalau lingkungan rusak, masyarakat main hakim sendiri, wakil rakyat sibuk studi banding tanpa ada yang menghalangi, masihkah negeri ini perlu dibanggakan?

Tak diragukan lagi, saya akan menjawab YA. Masih ada. Masih banyak anak muda negeri ini yang bermimpi mewujudkan Indonesia yang berwibawa dan makmur.

Lihatlah para nelayan kita yang tetap berjuang meski pemerintah kurang memerhatikan mereka. Perahu tradisional, bahan bakar sulit diperoleh, dan hambatan lainnya. Mereka tak gentar, maju, bertarung di laut lepas demi memperoleh nafkah.

Lihatlah prestasi atlet bulu tangkis kita. Masih ada pasangan ganda yang disegani dunia karena prestasi mereka.
Masih ada pejuang HAM yang berjuang tanpa henti. Masih ada pemimpin perusahaan yang mengembangkan sayap usahanya ke luar negeri. Masih ada maskapi pemerintah dan swasta yang disegani dunia internasional.

Tidakkah semua ini masih perlu dibanggakan? Jangan khawatir negeri ini akan dikuasai preman dan koruptor. Tentu perlu waspada dengan aksi kedua kelompok ini. Tetapi, yakinlah, Indonesia masih bisa bermimpi. Anak-anak negeri ini punya mimpi cemerlang membangun Indonesia.

PA, 4/4/13

Gordi

Perbincangan tentang hukum tak pernah akan selesai. Masyarakat pun bingung, hukum itu untuk apa. Kalau untuk mengatur kehidupan bersama, mengapa hukum itu tidak berperan?

Hukum, katanya, harus berwibawa. Tetapi, benarkah hukum itu harus berwibawa? Kalau benar, mengapa sekarang hukum itu tidak berwibawa?

Bahkan, polisi sebagai penegak hukum kok bisa dikeroyok warga. Benarkah polisi penegak hukum? kalau benar, mengapa polisi dikeroyok? Mungkinkah sekarang hukum tidak berwibawa? Ataukah polisi itu salah menegakkan hukum?

Hanya artikel lepas. Hasil khayalan yang tebersit di pikiran siang ini. Mendengar komentar orang yang mengatakan, hukum tidak berwibawa.

Saya yang tidak mengerti hukum, tetapi selalu berusaha menaati peraturan, selalu bertanya-tanya. Mengapa orang mengatakan hukum tidak berwibawa? Lebih tidak mengerti lagi, mengapa polisi yang katanya penegak hukum bisa dikeroyok warga?

Polisi tersebut ataukah isi hukumnya yang salah? Sekadar bertanya. Boleh jadi tidak bermanfaat. Tetapi, saya ingin bertanya saja. Selamat siang.

PA, 9/4/13

Gordi

Sekarang ada perintah untuk memberantas preman. Konon, preman adalah pengacau kenyamanan publik. Perilaku mereka mengusik keamanan warga. Siapakah preman itu?

Inilah pertanyaan yang muncul jika ada perintah mau memberantas preman. Siapa pula yang memberantas preman? Apakah pemerintah? Apakah aparat negara?

Siapa sebenarnya preman itu? Pertanyaan ini harus diajukan. Kalau tidak, nanti pemberantas seenaknya saja menangkap warga. Entah dia memang berciri-ciri preman, preman benaran, atau malah warga bukan preman. Jika tidak ada kategori preman, boleh jadi ada kejadian salah tangkap.

Siapa yang memberantas preman? Pemerintah? Jika pemerintah memberantas, siapa yang jadi premannya? Pemerintah seyogyanya melindungi masyarakatnya. Sebab, pemerintah dipercayakan oleh rakyatnya.

Lalu siapa yang memberantas preman? Apakah aparat negara seperti polisi? Boleh jadi. Polisi memang banyak tugasnya. Di jalan dia ada. Di kompleks perumahan kadang-kadang dia ada. Kalau ada perkara dia ada juga. Di mana-mana, di tengah masyarakat. Dia memang punya misi mengayomi masyarakat.

Tetapi tidak sedikit yang tidak mengayomi. Tetapi memeras. Lihat saja di jalan raya. Bagaimana polisi memeras pelanggar lalu lintas. Ratusan ribu rupiah dikeluarkan oleh pengguna jalan. Atau lembar lima puluh ribuan dari penegndara motor. Apakah mereka ini yang memberantas preman?

Lalu, apakah misi ini nantinya bisa membuat warga merasa aman? Bukankah negara ini juga dikuasai preman? Kalau tahanan yang nota bene dilindungi negara saja dikeroyok, bagaimana negara mau memberantas preman?

Negara dikalahkan oleh pasukan elit TNI. Lalu negara mau memberantas preman? Apakah yang mengeroyok tahanan itu dikategorikan sebagai preman?

Mereka bilang penembak/pengeroyok itu berjasa memberantas preman di kota Yogyakarta. Benarkah tahanan itu preman? Satu di antara mereka adalah mantan polisi. Berarti polisi juga tidak luput dari pengaruh preman. Ataukah mantan polisi ini menjadi preman setelah keluar dari jabatan polisi?

Belum tentu. Jika tahanan itu adlaah preman maka boleh jadi polisi juga dipengaruhi preman. Atau jangan-jangan polisi dikuasai preman. Kalau polisi dikuasai preman, bisakah polisi memberantas preman?

Sejumlah pertanyaan yang mungkin tidak relevan. Sebagai orang bodoh, saya berani bertanya. Bertanya juga menjadi bagian dari proses belajar.

Selamat siang.

PA, 9/4/13

Gordi

Sebentar lagi solar mungkin akan naik. Sekarang saja sudah mulai langka di SPBU. Banyak orang mencari solar. Sayang sekali, solar yang digunakan angkutan umum ini langka.

