Halloween party ideas 2015
Showing posts with label KISAH INSPIRATIF. Show all posts



Malam Minggu, dambaan anak muda. Saya teringat Jakarta. Setiap malam Minggu, saya ke Taman Monas.

Kami bermain futsal dan jalan-jalan di sana. Andai Anas digantung di sana, kami ingin melihatnya. Tapi tentu suasananya lain kalau Anas digantung.

Beberapa teman tadi sudah bertanya, nggak ngapel? Ngapel maksudnya bertemu seseorang di malam Minggu. Saya tersenyum membaca pertanyaan mereka. Lalu, saya jawab, tidak!

Karena memang saya tidak ngapel. Saya di rumah saja. Malam Minggu kan nggak harus ngapel. Tetapi kalau ada kesempatan ya ngapel saja. Atau kalau mau ya ngapel saja.

Untuk saat ini, saya memang lebih asyik di rumah. Lebih baik saya menulis daripada ngapel. Lagipula saya berada di kota Yogyakarta. Ngapelnya nggak sama dengan Jakarta. Di sini ada tempat ngapel yang menarik. Tetapi tentunya suasananya beda dengan Jakarta.

Saya di rumah saja. Nggak harus ngapel. Jadi, anak muda nggak harus ngapel. Memang pertanyaan bertubi-tubi datang, nggak ngapel?

Seolah-olah ngapel menjadi kewajiban. Kan di rumah juga bisa beraktivitas yang bermanfaat. Tetapi saya memaklumi pertanyaan teman-teman saya itu. Saya tanya balik, kamu juga nggak ngapel?

Mereka jawab, tidak. Kalau tidak mengapa harus bertanya ke orang lain. Dan yang satunya menjawab, sebentar lagi. Buka facebook dulu baru ngapel. Hemm untung ada facebook yahh kalau  nggak pasti dah ngapel semua.

Jadi, kaum mudi/a kita ngapel di dunia maya saja yah. Di facebook, di kompasiana, di yahoomessanger, di twitter, dan sebagainya. Aman. Nggak pelru mikir pulang jam berapa. Kan dari tempat duduk saja bisa ngapel ke mana-mana dan dengan siapa-siapa.

Met ngapel tuk yang sedang ngapel.

PA, 23/2/13

Gordi



Tiga kata satu nama. Menggambarkan suasana kota Yogya. Dari tadi sore hingga malam ini. Kirnaya hujan berhenti tadi sore. Ternyata malam juga hujan.

Makanya, suasananya ya, hujan, hujan, dan hujan. Kalimat itu yang muncul kalau teman-teman tanya suasana Yogya.

Tadi sore memang hujannya tiba-tiba saja. Ada mendung sebelumnya. Tapi mendung itu biasanya juga tak tentu. Kadang-kadang akan hujan, kadang-kadang tidak. Sulit diprediksi. Tadi sore tiba-tiba saja ada hujan disertai angin kencang. Rintik hujan itu sampai masuk rumah. Jendela yang terbuka jadi celah masuk air hujan.

Ada yang meprediksi, hujan deras mengguyur Yoga dan Jawa Tengah. Ya namanya prediksi. Perkiraan cuaca bahasa lainnya. Ada benarnya prediksi itu. Yogya beberapa waktu turun hujan.

Hujan, hujan, dan hujan. Tak perlulah memikirkan hujan ini berkat atau tidak. Hujan ini membawa bencana atau tidak. Kiranya alam punya hukum sendiri. Manusia harus tunduk pada alam. Alam akan berjalan sesuai hukumnya. Mau tak mau manusia mesti mengikuti ritme kerja alam.

Hanya waspada saja. Manusia yang paling tahu harus bagaimana kalau hujan. Bukan menyalahkan hujan. Manusia yang harus disalahkan. Apalagi manusia tak ada yang diam saja. Paling tidak ada yang memebri tips bagaimana seharusnya yang dilakukan jika hujan. Ini semacam larangan kecil atau rambu-rambu. Nah, kalau ada yang melanggar, itu yang disalahkan.

Hujan, hujan, dan hujan. Tak ada lagi yang mau diulas. Hujan ini seolah-olah menutup segala ide tulisan. Makanya, tulis saja tentang hujan. Intinya Yogya diguyur hujan pada sore dan malam ini.

PA, 24/2/13

Gordi


Saya betul-betul sedang tidak ada ide untuk menulis. Saya cari-cari tetapi tidak ada. Saya kecewa tidak bisa menulis hari ini.

