Halloween party ideas 2015
Showing posts with label DI ITALY. Show all posts

Kue Unik di Hari Ulang Tahun Kota Parma
 
model lain dari kue berbentuk sepatu 'scarpette di sant'illario'
FOTO: comeunfiorellinodirosmarino.blogspot.com
Kota Parma termasuk kota kreatif. Kreatif bisa dalam bidang apa saja. Beberapa di antaranya sudah terkenal di seluruh dunia. Sebut saja keju parmigiano yang sudah akrab di lidah pecinta kuliner. Satu lagi rupanya yang membuat warga Parma makin kreatif yakni kue kas dalam pesta HUT kota Parma.

Setiap tanggal 13 Januari, warga Parma beramai-ramai memeriahkan ulang tahun kota yang mereka cintai. Hari itu pun menjadi hari libur untuk seluruh warga kota. Universitas dan sekolah-sekolah libur, kantor pemerintah dan pabrik juga demikian. Pada hari itu—atau juga sehari sebelumnya—di rumah-rumah warga dan di tempat belanja atau di restoran, disediakan makanan kas warga Parma. Makanan ringan yang manis itu disebut Scarpette di Sant’Ilario atau sepatu dari Santo Hilarius.

Kue ini memang berbentuk sepatu. Kisahnya mengingatkan mereka akan sosok Santo Hilarius atau Sant’Ilario sebagai Pelindung kota Parma. Dalam legenda yang beredar, Ilario melewati kota Parma pada musim dingin. Ia sedang melakukan perjalanan panjang dari Poiters-Prancis ke Roma-Italia. Tukang sepatu di kota Parma yang melihatnya tanpa sepatu memberinya sepasang sepatu. Illario berterima kasih kepada tukang sepatu itu. Keesokan harinya, tukang sepatu itu melihat sepasang sepatu dari emas di tempat ia bertemu dengan Sant’Illario sehari sebelumnya. Ia kaget dan mengira tidak benar. Tetapi, sepatu itu memang benar-benar dari emas.
 
Sant'Illario atau Santo Hilarius FOTO: morethanfood.wordpress.com
Illario (315-367) sendiri adalah seorang Uskup dalam Gereja Katolik. Ia lahir dan meninggal di kota Poiters, Prancis. Dalam sejarah literatur Gereja Katolik, Illario dikenal sebagai Filsuf, Teolog, Penulis, dan Doktor Gereja atau Pujangga Gereja. Tentu saja dia juga adalah seorang Uskup dan akhirnya juga diberi gelar Santo pada pertengahan abad XIII (1851) oleh Paus Pius IX. Tidak banyak Filsuf dan Teolog dalam Gereja Katolik yang diberi gelar Pujangga Gereja atau Doktor Gereja. Sant’Illario menerimanya karena kepiawaiannya dalam bidang Filsafat dan Teologi.

Dalam sejarahnya, kepiawaian Illario sebagai Filsuf dan Teolog diakui bukan saja oleh Gereja Katolik. Gereja Anglikan di Inggris dan Gereja Ortodoks di Rusia pun mengakuinya. Illario sendiri berasal dari keluarga kaya yang tidak mengenal agama (pagano). Dengan kepiawaiannya dalam bidang FIlsafat, ia mencari dan terus mencari ilmu pengetahuan termasuk membaca Kitab Suci agama Kristen Katolik dan akhirnya bergabung dan menerima baptisan dalam Gereja Katolik.

Boleh jadi tidak semua warga Parma tahu sejarah sosok Pelindung kota mereka ini. Tetapi, yang jelas bagi mereka, sosok ini adalah Pelindung kota mereka yang memberi mereka anugerah dan rejeki termasuk untuk menghadiahkan Kue Kas Scarpette di Sant’Ilario pada hari ulang tahun kota mereka.

Pada Jumat pagi itu, kami juga mendapat Kue Kas ini dari Tukang Roti yang datang setiap pagi. Dia memberikan secara gratis. Ini hadiah terindah. Tidak masuk dalam daftar roti yang akan dibayar setiap akhir bulan. Di sekolah, anak-anak yang kami jumpai pada hari sebelum dan sesudah pesta juga menyinggung soal kue ini. Rupanya sudah populer seperti makanan khas lainnya dari kota Parma.
 
SIndaco atau Walikota Parma Federico Pizzarotti memberi sambutan
sebelum penyerahan hadiah medali, tampak pejabat kota madya Parma
bersama Uskup Parma Mgr Enrico Solmi (kedua dari kiri)
di Auditorium Paganini, FOTO: parmadaily.it
Pada perayaan HUT yang ke-2200 ini, Pemerintah kota Parma memberikan hadiah (premio di Sant’Illario) Medali Emas dan Setifikat Prestasi Sipil (Attestati civica benemerenza) kepada 7 orang dan lembaga yang berjasa untuk kota Parma. Penghargaan ini diberikan setiap tahun pada perayaan HUT. Tahun 2017 ini, medali emas diberikan kepada Arturo Carlo Quintavelle (Profesor emeritus Sejarah Seni di Universitas Parma), dan Sertifikat Prestasi Sipil kepada Giulia Ghiretti (Perenang Putri nasional dan internasional, lahir tahun 1994 di Parma), Cus Parma (Lembaga Olahraga yang lahir dari inisiatif mahasiswa di Universitas Parma), Lanzi Trasporti (Perusahaan penghubung antar beberapa bandara dan dermaga di sekitar kota Parma), Emporio di Parma (Organisasi Pasukan Sukarela yang dibentuk selama krisis moneter tahun 2008), Comitato Orti (Lembaga non profit yang membantu di rumah-rumah para jompo), Giovanni Ballarini (Profesor dari Persatuan Akademi Masak Italia), Unione Veterani dello Sport (Lembaga Olahraga yang menekankan semangat Kekeluargaan dalam berolahraga).