Sementara, bensin yang digunakan oleh sebagian besar angkutan pribadi masih banyak. Boleh-boleh saja dinilai pengambil kebijakan mementingkan angkutan pribadi dan mengabaikan angkutan umum. Kalau macet di jalan karena angkutan pribadi, pemerintah juga berkoar-koar mengajak masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum. Tetapi, angkutan umum sekarang mulai macet karena bahan bakar berkurang. Ada solar tetapi harganya melambung.

Ada yang berkomentar kalau mau naik, naikkan saja. Jangan biarkan menggantung. Tentu saja konsekuensinya juga ada. Para ibu di pasar berkomentar, solar naik ya sayur juga naik. Bukan hanya sayur, teman-temannya seperti kebutuhan pokok lain juga akan naik.

Kan, semua itu diangkut dengan kendaraan bersolar. Truk-truk itu bersolar. Jangan heran jika harga sayur dan kebutuhan pokok lainnya akan naik pula.

Jika itu yang terbaik, silakan pengambil kebijakan memutuskan. Jangan biarkan sopir truk dan angkutan umum tidur di SPBU gara-gara menunggu solar subsidi.

Dinaikkan sekalian saja jika perlu biar mereka tahu dan tidak menunggu solar berharga murah alias solar bersubsidi. Jangan pula membuat mereka stres lantaran kehabisan solar murah. Mau tak mau keluar uang lebih banyak untuk membeli solar non-subsidi yang harganya melambung. 

Jadi, intinya rakyat butuh kejelasan. Jangan buat kebijakan mengambang. Betapa rakyat menderita jika pemerintah membiarkan situasi tidak emnentu. Belum lagi ada kelompok tertentu yang memainkan harga solar seenaknya saja karena tidak ada harga yang pasti dari pemerintah.

PA, 16/4/13

Gordi

Jika solar naik, huru-hara terjadi di mana-mana. Di pasar bisa saja. Di dapur bisa juga. Dalam keluarga bisa juga. Di tempat-tempat lainnya bisa juga.

Di pasar huru-hara karena harga jualan naik. Harga solar memengaruhi ongkos kirim barang. Ongkos naik, harga jual pun naik.

Di dapur ada huru-hara juga. Kok bisa? Ya kalau uang tidak cukup, jumlah sayur dan buah dikurangi. Uang 5 ribu pas untuk membeli sekilo buah apel, misalnya. Tetapi setelah harga apel naik menjadi 9 ribu, maka apel yang ada di dapur berkurang. Uang belanja tetap 5 ribu tetapi jumlah belanjaan berkurang.

Dalam keluarga huru-hara juga ada. Ya kalau ada perubahan otomatis ada huru-hara. Apalagi kebutuhan keluarga banyak yang bersinggungan dengan isu kenaikan harga bahan bakar. Bahan bakar memengaruhi sebagian besar harga kebutuhan pokok.

Maka, bersiap-siaplah untuk huru-hara jika solar atau BBM lainnya akan naik. Semoga tidak berhenti pada huru-hara. Ada langkah bijak setelah huru-hara itu. Jangan biarkan huru-hara berlangsung lama.

PA, 17/4/13

Gordi

Tak dipungkiri, sebentar lagi, harga solar naik. Boleh jadi naik 50% atau kurang sedikit. Belum tahu pasti. Tetapi pasti akan naik.

Pemerintah pun sudah siap memutuskan. Tentu ada keuntungannya bagi negara jika solar naik. Uang subsidi bisa digunakan untuk pos lain. Uang itu pun amat besar jika jadi solar naik. Pertanyaannnya ke mana uang itu setelah solar naik?

Jangan-jangan siap dikorupsi. Padahal jika dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, ada gunanya. Semoga saja rakyat bisa menikmati uang subsidi itu. Tetapi rakyat juga jangan hanya mengharapkan subsidi. Rakyat harus tegar mengatasi tantangan yang ada. Jangan terus mengemis pada pemerintah.

Salah satu cara mengatasi solar naik adalah mengubah pola hidup. Jika selama ini, sering menggunakan kendaraan pribadi, mulai sekarang gunakan kendaraan umum. Atau juga sepeda. Pola hidup mesti diubah. Jika tidak, belanja bahan bakar membengkak.

Jangan sering menggunakan mobil pribadi. Biarkan tubuh juga ebrolahraga. Mengucur keringat, meregangkan otot, cuci mata dengan pemandangan baru entah itu indah atau malah memuakkan, biarkan tubuh menghirup udara alam, baik yang ebrsih mau pun yang menjijikkan. Inilah kerasnya hidup.

Hidup akan berarti jika ada perjuangan. Jika tidak, kehidupan tidak bermakna. Harga solar harus naik, kata para pengamat. Ini bisa menghemar anggaran belanja negara. Yang jadi persoalan rakyat adalah ulah pencuri uang negara alias koruptor. Percuma rakyat berusaha jika koruptor itu sering mencuri. Jadinya, jumlah yang miskin dan yang kaya tidak seimbang. Meski Indonesia punya banyak orang kaya, itu tidak ada artinya. Sebab, jumlah yang miskin banyak.

Dalam arti tertentu jatah untuk yang miskin malah dicaplok oleh yang kaya. Kalau mau berbagi ya bagus. Jika tidak, betapa yang miskin amat menderita. Tetapi baik kalau yang miskin berlatih bekerja keras. Jangan pasrah pada keadaan dan maunya diberi terus. Sesekali bahkan berulangkali mencoba mencari penghasilan. Tetapi, jangan main curang. Untuk berhasil perlu kerja keras.

PA, 17/4/13

Gordi
Powered by Blogger.