Saya ingat kata-kata seorang motivator, keadaan yang tidak stabil kadang-kadang menjadi inspirasi untuk menulis. Saya sedang tidak stabil karena tidak ada ide untuk menulis. Biasanya jam begini sudah ada tulisan. Hari ini kok belum.

Lalu, saya berdiam diri di depan laptop saya. Saya mendengar suara anak muda. Mesti tidak bagus, suara itu bisa menjadi hiburan baginya dan temannya. Ada 3 orang yang menyanyi. Juga ada bunyi gitar sebagai pengiring. Dua orang memetik gitar sekaligus menyanyi. Sedangkan seorang hanya menyanyi.

Saya menikmati nyanyian mereka. Kebetulan tidak jauh dari saya. Saya menulis ini karena itu saja yang saya dengar sekarang. Maka, dalam keadaan tidak stabil ini, ternyata saya masih bisa menulis. Saya mendapat inspirasi untuk menulis.

Pemuda-pemuda itu menyanyi dan memetik gitar. Mereka punya keahlian untuk itu. Saya bayangkan sahabat yang bisu, tidak bisa menyanyi. Syukur kalau dia bisa memetik gitar. Bisa gabung di grup musik.

Anak muda ini hebat memetik gitar. Saya bayangkan diri saya yang hanya bisa sedikit-dikit main gitar. Tidak ahli seperti mereka.

Mereka menyanyi dan main gitar karena bisa dalam hal itu. Maka itulah keahlian mereka. Minimal untuk menghibur diri dan orang di sekitar.

Menyanyilah ketika Anda bisa menyanyi. Dana, main gitarlah ketika Anda punya bakat dalam bidang itu. Suatu saat Anda tidak bisa lagi menggunakan kemampuan Anda itu.

PA, 28/2/13

Gordi

ilustrasi, google.co.id
Profesi tukang parkir amat menjanjikan. Saya pernah bicang-bincang dengan seorang tukang parkir di Jakarta. Dia mengatakan kalau pas ramai, pendapatannya mencapai ratusan rupiah sehari. Kalau sepi ya paling puluhan ribu.

Beda dengan tukang parkir di tempat ramai yang lebih besar. Misalnya di PRJ, Kemayoran. Di sini bisa sampai jutaan rupiah. Saya belum pernah menanyakan pada tukang parkir di sana. Tetapi, beberapa teman pernah menawarkan, kalau ada waktu luang ikut gabung jadi kru parkir di sana. Sayangnya saya banyak tugas dari kampus waktu itu.

Tak heran jika tukang parkir menjadi pekerjaan yang diincar banyak orang. Mereka yang menganggur bisa masuk di sini. Ada yang membentuk kelompok kru parkir. Kerja sama demi keamanan juga. Sebab, lahan parkir kadang-kadang menjadi rebutan. Ada yang bekerja paruh waktu jaga sehingga yang lain bisa dapat uang saja.

Malam untuk kelompok A, siang untuk kelompok B. Atau juga dibagi perhari. Saya pernah menjadi tukang parkir di beberapa gereja di Jakarta saat misa hari Sabtu dan Minggu. Di sini pengelolaannya jelas. Setiap kelompok emndapat jatah sekali seminggu. Ini bertujuan agar semuanya dapat bagian.

Hari ini saya mendapat pengalaman baru. Tukang parkir yang beda sekali dengan yang saya jumpai di kota. Tukang parkir ini berada di desa. Di tempat yang jauh dari keramaian di daerah Klaten-Yogyakarta. Tepatnya Klaten-Jawa Tengah. Kebetulan tadi siang, saya dan teman-teman mengunjungi sebuah tempat doa di sana. Berziarah dan berekreasi.

Kami tidak seharian di sana. Hanya sekitar 2 jam saja. Kami memarkir mobil di salah satu tempat parkir dekat tempat doa itu. Sewaktu pulang, teman saya menanyakan pada tukang parkir mengenai besarnya sewa parkir.

“Bayar seiklasnya,” kata tukang parkir itu. Saya kaget dan terharu. Biasanya tukang parkir mematok harga. Apalagi di tempat ziarah yang tak sepi pengunjung, biasanya, di beberapa tempat, mereka mematok harga Rp. 5.000. Tukang parkir ini beda.