Mereka ini dipilih dari sekitar 30 orang yang diusulkan pada tahun 2017 ini. Hadiah pada HUT ini diberikan sejak tahun 1986. Saat itu, pemerintah kota Parma berinisiatif untuk memberi penghargaan kepada orang dan lembaga yang berjasa membangun kota dan warga Parma dengan berbagai caranya. Warga dan pemerintah kota Parma berhak memberi usulan setiap tahun untuk menerima penghargaan bergengsi ini. Bidang yang bisa diusulkan adalah ilmu pengetahuan, seni, industri, lapangan pekerjaan, olahraga, bantuan amal, inisiatif dermawan, dan sebagainya.

Penghargaan ini datangnya baru-baru ini saja kalau dibanding dengan usia kota Parma. Kota Parma dalam sejarahnya mulai dibentuk pada tahun 183 Sebelum Masehi. Kota ini adalah satu dari sekian kota jajahan Pasukan Romawi. Dan, sejak saat itu, Parma terus berkembang menjadi kota yang betul-betul berguna. Boleh dibilang, kota Parma melalui banyak pengalaman berharga yang menjadi pijakan dalam perkembangannya.
 
Satu dari banyak model kue berbentuk sepatu pada HUT Kota Parma
FOTO:madeinparma.com
Berbagai torehan prestasi pernah diraih oleh kota berpenduduk sekitar 194.464 orang pada Agustus 2016 ini. Penghargaan internasional pernah diraihnya pada tahun 2014 yang lalu. Saat itu, koran The Telegraph dari Inggris memberi peringkat ke-4 kepada kota Parma dari semua kota di seluruh dunia sebagai kota paling layak dihuni. Sementara majalah Panorama dari Italia—pada tahun yang sama—memberi peringkat sebagai kota terfavorit yang layak dikunjungi oleh seluruh warga Italia.

Setahun setelahnya (2015), Parma mendapat penghargaan internasional dari UNESCO sebagai satu dari beberapa kota kreatif (UNESCO Creative Cities Network). Kota Parma dipilih sebagai “Città creativa” dalam bidang perkembangan ekonomi. Di Italia pada saat itu, hanya terpilih 5 kota saja dari 69 jumlah kota yang dipilih oleh UNESCO.

Saat ini, sudah terpilih sekitar 116 kota dari 54 negara yang tergabung dari jaringan Kota Kreatif ini. Sekitar 7 bidang yang dinilai untuk masuk kategori kota kreatif—lihat situsnya di sini—yakni Crafts & Folk Art, Design, Film, Gastronomy, Literature, Music and Media Arts.

Sampai saat ini, 5 kota di Italia mendapat penghargaan di 5 kategori. Kota Roma dipilih untuk bidang Film, Bologna untuk bidang Musik, Fabriano untuk bidang Seni Kerajinan Tangan, Torino untuk bidang Desain, dan Parma untuk bidang Gastronomia.
 
Medali Emas pada premio Sant'Illario 2017, FOTO: parmaquotidiana.info
Satu lagi penghargaan yang sedang diusahakan oleh kota Parma adalah penghargaan dalam bidang kemanusiaan. Walikota (sindaco) Parma Federico Pizzarotti pada Desember 2016 yang lalu ikut dalam pertemuan tentang Imigrasi di Vatikan. Dia bersama beberapa walikota di Eropa ikut dalam pertemuan yang diprakarsai oleh Negara Vatikan itu ikut mempresentasikan cara menghadapi masalah keimigrasian di Eropa saat ini. Dia mempresentasikan situasi aktual di kota Parma.

Parma memang tergolong cukup terbuka untuk menerima kaum imigran. Banyak organiasi yang bergerak dalam bidang ini. Termasuk beberapa yang masuk kategori ‘daftar hitam’ karena secara gelap bekerja hanya demi keuntungan saja.

Pemimpin Gereja Katolik di Parma Monsinyur Enrico Solmi juga—dalam pesannya kepada warga Parma—mengharapkan kinerja yang lebih dalam bidang kemanusiaan. Dalam pesannya yang dibacakan saat misa HUT di Gereja Katedral Parma, Monsinyur Enrico mengatakan bahwa kebaikan dan kebajikan (volto) manusia-lah yang membangun kota Parma. Ini berarti, kemanusiaan yang menjadi titik pusat dari kota Parma. Lebih lanjut, Enrico mengajak warga Parma untuk memerhatikan bidang ini. Dia juga menghimbau warga Parma untuk memerhatikan wajah kemanusiaan daripada wajah agama atau kelompok ras dari kaum imigran yang hadir di kota Parma. Pesan dari Uskup Parma ini kiranya menjadi tugas bersama baik Pemerintah Kota maupun warga Parma.
 
Tampak sebagian dari Gereja Katedral Parma dalam Misa HUT Kota Parma,
ada pasukan keamanan dari Kantor Walikota Parma, FOTO: agoramagazine.it
Inilah keunikan Parma dengan segala kekayaan tradisi dan budayanya. Andai kota-kota di Indonesia mengembangkan kekhasannya, boleh jadi tidak ada warga kota yang ngangur karena semuanya sibuk bekerja demi kebaikan warga dan kotanya.

Wajah kota yang seperti inilah yang diimpikan untuk Indonesia. Jika ini mulai diterapkan, tidak ada lagi kelompok tertentu—entah yang berbasis agama atau suku bangsa—yang bertindak semau gue. Tetapi, jika Indonesia masih sibuk dengan pencarian, siapa yang benar atau malah memutlakkan hanya agama kami kami yang benar, niscaya pencapaian seperti ini tidak akan tercapai.

Ingat, bukan kelompok berlabel atau suku berlabel yang memajukan sebuah kota tetapi kebajikan dan wajah manusia. Maka, siapa pun Anda, agama apa pun asal Anda, tidak penting. Tidak perlu mengadili agama orang lai. Buktikan dengan perbuatanmu bahwa agamamu benar dan bukan dengan orasi dan demo atau adu otot.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

SELAMAT HUT Kota Parma.