Jawaban itu menyiratkan nilai sebuah pekerjaan. Tidak banyak menuntut. Cukup melaksanakan tugas dan bekerja sebaik mungkin. Soal harga sebagai bayaran, terserah kepada pelanggan.

Saya memberi Rp. 5000 untuk satu mobil kepada tukang parkir itu. Lalu, teman saya menambahkan. Kebetulan kami pakai dua mobil. Saya baru menemukan seorang tukang parkir seperti ini. Menjadi baru bagi saya dengan jawaban yang ia lontarkan.

Kata-kata “Seiklasnya” saja terngiang di telinga. Saya menjadi sadar. Kadang-kadang saya banyak menunut kepada orang lain. Padahal masih ada orang yang rendah hati, tak menuntut, bekerja tanpa menuntut bayaran tinggi. Saya tidak emrendahkan pekerja yang bekerja keras. Saya hanya salut dengan tukang parkir yang meminta bayaran seiklas saja. Jawaban seiklas ini menggema di antara tuntutan biaya parkir yang sudah dipatok per jam, atau dipatok seenaknya saja.

Terima kasih mas untuk kata-katamu.

PA, 1/4/13

Gordi

ilustrai, internet
Pagi ini ada adegan menarik. Sambil berjalan pelan pagi hari di luar rumah, saya melihat adegan itu. Kebetulan para siswi/a di sekitar rumah kami sedang masuk sekolah. Ada yang diantar orang tua, tukang ojek, ada pula yang datang sendri berjalan kaki. Saat itulah adegan menarik itu terjadi. Saya terharu melihatnya.

Siswi itu turun dari sepeda motor bapaknya. Lalu mengambil tas yang ditaruh di depan tempat duduk bapaknya. Kemudia dia pamit pada bapaknya sambil mencium tangan bapaknya. Adegan ini menarik perhatian saya. Rupanya bukan hanya satu dua anak sebagian besar seperti itu, kecuali yang diantar tukang ojek.

Adegan sepele namun menarik perhatian. Ini tanda anak masih cinta pada orang tuanya. Cinta itu terwujud dalam adegan ciuman. Bukan ciuman bibir tetapi ciuman tangan orang tua. Ada nilai yang tersirat dalam adegan itu. Orang tua tentu mendidik anak untuk berbuat seperti ini.

Betapa banyak anak yang tidak melalkukan ini sebelum mereka belajar di kelas. Tentu ini bukan adegan mutlak. Ada cara lain dalam budaya tertentu untuk menggambarkan bukti cinta anak pada orang tua. Tetapi adegan ini menjadi salah satu pesna bahwa masih banyak anak yang patuh pada orang tuanya.

Adegan ini menjadi kenangan tersendiri bagi saya ketika jalan-jalan pagi di luar rumah di kota Padang ini. Kebetulan saja di samping rumah kami berdiri dua sekolah menengah atas. SMAN 10 Padang dan SMKN Padang. Pemandangan yang menarik. Saya tidak akan lupa adegan ini. Dan ini mengingatkan saya akan kota Padang ini ketika melihat adegan serupa di masa datang.

Terima kasih dan sampai jumpa kembali. Salam hangat untuk adik-adik SMA di Padang.

Padang, 16/5/2013
Gordi

gambar dari internet


Sapa-menyapa bukan hal luar biasa. Itu sudah biasa dalam masyarakat. Tetapi yang biasa ini kadang tidak dibiasakan. Lantas, kebiasaan saling sapa memudar dan hilang dari kehidupan masyarakat. Padahal ini hal biasa yang diturunkan nenek moyang.

Saling sapa merupakan kebiasaan yang baik. Bukan karena ini menjadi biasa. Tetapi saling sapa menjadi pembuka komunikasi harian. Sapaan, selamat pagi, menjadi pembuka komunikasi di pagi hari. Sapaan ini menjadi pendobrak kekakuan, kemalasan, keengganan untuk bangun, kelambanan untuk memulai pekerjaan, di pagi hari. Maka, saling sapa menjadi kebiasaan yang baik.

Kebiasaan yang baik ini juga menjadi ungkapan kesediaan untuk berkomunikasi. Komunikasi membutuhkan kesediaan hati. Maksudnya, komunikasi mesti muncul dari hati. Dari hati saya ke hati mu. Jika tidak, komunikasi itu menjadi hambar, hanya sekadar basa-basi. Sapaan, selamat pagi, justru menjadi cerminan kesediaan seseorang untuk berkomunikasi. Sapaan itu bukan sekadar basa-basi.