PRM, 15/1/2017
Gordi

*Dari postingan pertama di blog kompasiana



Tanggapan Umat Islam Eropa atas Aksi Pembunuhan Pastor di Prancis
 
Pastor dan umat Muslim di salah satu gereja Katolik di Italia, FOTO: gazzettadiparma.it

Pembunuhan Pastor Jacques Hamel pada 26 Juli lalu menyisakan kesedihan mendalam. Kesedihan itu bukan saja bagi warga Eropa tetapi juga warga dunia lainnya. Bahkan, kesedihan itu juga melanda umat Muslim di Eropa umumnya dan di Prancis khususnya.

Pastor Jacques, 86 tahun, dibunuh di Gereja Paroki Saint-Etienne-du-Rouvray, dekat kota Rouen, Prancis pada 26 Juli lalu. Peristiwa ini menjadi berita hangat di dunia internasional khususnya di Eropa karena bersamaan dengan rangkaian Hari Kaum Muda Sedunia (WYD).

Teman-teman muda pun kaget sekaligus takut mendengar berita ini. Paus Fransiskus yang hadir bersama anak muda dari seluruh dunia di Krakow, Polandia juga berkomentar. Paus tahu, anak muda ini juga takut dan dia menyerukan agar mereka tidak perlu takut.

Peristiwa itu memang bukan saja menimpa Pastor Jacques. Ada juga dua biarawati dan dua umat lainnya yang terluka. Pembunuhnya diduga terkait dengan anggota ISIS. Satu di antara dua pelaku juga diduga masih muda, 19 tahun.

Pastor Jacques yang terkenal sebagai figur yang tenang dan damai ini rupanya menjadi target kedua pelaku. Pastor Jacques saat itu sedang merayakan Ekaristi di dalam gerejanya. Bersama dia, hadir beberapa umat lainnya. Dari peristiwa dan tempatnya, pembunuhan ini memang mengerikan. Membunuh orang saat berdoa dan di tempat yang sakral bagi umat Katolik.

Bagaimana reaksi orang Eropa atas peristiwa ini?

Ada banyak reaksi tentunya. Ada yang mengecam keras aksi ini. Ini kiranya diamini oleh setiap orang. Siapa pun tidak boleh membunuh sesamanya. Ini sudah menjadi hukum alam dalam kehidupan manusia. Manusia mempunyai hak untuk hidup di dunia ini. Maka, pembunuhan ini termasuk pelanggaran atas hak hidup seorang manusia.

Kecaman lainnya juga tertuju pada latar belakang kedua pelaku. Tuduhan pun langsung kepada komunitas Islam. Tuduhan ini atas dasar indikasi bahwa kedua pelaku beragama Islam apalagi terkait dengan ISIS. Dalam hal ini, Islam memang terkait atau selalu dikaitkan dengan ISIS. Maka, kekerasan yang terkait dengan ISIS pun otomatis menjadi sorotan bagi komunitas Islam.

Warga Eropa pun kebanyakan setuju dengan cara pandang seperti ini. Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu jika tidak semua umat Islam terkait dengan ISIS. Tetapi untuk saat ini, agak sulit tampaknya membalik cara pandang mereka. Mereka akan selalu mengaitkan Islam dengan ISIS.

Pastor bersama utusan dari umat Muslim di salah satu gereja Katolik di Italia, FOTO: gazzettadiparma.it
Cara pandang seperti ini juga otomatis mengubah cara pandang mereka kepada teman-teman Muslim di Eropa. Warga asli Eropa juga akan mengatakan kedua pelaku memang sama dengan teman-teman Muslim yang ada di Eropa. Ini tentu saja pandangan yang memukul-rata alias men-generalisir fakta yang ada.

Nah, bagaimana tanggapan umat Islam Eropa?

Boleh dibilang umat Islam Eropa sangat bijak dalam menanggapi situasi ini. Umat Islam di Prancis yang berperan penting dalam menghadapi isu seperti ini. Mereka berinisiatif untuk menyerukan kepada semua umat Islam di Eropa agar membuat aksi solidaritas kepada saudara/i Katolik yang sedang bersedih atas peristiwa ini. Aksi ini dikonkretkan dengan mengunjungi gereja Katolik dan berpartisipasi dalam perayaan misa pada Minggu, 31 Juli 2016.

Benar saja. Umat Muslim memang hadir di gereja Katolik pada Minggu ini. Banyak gereja di Prancis dan Italia menerima umat Muslim bahkan dalam perayaan ekaristi pun. Sontak seperti ada penampakan baru. Di depan altar, ada Pastor yang memimpin ekaristi dan di sampingnya ada Imam dari kalangan Muslim.

Aksi ini memang bukan sekadar asal buat. Umat Muslim di Prancis khususnya di dekat kota Rouen, tempat Pastor Jacques berkarya, mengenal baik Pastor Jacques. Pastor yang merayakan 50 tahun imamatnya pada 2008 yang lalu dikenal sebagai figur yang tenang dan damai. Dia juga menyapa semua umat termasuk umat Muslim yang ada di sekitar gerejanya. Dari sinilah lahir relasi yang baik antara Pastor Jacques dengan umat Muslim.

Baru kali ini ada aksi solidaritas seperti ini. Betul-betul menjadi aksi yang baik bagi relasi antara umat beragama selanjutnya. Rasa solidaritas ini kiranya muncul pertama-tama di Gereja Katolik di Rouen. Gereja Paroki Saint-Etienne-du-Rouvray, tempat Pastor Jacques berkarya merupakan bagian dari Keuskupan Rouen.Di gereja Katedral kesukupan ini diperkirakan hadir 2.000 umat Katolik beserta 100 umat Islam.