Saling sapa juga merupakan penghilang stres. Suara merdua yang diungkapkan sahabat saya pagi ini menghilangkan stres saya. Pagi-pagi kok sudah stres. Ya bagaimana tidak stres, seorang teman merusakkan komputer. Padahal di dalamnya ada beberapa file pekerjaan kampus dari beberapa teman. Pekerjaan itu mau dikumpulkan hari ini. Saya merasa jengkel karena sudah diberi instruksi agar teman ini tidak mengotak-atik komputer yang satu itu. Tetapi, dia memuaskan rasa ingin tahu dan rasa sok tahunya dengan membuka komputer ini. Kalau komputernya tetap baik tidak apa-apa. Ini komputer macet dan pekerjaan beberapa teman tidak bisa dicetak.

Stres itu hilang seketika saat suara merdua teman saya itu menggema, selamat pagi mas. Suara itu sering saya dengar. Hampir setiap pagi. Tetapi pagi ini terasa lain. Suara itu punya kekuatan yang dahsyat. Dia menghilangkan stres saya. rupanya hal biasa, mendengar sapaan selamat pagi, menjadi luar biasa pagi ini.

Saling sapa terbukti menjadi obat mujarab menghilangkan stres. Maka, pagi ini, saya menyapa beberapa teman. Sebentar lagi mau berangkat ke kampus, menengok teman-teman saya di sana. saya akan menyapa mereka nanti. Di jalan nanti jika bertemu polisi saya akan menyapanya. Siapa tahu suara saya itu bisa menghilangkan stresnya karena ulah pengguna jalan yang semau gue saja.

Rupanya saling sapa bukan sekadar basa-basi. Saling sapa punya kekuatan dahsyat. Kalau pun bermula dari basa-basi, saling sapa tetap menyimpan kekuatan. Saling sapa yang hanya kebiasaan harian rupanya menjadi kebiasaan yang luar biasa. Maka, sudahkah Anda menyapa orang-orang di sekitar Anda???

PA, 22/5/13

Gordi

foto dari internet

Setiap orang punya mimpi. Mimpi menjadi lebih baik adalah salah satu mimpi dambaan. Betapa keadaan yang jelek, menederita, miskin, membuat banyak orang bemrimpi untuk kehidupan yang baik. Mimpi itu membuat mereka berusaha untuk mengubah hidup. Bagi mereka, mimpi menjadi awal yang baik untuk mengubah keadaaan. Tak peduli apakah nanti tercapai atau tidak kehidupan yang baik itu. Mimpi bagi sebagian orang adalah kunci dari sebuah perubahan.

Aku juga punya impian. Aku hanya tukang bakso. Setiap hari mendorong gerobak bakso dari satu tempat ke tempat lainnya. Betapa kegiatan ini membuatku banyak tahu dan kenal lingkungan. Dari yang kaya sampai yang miskin. Orang kaya suka bakso saya. Mereka memesan banyak porsi. Aku juga berusaha agar orang miskin bisa menikmati bakso racikanku. Aku mau supaya yang bisa dinikmati orang kaya bisa juga dinikmati orang miskin.

Dengan gerobak bakso ini, aku berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Bagiku, gerobak ini idak sekadar berpindah. Pikiranku juga berpindah dari satu kenyataan ke kenyataan lainnya. Di sini aku melihat yang ini, Di sana aku melihat yang itu. Perubahan itu menjadi ritme hidup saya. Di sini saya laku banyak. Di sana saya tak dapat pemasukan pun. Antara ritme penjualan dan ritme perpindahan gerobak bakso ada hubungan. Hubungan yang juga menjadi kesimpulan saya. Betapa hidup ini harus berubah.

Aku ingin berubah dari tukang bakso ke pegawai kantor. Meski ini hanya keinginan belaka, ibarat mimpi, aku berusaha meraihnya. Aku tak mau keingingan tinggal keingan saja. Aku mau supaya keinginan itu tercapai. Aku bukannya tak mau jadi tukang bakso. Aku mau supaya profesiku juga berubah. Ya, sebagai lanjutan dari impian saya.

Aku sudah bepindah dari satu tempat ramaia ke tempat ramai lainnya. Aku sudah hafal pembeliku di setiap tempat. Aku sudah menjalin relasi dnegan pelanggan di banyak tempat yang saya singgah. Aku sudah melayani berbagai kelompok masyarakat. Bagiku, gerobak bakso ini memang menyatukanku dengan banyak kalangan. Aku mau supaya aku juga bisa berubah. Dari tukang bakso ke pegawai kantor. Hanya ini saja mimpi saja. Berat tetapi aku sudah memulainya dari mimpi. Dan, aku mulai meweujudkannya dnegan berusaha. Menjadi tukang bakso mungkin terlalu rendah. Tetapi, betapa tinggi harkatku ketika bisa bergaul dengan banyak kalangan masyarakat, sosial dan ekonomi yang berbeda, budaya, dan sebagainya.

Impian itu membuatku berubah. Dari keinginan ke kenyataan. Di tengahnya ada usaha. Maka, aku berusaha agar usahaku bisa mewujudkan impianku. Mimpi yang kadang diejek oleh orang tertentu. Tukang mimpi, kata mereka. Kataku, aku bemrimpi agar aku berubah. Mereka bilang itu hanya impian belaka tetapi aku yakin aku bisa berubah. Mimpi yang semula jadi bahan ejekan akan menjadi awal untuk berubah.

Jakarta, 12/6/13

Gordi

gambar dari internet


Suatu pagi di halaman sekolah
“Bapak, pagi ini dingin sekali”, ujar Nicola.
“Ya nak, sekarang musim dingin”, balas bapaknya.
“Apakah teman saya juga dingin?”
“Tentu saja, semuanya dingin.”
“Tapi pa… mereka dalam mobil, mungkin tidak dingin seperti kita.”
“Ya nak, tentu saja. Kita datang dengan sepeda dan merasakan dingin yang lebih dari mereka.”
Bapak menurunkan Nicola di halaman sekolah. Lalu memarkir sepedanya. Kemudian keduanya masuk di beranda sekolah.
“Pa….mereka tidak diantar oleh bapak atau ibu, biar saya ikut mereka, bapak sampai di sini saja.”
“Terima kasih Nicola. Bapak nanti datang jemput kamu pakai sepeda.”
“Sama-sama pa… hati-hati di jalan,” balasnya sembari mencium jari-jari tangan bapaknya.

Di dalam kelas
“Hai…Tom, selamat pagi,” sahut Nicola.
“Selamat pagi juga. Apa kabar?” balas Tom.
“Kabar baik, tapi……saya dingin sekali. Apakah kamu juga dingin?”
“Tentu saja. Kan musim dingin, semuanya dingin.”
“Aku kira kamu yang naik mobil tidak dingin seperti saya yang diantar pakai sepeda.”
“Ah..sama saja.”

Halaman sekolah
“Pa….ternyata temanku juga merasakan dingin yang sama.”
“Ya, tentu saja.”
“Hem..aku pikir yang naik mobil tidak kena dingin. Jadi, naik mobil atau naik sepeda sama saja. Semuanya dingin.”
Keduanya naik sepeda lalu kembali ke rumah. Di jalan, mereka merasakan dinginnya udara. Tetapi, itu sudah biasa bagi mereka. Mereka mengenakan baju tebal dan hangat, selendang untuk menghangatkan leher, juga menutup mulut dan hidung.

^Cerita menjelang musim dingin

Prm, 28/11/13
Gordi

Bunga lain di bagian sebelah taman
Untuk menjadi orang luar biasa tak perlu sekolah tinggi. Tak perlu banyak uang. Tak perlu promosi ke mana-mana. Cukup menjadi orang sederhana. Ini resep menjadi orang luar biasa. 

Saya dapat resep ini pada pagi tadi. Saya sedang bekerja di taman kami. Memberi pupuk pada bunga mawar yang mulai mengeluarkan bunga-bunga indah. Saya menambahkan pupuk biar tambah subur tanahnya. Kelak, bunganya juga akan tambah cantik.

Tangan kanan saya dibalut kaus tangan. Lalu, satu pacul untuk mencangkul tanah. Tanah di sekitar bunga mesti digembur, kemudian disiram pupuk beku. Lalu, ditutup lagi dengan tanah. Kelak, ketika disiram air atau kena air hujan, pupuk itu akan larut dan menciptakan zat subur bagi akar-akar bunga itu.

Di samping saya, ada ember berisi pupuk. Tidak penuh. Hampir ¾-nya. Pupuk ini juga tidak digunakan semua. Jumlah bunga hanya 45 pohon. Jadi, masih ada sisanya. Mungkin untuk bagian lagi dari taman ini. Untuk hari ini cukup yang bagian ini.