Mereka disambut oleh Mgr Lebrun, Uskup dari Keuskupan Rouen. Dalam sambutannya dia mengajak umat Katolik yang hadir untuk menyambut dengan sukacita para sahabat Muslim yang datang ke gereja.

“Saya atas nama umat Katolik mengucapkan terima kasih kepada kalian. Kalian menolak aksi kekerasan yang berujung pada kematian atas nama Allah. Kami juga mendengar dari kalian bahwa, aksi ini bukanlah aksi seorang yang menganut agama Islam,” demikian sambutan Uskup Lebrun.

Selain sambutan itu, umat Muslim yang hadir juga menyerukan slogan yakni cinta untuk semua dan benci untuk tak seorang pun. Sungguh slogan yang bagus dan akan lebih bagus jika berhasil diterapkan.

Bagaimana dengan Italia?

Di Italia, umat Muslim juga merespons permintaan komunitas Islam di Prancis. Di kota Parma, beberapa orang Muslim hadir dalam perayaan misa hari Minggu di gereja Katedral kota Parma. Dalam gereja yang megah itu, Ketua Komunitas Islam di Parma Amin Attarki menyampaikan maksud kedatangan mereka di hadapan umat Katolik yang hadir.

Mereka datang bukan saja untuk saling kenal tetapi juga untuk membuat aksi solidaritas dan persaudaraan. Amin mengatakan, kami datang supaya kita saling kenal. Lebih dari situ, kami juga hadir bersama kalian dan turut dalam kesedihan yang disebabkan oleh peristiwa yang baru saja terjadi di Prancis.

Di Gereja Katedral kota Parma, pastor dan seorang utusan dari komunitas Muslim di Parma, FOTO: gazzettadiprama.it
Amin juga mengecam tindakan di Prancis itu. Bagi Amin, menghormati tempat ibadah sama dengan menghormati manusia yang menganggap tempat ibadah itu sebagai tempat yang sakral. Maka dalam keterangannya, dia  menambahkan dengan kalimat yang amat indah, tidak respek terhadap tempat ibadah sama dengan tidak menghormati kemanusiaan.

Umat Muslim yang datang ke gereja bukan saja di Parma. Mereka juga datang ke gereja di beberapa kota lainnya di seluruh Italia seperti di Roma, Milan, Palermo, Napoli, Novara, dan sebagainya. Total seluruh umat Islam di Italia yang berperan dalam aksi ini berkisar 15.000 orang.

Di kota Novara aksi solidaritas ini tidak saja berlangsung dalam gereja saat misa. Setelah misa, ada aksi solidaritas lainnya juga yakni bincang-bincang antara umat yang hadir.

Dalam perbincangan itu, ada wawancara yang menarik bersama seorang wakil dari salah satu organisasi Islam terbesar di Italia yakni Coreis (Comunità Religiosa Islamica) yang berpusat di kota Milano. Abd al-Ghafur Masotti wakil dari Coreis mengatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh kedua pelaku di Prancis bukanlah tindakan seorang Muslim.

Dia mengatakan, pembunuh Pastor Jacques di Prancis tidak menyerukan seruan Allah adalah belas kasih (Dio è misericordioso) sebelum melakukan aksinya. Mungkin dia hanya berseru, Allahu Akbar, Allah yang besar.

Menurut  Abd, seruan Allahu Akbar ini bukanlah seruan yang berdasar pada Al-Quran. Dia juga menolak jika seruan ini dikaitkan dengan seruan seorang Islam. Boleh jadi, Abd mau mengatakan seruan ini merupakan seruan seorang penjahat yang mau mengatasnamakan Allah dalam tindakannya.

Abd dalam akhir wawancaranya menghimbau kepada umat Islam untuk menunjukkan Islam yang sebenarnya. Katanya, kita umat Muslim tidak perlu mengatakan bahwa Islam itu agama yang benar. Kita cukup menunjukkan hal-hal mana yang bukan Islam. Islam menurutnya, bukanlah Islam yang sedang kita bicarakan saat ini yakni islam yang terkait dengan aksi para teroris.

Abd mengajak umat Islam untuk menunjukkan Islam sesuai yang tertulis dalam Al-Quran. Di situ tertulis, siapa yang membunuh seorang manusia, dia membunuh kemanusiaan itu sendiri.

Pastor dan Umat Muslim di salah satu gereja di Italia, FOTO: italy.s5.webdigital.hu
Apa pun reaksinya, langkah komunitas Muslim Eropa ini patut diacungi jempol. Komunitas Islam Eropa sudah mampu menunjukkan bahwa Islam juga mengajarkan umatnya untuk berani meminta maaf dan berinisiatif untuk berbuat aksi solidarietas dan persaudaraan.

Bagaimana dengan Islam di Indonesia? Saya tak pantas menilainya. Biarkan umat Islam Indonesia dan seluruh warga Indonesia sendiri yang menjawabnya.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 1/8/2016
Gordi

*Dipulikasikan pertama kali di sini


SUASANA PENTEKOSTA DI PARMA TAHUN 2016

FOTO: di sini

Pentekosta kali ini agak unik. Ini hanya terjadi pada 2016 ini selama saya mengikuti 3 kali pentekosta di kota Parma. Boleh jadi keunikan ini muncul karena saya sudah pindah tugas di paroki yang baru.

Pentekosta adalah perayaan untuk mengenangkan Roh Kudus yang hadir di antara para murid. Dirayakan tepat 50 hari setelah pesta paskah. Sebelum pentekosta ada 1 pesta lagi yakni pada 40 hari setelah paskah. Namanya pesta kenaikan Yesus ke surga. Pesta pentekosta masih terkait dengan pesta kenaikan itu. Logikanya sederhana saja. Yesus naik ke surga (hari kenaikan, biasanya dirayakan pada hari Kamis, 40 hari) dan Roh Kudus turun atas para rasul (penta-e artinya 50, 50 hari). Yesus naik ke surga tetapi Dia tidak meninggalkan para rasul sendirian. Dia mengirim Roh Kudus, paràklito, untuk menemani mereka. Perpisahan Yesus dengan para rasulnya memang meninggalkan kesedihan. Seperti perpisahan seorang anak dengan orang tuanya. Yesus tahu para rasulnya akan sedih setelah kenaikan-Nya ke surga, ke rumah Bapa-Nya. Itulah sebabnya Dia mengirim seorang penghibur. Penghibur itu bernama Roh Kudus atau paràklito yang artinya penghibur.

Perayaan pentekosta kali ini agak unik karena di paroki kami, Paroki Sacre Stimmate ada perayaan Komuni Pertama untuk belasan anak-anak. Mereka menerima komuni pertama tepat pada perayaan pentekosta ini. Unik bukan?

Kami bertiga pergi ke paroki, saya ditemani Pacifique, seperti biasa, dan juga ada Carlos. Lalu, menyusul Pandri yang tiba saat misa berlangsung. Dia sudah mengikuti misa di Paroki St Andrea sebelumnya. Misa di paroki kami berlangsung lama. Hampir 2 jam. Gedung gereja juga padat. Kami saja harus berdiri. Umat yang datang jauh lebih banyak dari Minggu biasanya. Kami memang datang 2 menit menjelang perayaan dimulai. Saya dan Carlos harus menunggu lama sebelum Pacifique datang. Saudara kami yang satu ini memang tidak biasa datang lebih cepat. Belajar kesabaran kala rencana kita tidak tercapai sesuai yang diinginkan.

Ada 4 diakon yang hadir bersama pastor paroki. Dari tempat berdiri, di dekat pintu masuk, kami melihat barisan panjang anak-anak calon komuni pertama. Lalu, disusul para diakon dan pastor paroki. Di bangku pertama dan kedua, di depan altar, sudah duduk para orang tua anak-anak. Dua orang fotografer khusus mengabadikan peristiwa ini. Misa menjadi panjang karena peristiwa khusus ini. Saat komuni, anak-anak penerima komuni pertama didahulukan. Setelahnya baru umat lainnya.

Sengaja dibuat seperti ini. Pastor paroki menginginkan agar peristiwa ini menjadi kenangan yang tidak terlupakan bagi anak-anak. Maka, bersama para katekis dia membuat program ini.

Saya terharu dengan peristiwa ini. Saya ingat kembali peristiwa belasan tahun lalu saat saya menerima komuni pertama di Stasi Lambur. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Saya yakin, anak-anak ini juga tidak akan melupakan peristiwa khusus ini. Apalagi terjadi pada peristiwa pentekosta. Kiranya Roh Kudus itu akan mengingatkan mereka akan peristiwa ini.

Selamat hari Pentekosta untuk semuanya.

Parma, 15/5/2016

Gordi

BERDOA BERSAMA MARIA DI TAHUN 2016

Gua Maria di Sri Ningsih, Klaten, Yogyakarta 2013


Bulan Mei datang lagi tahun ini. Kita berterima kasih pada Tuhan atas anugerah bulan khusus ini. Tuhan menginginkan agar kita berdoa pada-Nya bersama Maria, bunda kita. Gereja Katolik menyediakan kesempatan khusus ini.

Hari ini 1 Mei bertepatan dengan hari Minggu. Di seluruh dunia dirayakan perayaan hari pekerja, atau hari buruh. Berbagai jenis aksi untuk menandakan hari ini pun beragam. Ada yang berdemo, berpesta, bereflkesi, dan sebagainya. Dalam tradisi Gereja Katolik Roma, hari ini juga diperingati sebagai hari raya St Yosef, pelindung para pekerja. Tradisi Hari Buruh 1 Mei ini kiranya terkait dengan tradisi Gereja Katolik ini. Tentu dunia tidak tahu tentang ini. Hari Buruh 1 Mei memang lahir berkaitan dengan aksi buruh di beberapa tempat di seluruh dunia beberapa dekade silam. Biarlah tradisi Buruh yang diperingati 1 Mei saat ini terkait dengan aksi buruh 1 Mei beberapa dekade silam.

Tradisi Gereja Katolik mengingatkan bahwa mulai hari ini sampai akhir bulan nanti, umat Katolik berdoa bersama Bunda Maria. Kami di Parma pun sudah merencanakannya. Kami berdoa rosario setiap malam kecuali hari Minggu. Maka, doa rosario pun dimulai besok malam. Jadwalnya sama yakni pukul 20.45. pemimpin doa bergilir. Hari Selasa dan Jumat diberikan kepada para frater Teologan, hari Senin Kamis kepada para pastor di rumah induk, hari Rabu Sabtu diberikan kepada para pastor dari komunitas prokur. Ada perbedaan dengan tahun lalu yang mana, para Suster Xaverian juga ikut ambil bagian. Entah karena tahun ini ada halangan.

Tempatnya juga bervariasi. Biasanya di Santuario Conforti dan Gua Maria yang terletak di bagian belakang Rumah Induk Serikat Xaverian di kota Parma. Kalau suhunya dindin, kami berdoa di dalam ruangan yakni di Santuario Conforti. Kalau agak panas, kami berdoa di depan Gua Maria.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu ada umat dair luar yang ikut ambil bagian. Kebanyakan orang tua. Kakek dan nenek. Tetapi ada beberapa orang muda. Ada pasangan muda. Dengan kami, jumlah orang muda menjadi besar. Maka, dalam doa ini ada orang tua dan juga ada orang muda.

Doa rosario ini rupanya mengakar kuat dalam tradisi orang Italia. Selain didoakan pada bulan Mei dan Oktober, orang Italia juga mendaraskan doa ini untuk orang yang mati. Sehari sebelum dikuburkan atau sebelum misa requem, ada doa rosario. Bahkan, ada yang membuat 2-3 hari berturut-turut. Ini yang saya suka dari tradisi orang Italia.