Luar biasa pekerjaan saya hari ini. Matahari bersinar terang dan menciptakan suhu yang sejuk. Kemarin malam hujan, tanah basah. Maka, saya mudah mencagkulnya. Baru kali ini saya bekerja hanya dengan sehelai baju (biasanya dengan jaket di bagian luar),  dengan celana pendek (biasanya selalu celana panjang, takut dingin) dan dengan sandal jepit (biasanya dengan sepatu lengkap dengan kaus kaki).

Tapi, bukan ini yang membuat saya menjadi orang luar biasa. Yang membuat luar biasa justru orang luar biasa yang saya temukan ini. Dia memanggil nama saya dari pintu gerbang rumah ketika saya sedang mencangkul tanah di halaman itu. Dia bilang, “Maaf (dengan suara agak kencang, berbarengan dengan suara mobil di jalan raya), spanduk-nya jatuh.”

Saya memintanya mengulang lagi karena suaranya tidak saya dengar. Sambil duduk di atas sepeda dan memarkir sepedanya, dia mengulang lagi dan saya dengar dengan jelas. Saya langsung mengerti maksudnya dan segera menuju ke samping gerbang. Melihat spanduk yang jatuh. Spanduk yang saya juga tidak tahu milik siapa. Maklum, dari tadi hanya bekerja di taman. Tidak saya perhatikan kalau ada yang menaruh spanduk di samping gerbang.

Betul rupanya. Ada spanduk kecil yang ditaruh di samping pintu gerbang rumah kami. Kebetulan, ada sekelompok orang yang sedang mengikuti pertemuan di sini. Spanduk itu milik mereka. Ditempatkan di samping gerbang biar para tamu tidak sibuk mencari alamat rumah ini. Spanduk itu memudahkan pengunjung.

Saya membetulkan posisi spanduk yang dipasang berdiri itu. Saya menempatkan satu batu kecil di ujung depan kaki spanduk. Jadilah dia berdiri dengan gagah dan bersandar ke tembok. Saya yakin tidak akan jatuh lagi meski ada angin.

Bapak ini rupanya luar biasa. Luar biasa karena ia peduli. Kepeduliannya nyata ketika ada yang jatuh di jalan langsung dia memberitahukan kepada orang terdekat atau pemilik rumah. Ini baru spanduk yang jatuh. Apalagi kalau manusia yang jatuh. Katakan saja pengguna jalan entah pengayuh sepeda, pengendara motor yang jatuh. Pasti dia juga segera menolong dan mencarikan bantuan dari orang yang ada di sekitar itu.

Saya belajar dari bapak ini. Belajar untuk peduli pada hal kecil yang ada di sekitar saya. Untuk menjadi orang peduli, tidak butuh kampanye besar. Cukup memperhatikan hal kecil di sekitar kita. Jika peduli dengan yang kecil ini, kita juga akan peduli dengan yang besar. Kepedulian ini membuat bapak ini menjadi luar biasa. Untuk menjadi orang luar biasa rupanya tidak perlu berkampanye ke mana-mana. Tidak butuh promosi di media massa, tidak perlu ikut demonstrasi sehingga masuk koran, radio, dan TV, tidak perlu ikut membuat opini protes seolah-olah menyeberang sikap mayoritas. Tidak perlu.

Cukup dengan membantu membetulkan posisi spanduk di jalan. Itu sudah cukup. Sederhana tetapi luar biasa.

PRM, 20/6/15
Gordi



FOTO, arabpress
Membaca berita dari pengungsian, membuat hati terharu dan sedih. Di Siria dan Libanon. Penduduk Siria banyak yang mengungsi ke bebrbagai negara. Termasuk ke Libanon yang dekat dengannya. Di sana dijumpai banyak penduduk Siria.

Di pengungsian inilah lahir rasa terharu dan sedih. Hidup mereka tidak tentu. Hari ini hidup, besok belum tentu hidup. Banyak ketergantungan. Keamanan, kesehatan, persediaan pangan, hidup sehat, dan banyak ketergantungan lainnya. Hidup di pengungsian memang menjadi hidup serba ketergantungan. Jika tak ada penopang, hidup akan berakhir. Dan, tamatlah riwayat pengungsian.