Para pastor Xaverian juga rupanya kuat meneruskan tradisi ini. Tentu tidak semua. Tetapi beberapa yang saya lihat selalu rajin setiap hari. Biasanya setelah makan malam. Ada yang berdua-dua. Ada yang bersendiri. Dengan rosario di tangan, mereka berjalan mengitari kompleks rumah induk atau di sekitar Gua Maria. Saya kadang-kadang membuat doa ini di kamar atau juga sambil jalan-jalan sendiri mengitari rumah induk dan Gua Maria.

Doa ini mudah dan tidak tergesa-gesa. Maka, bersama Maria kita berdoa pada Tuhan. Maria selalu terbuka tangan dan hatinya untuk menerima kita. Bersama Maria kita berjalan menuju Yesus.

Selamat berdoa Rosario pada bulan Mei ini.

Parma, 2/5/2016

Gordi

Paus Fransiskus, Pembawa Harapan ke Benua Afrika
 
Foto Paus Fransiskus di Nairobi bersama
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dan Margarte, Ibu negara.

FOTO: republica dan AFP


Benua Afrika kali ini mendapat perhatian khusus dari Paus Fransiskus. Hari ini, Rabu 25 November, Paus memulai kunjungannya ke tiga negara yakni Kenya, Uganda, dan Republik Afrika Tengah. Perjalanan internasional ke-11 ini menjadi bersejarah bukan saja karena pertama kali ke Afrika tetapi melihat situasi dunia saat ini. Di Eropa, situasi belum aman setelah beberapa peristiwa mengenaskan di Paris dan juga peristiwa lain di berbagai kota di jantung Eropa. Di Timur Tengah masih terjadi persaingan hangat antara Turki dan Rusia. Tak heran jika kunjungan Paus ini mendapat banyak komentar.

Dalam wawancara dan berita di media Italia, ada yang mengusulkan kepada Paus supaya batalkan saja kunjungan ini, jangan tinggalkan Eropa sebelum situasi benar-benar aman. Yang lain mengatakan, mengapa Paus meninggalkan Vatikan pada pembukaan tahun Yubilium Kerahiman Ilahi ini (L’apertura dell’anno della misericordia)? Bukankah lebih baik jika Paus membuka Pintu Suci (La Porta Santa) di Vatikan dan Roma?

Komentar seperti ini wajar. Bukti bahwa masyarakat Italia dan Eropa menaruh perhatian besar pada Paus Fransiskus. Mereka tidak ingin agar kunjungan ini membawa risiko besar pada keamanan Paus Fransiskus. Paus Fransiskus—seperti pendahulunya Paus Benediktus dan Paus Yohanes Paulus II—tentu tidak langsung mengiyakan komentar seperti ini. Dia tahu, mana yang penting dan mendesak saat ini. Paus kiranya meniru sikap Yesus, mencari domba yang hilang yang belum dijamah oleh sang gembala. Maka, kunjungan Paus ini bertujuan untuk berada lebih dekat dengan rakyat Afrika.

Pelayan Injil
Kunjungan selama 6 hari ini memang bertujuan untuk membawa Injil kepada masyarakat Afrika. Paus Fransiskus mengatakan saya datang sebagai pelayan Injil. Injil mesti diwartakan kepada mereka yang belum menerimanya, belum mengenalnya, bahkan pada mereka yang belum mendengarnya.

Kiranya tepat sekali kunjungan Paus kali ini mengingat situasi Afrika saat ini. Peperangan, kemiskinan, penyakit AIDS, perdagangan manusia, perbudakan, dan berbagai masalah sosial lainnya. Masyarakat Afrika membutuhkan seseorang yang bisa membuat mereka nyaman tinggal di negeri mereka. Kalau tidak, mereka akan mencari tempat aman. Jangan heran jika Eropa menjadi tujuan akhir petualangan mereka dari Afrika. Untuk mereka yang bersikukuh menetap di negerinya, situasi seperti ini kadang menyulitkan. Dan, dalam keadaan sulit ini hanya satu yang mereka butuhkan yakni harapan. Dan Paus Fransiskus adalah pembawa harapan itu sendiri. Beberapa kali dia menyebut frase Pembawa Harapan dalam beberapa hari terakhir dalam homili atau audiensi di Roma dan Vatikan.

Saksi perdamaian
Selain tema harapan, Paus Fransiskus juga ingin mengajak rakyat Afrika untuk menjadi saksi perdamaian. Banyak martir di Afrika terutama para misionaris asing dan juga dari warga lokal. Akhir-akhir ini misalnya di Burundi, Kongo, dan beberapa negara lainnya. Rencananya, Paus akan berbicara tentang tema perdamaian ini saat membuka Pintu Suci di Gereja Katedral Bangui, Republik Afrika Tengah pada Minggu 29 November mendatang.

Tema ini kiranya penting di tengah situasi perang di Afrika. Perdamaian tercapai jika ada damai di antara mereka warga senegara, sedaerah, dan juga warga dari berbagai agama. Itulah sebabnya pada hari terakhir, Senin 30 November, Paus akan masuk Masjid utama di kota Bangui. Di sini, Paus menegaskan dirinya sebagai peziarah damai (pellegrino di pace).

Jadwal Kunjungan
Kunjungan ke 3 negara selama 6 hari. Rencananya Paus akan menetap di setiap negara selama lebih kurang 2 hari.

Kenya: Kamis dan Jumat
Tiba sore hari (Rabu) di Kenya. Menetap di sana dari Kamis sampai Jumat. Hari Kamis Paus akan berbicara di kantor perwakilan PBB di Nairobi tentang tema pemeliharaan ciptaan. Hari Jumat Paus mengunjungi kaum miskin di barak pengunsi di kota Bangui.

Uganda: Sabtu
Di Uganda Paus menetap hanya 1 hari dengan jadwal kunjungan yang padat. Pertama, Paus mempersembahkan misa di Basilika (Santuario) di wilayah Namugongo. Basilika ini didedikasikan untuk para martir Uganda.
Kedua, Paus akan mengunjungi penghuni di Rumah Caritas di Nalukongo.

Republik Afrika Tengah: Minggu dan Senin
Di sini, Paus akan membuka Pintu Suci secara simbolis di Gereja Katedral di kota Bangui pada hari Minggu.
Hari berikutnya, Senin, Paus akan bertemu para pemimpin agama Islam dan akan masuk di Masjid utama di kota Bangui.

Demikianlah jadwal kunjungan Paus ini. Informasi jadwal kunjungan disunting dari harian Avvenire, Italia.

**File tulisan ini pernah dikirim ke situs sesawi Jakarta tetapi tidak ditindaklanjuti. Penulis berhak memublikasikannya di blog ini.








Indonesia hingga saat ini statusnya tidak jelas. Dibilang kaya bahan makanan ya. Dibilang tidak juga ya. Seperti berada di antara ya dan tidak. Memang Indonesia mempunyai banyak orang kaya. Namun, Indonesia juga mempunyai banyak orang miskin (mayoritas). Bahkan yang lebih sering diperhatikan dunia internasional adalah masalah gizi buruknya.

Status Indonesia yang berada ‘di antara’ ini rupanya tidak tampak dalam Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di kota Milan. Di sana, tidak tampak sama sekali status ‘di antara ini’. Yang ada di sana justru sangat gamblang yakni Indonesia kaya dan mampu menghidupi rakyatnya. Ini ditampilkan dalam tumpeng yang uniknya bukan main.

Tumpeng ini seolah-olah mengatakan pada para pengunjung bahwa begini lho situasi Indonesia. Makanan berlimpah untuk warganya dan juga para tamunya. Tumpeng itu sekaligus membungkam para pengamat yang selalu mencari berita tentang kelaparan di Indonesia. Emang Indonesia masih lapar? Tentu saja tampaknya tidak. Tetapi sebenarnya banyak orang Indonesia yang lapar akan kebutuhan dasar ini yakni makanan. Sangat sulit dipastikan angkanya. Yang mudah dibuktikan adalah tanda-tanda kelaparan itu sendiri. Pengemis, penganggur, petani yang kehidupannya tidak makmur, nelayan yang tidak jelas mata pencahariannya, pekerja digaji rendah, pegawai kontrak yang tidak jelas pekerjaan tetapnya. Inilah tanda bahwa Indonesia masih memiliki banyak orang lapar.

Foto Tumpeng Merdeka, Mbak Ina W
Kelaparan ini boleh saja nyata di Indonesia tetapi di Ekspo Internasional di kota Milan kelaparan ini tidak ada. Tema Ekspo memang mengajak manusia menjaga alam, merawat alam, bahkan memberi makan kepada alam agar tetap hidup sejahtera. Ini berarti juga mengajak kita untuk memberi makan kepada sesama kita. Tema ‘memberi makan kepada alam’ mungkin terlalu bombastis karena seharusnya alamlah yang justru memberi makan dan menghidupi manusia, bukan sebaliknya. Melihat jauh lebih dalam, masalah manusia dan alam saat ini sebenarnya bukan soal makanan. Masalah yang sebenarnya—mengutip pendapat Paus Fransiskus—adalah ketidakadilan.

Paus asal Amerika Latin ini mengatakan bahwa ‘kita mempunyai makanan berlimpah dan cukup untuk semua manusia’. Alam kiranya sudah menyediakan semuanya untuk manusia di planet bumi ini. Jadi, alamlah yang memberi makan pada manusia. Paus melanjutkan bahwa ‘begitu banyak orang yang merampas makanan orang lain’. Ini kiranya konkret pada beberapa orang yang menguasai sebagian besar kekayaan alam bumi ini. Dari ketidakadilan inilah lahir kelaparan.

Kelaparan seperti inilah yang juga nyata di Indonesia. Tetapi Indonesia juga punya kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia adalah salah satu negara dengan kelimpahan makanan. Kelimpahan ini kiranya ditampilkan dalam TUMPENG BESAR yang ada di paviliun Indonesia pada 17 Agustus kemarin.

Tumpeng ini betul-betul menunjukkan kelimpahan makanan di Indonesia. Dengan kelimpahan ini, Indonesia tidak saja memberi makan kepada rakyatnya tetapi juga kepada para tamunya. Memang, tumpeng yang ada di Milan kemarin itu dinikmati oleh lebih dari 1000 orang. Kiranya Indonesia bangga karena mampu memberi makan kepada pengunjung sejumlah itu.

Ukur tinggi tumpeng, foto mbak Ina W
Tumpeng itu patut mendapat penghargaan. Dan memang ada penghargaannya, dari MURI sekaligus dari GWR (Guinness World Records). Tumpeng itu adalah kado terindah di hari ulang tahun ke-70 negeri ini. Tumpeng itu kiranya tepat dinamakan TUMPENG KEMERDEKAAN. Tumpeng itu memang diberi simbol kemerdekaan. Ada 17 macam lauk pauk yang memberi rasa padanya. Angka ini menunjukkan tanggal 17. Bulan Agustus diwakili oleh angka 8. Dan tumpeng itu dibuat dengan 8 tingkatan. Di bagian dasar tumpeng itu masih ada hiasan 45 tumpeng kecil yang mengelilingi kaki tumpeng kemerdekaan ini. Angka 45 menunjukkan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan.

Itulah sebabnya tumpeng itu tinggi sekali. Mencapai 2,28 meter dan diameter (garis tengah) 1,6 meter. Tumpeng yang melambangkan kelimpahan makanan ini kiranya bukan saja menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia mampu memberi makan kepada para tamunya. Tetapi, lebih penting lagi adalah menunjukkan kepada masyarakat Indonesia bahwa tumpeng itu adalah simbol kerja keras para pemimpin untuk menghidupi rakyat Indonesia. Jika tidak, tumpeng ini hanya ilusi belaka. Hanya pemuas dahaga sesaat. Setelahnya, pengunjung akan mengejek tumpeng yang melambangkan kelimpahan itu.

Salam merdeka dari kota Milano

17/8/2015







Bendera Merah Putih hari-hari ini ditemukan di mana-mana. Menjelang dan sesudah kemerdekaan 17 Agustus—seperti biasa—bendera kita ini mudah ditemukan di mana-mana. Dari kampung sampai kota. Dari desa sampai kota kabupaten. Dari Asia sampai Amerika, dari Australia sampai Afrika hingga Eropa.


Bendera itu juga berkibar di kota Milan-Italia tepatnya di jantung perhelatan Ekspo Internasional yang berlangsung dari Mei hingga Oktober tahun ini. Kota Milan dijuluki sebagai salah satu kota internasional. Tidak demikian dengan bendera Merah Putih. Bendera ini tidak mengenal sebutan internasional. Bendera ini melampaui sebutan internasional-nya kota Milan. Ya, Merah Putih memang berkibar bukan saja di beberapa kota internasional lainnya seperti Roma, Paris, London, Jakarta, Tokyo, Bangkok tetapi juga sampai ke pelosok nusantara. Bendera itu bukan saja berkibar di setiap kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di seluruh dunia tetapi juga di rumah warga kecil di seluruh pelosok nusantara. Boleh dibilang Merah Putih dalam hal ini adalah pemersatu. Menyatukan keragaman yang ada. Bukan saja hanya kota tetapi juga daerah.

Keragaman ini juga yang mewakili perasaan kami warga Indonesia yang hadir di kota Milan kemarin untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70. Paviliun Indonesia di Expo Milano mewarnai bagian luar dan dalamnya dengan bendera Merah Putih. Dari kain dan plastik. Yang besar dan kecil. Dan, hanya satu yang lebih besar seukuran bendera pada umumnya. Bendera besar inilah yang kami tatap sambil menyanyikan beberapa lagu nasional Indonesia dan lagu Indonesia Raya di tengah gemuruhnya pengunjung di Expo Internasional dengan tema Nutrire il pianeta, energia per la vita, ‘Feeding the Planet, Energy For Life.’

Lagu-lagu ini disemarakkan oleh kelompok kor dari kota Roma yang datang bersama Bapak Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia August Parengkuan bersama Ibu. Bapak Dubes didaulat sebagai Inspektur Upacara pada acara Penurunan Bendera sore hari pukul 17.00 waktu Milan. Acara ini dibuat resmi seperti acara penurunan bendera di Indonesia. Ada pasukan paskibraka, inspektur upacara, kor, para barisan yang mayoritasnya adalah warga Indonesia di sekitar kota Milan, di Italia bagian Utara pada umumnya dan beberapa warga Indonesia dari Swiss yang berdekatan dengan Italia. Kami mengikuti iringan suara anggota kor, menyanyikan dengan riang ria beberapa lagu tersebut. Tua-muda, anak-anak sampai kakek-nenek, bernyanyi senang. Ada juga banyak simpatisan yang mendekat ke paviliun Indonesia menyaksikan acara ini. Jadi, meski mayoritas adalah warga Indonesia, ada juga orang asing yang terlibat.


Di sinilah Indonesia menjadi internasional. Bukan lagi sebatas penduduk Indonesia yang datang dari berbagai kota di Italia tetapi juga dari luar Italia. Ibaratnya warga Jakarta yang datang dari berbagai daerah di luar Jakarta. Warga Indonesia yang saya temui beragam, dari Medan sampai Timor dan Flores, NTT, dari Bandung sampai Makasar dan Toraja, dari Jawa Timur sampai Palembang, dari Jakarta sampai Bali. Lebih seru lagi karena bukan saja keragaman nasional seperti ini. Ada juga keragaman internasional. Keragaman ini tampak dari simpatisan asing yang terlibat. Dari Italia—tentu saja—juga dari Jepang, Swis, Spanyol, Cina, India dan beberapa negara lainnya.


Mereka ini memang boleh dibilang terlibat dari pagi. Yakni dalam acara permainan Lari Karung, Jalan Bertiga di atas papan kayu, Membawa Bola dengan sendok, dan beberapa pertandingan lainnya. Permainan tradisional nan kreatif. Permainan ini rupanya diminati oleh banyak warga asing, bukan saja Italia. Ketertarikan ini menghilangkan kesan kaku karena entah mungkin kesulitan bahasa dari panitia sendiri yang tidak menjelaskan dengan lebih baik pada awal pertandingan tentang cara bermain. Kesan ini langsung hilang karena kebetulan juga yang menjadi kelinci percobaan adalah beberapa pelajar Indonesia di Italia. Jadi, tidak masalah. Baik kalau lain kali disiapkan orang yang betul-betul mampu menjelaskannya dengan baik kepada orang asing, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Italia sebagai tuan rumah tempat acara berlangsung.

Dari permainan ke pertunjukkan tarian. Tarian ini juga rupanya banyak menarik penonton. Beberapa teman Indonesia membawakan beberapa tarian. Salah satunya adalah tarian piring. Seperti piring putih, tarian ini mampu menampung semangat penonton. Piring putih jika dibersihkan dengan baik akan tampak keindahan warna putihnya, tarian yang ditampilkan dengan baik ini juga menarik banyak pengunjung. Banyak penonton yang meminta foto dengan penari. Baik pagi maupun sore hari.


Ini hanya beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di Expo Milano 2015. Acara serupa berlangsung juga di Roma untuk warga Indonesia di Roma dan sekitarnya dan terutama di Italian bagian Selatan. Acara lain akan diulas dalam tulisan berikutnya.

Salam merdeka dari Milan-Italia.

17/8/2015
Powered by Blogger.