Meski, hidup tidak menentu, para pengungsi juga mencoba menentukan kehidupan mereka. Mereka rupanya tidak mau tinggal diam. Mau berbuat semampu mereka. Berusaha agar dalam ketidaktentuan pun, bisa memperoleh ketentuan. Menentukan sesuatu yang tentu dalam situasi tidak tentu.

Mencari sesuatu yang tentu untuk masa depan inilah yang dilakukan Baraa, 10 tahun. Tinggal di pengungsian di Libanon. Dia belajar dan mengajar di tempat pengungsian. Belajar dalam situasi tempat seadaanya. Bayangkan saja situasi pengungsian. Serba tak menentu. Meski demikian, dia mencoba untuk belajar dan berbagi ilmu. Katanya, “Saya membagikan ilmu yang saya dapat dari pelajaran di pagi hari kepada teman-teman lainnya di pengungsian.”

Dia berbagi apa yang dia dapatkan. Di tempat pengungsian pun masih bisa berbagi. Berbagi memang bisa dilakukan di mana saja, dalam situasi terjepit sekali pun. Tak heran, jika dia mengajar bahasa Arab dan tata bahasanya pada anak-anak Libanon. Bahasa Arab tentunya penting bagi anak-anak Libanon dan Siria. Bahasa ini digunakan sebagai alat komunikasi. Namun, bukan saja bahasa Arab yang diajarkan. Baraa membagikan pelajaran lain yang ia dapatkan. Itulah sebabnya, dia mengajarkan pada teman-temannya, kalimat di bawah ini.

Bonjour....comment ca va?....Merci…” Selamat pagi, bagaimana kabarnya? Terima kasih.

Dua tiga kalimat dalam bahasa Perancis. Praktis dan sederhana. Berbagi sesuatu yang sulit pun kini menjadi mudah. Asalkan ada kemauan. Kiranya, Baraa juga didorong oleh kemauan untuk berbagi. Sehingga, bukan saja bahasa Arab yang dibagikan, bahasa Perancis juga dibagikan.

Semuanya tentu berguna. Kelak, apa yang mereka dapatkan dari Baraa akan berguna bagi masa depan mereka. Bahasa Perancis menjadi satu di antara sekian alat komunikasi di antara negara-negara uni-Eropa. Jangan heran jika di Italia pun, pengungsi dari Siria dan negara sekitarnya, sudah bisa berbahasa Perancis. Bisa bahasa Perancis berarti bisa bahasa Italia. Bisa bahasa Italia berarti bisa bahasa Spanyol dan Portugis. Empat bahasa ini berkaitan. Sama-sama lahir dari rahim yang sama yakni bahasa Latin.

Anak-anak pengungsi ini nantinya datang ke Italia atau Perancis, tidak akan mengalami kesulitan yang berat. Dari bahasa Perancis ke bahasa Italia, mudah saja. Seperti bahasa Indonesia dan Melayu atau Malaysia. Kalau tidak dapat pekerjaan di Perancis, mereka bisa cari di Italia. Atau sebaliknya.

Terima kasih Baraa, sudah berbagi ilmu. Salam berbagi untuk sahabat pembaca.

*Tulisan ini diinspirasi dari berita di koran berbahasa Italia, POPOTUS, suplemen dari harian AVVENIRE, edisi 20 Januari 2015.

PRM, 22/2/2015
Gordi

gambar dari forum.detik.com
Tulisan ini hanya numpang lewat. Tengok kompasiana dan ketemu banyak berita. Salah satu berita menarik adalah tentang para gadis. Ya, tentang gadis. Kebetulan ketemu beberapa berita. Topik pembicaraannya hanya satu yaitu tentang gadis. Mata lelaki langsung terciut mengkliknya karena tertarik dengan judul. 
Ada kata gadis. Gadis memang menarik. Berita sudah muncul. Mata langsung tertuju pada gadis charger itu. Badannya dipenuhi perabot charger. Katanya, dari situ bisa dicharger beberapa telepon gengam. Ini toh manfaatnya perabot itu. Bukan gadisnya yang men-charger telepon gengam.
Tengok berita sudah selesai. Dengan gambar saja sudah bisa tahu isinya. Tapi, biar tambah puas, baca juga beritanya. Ya, itu-itu juga, informasinya masih membahas tentang perabot charger.
Gadis ini memang untuk menarik perhatian. Meski tidak menjamin perabot tersebut bisa laris. Gadis ya gadis. Perabot ya perabot. Ya inilah pintarnya penjual. Menjual perabot dengan menarik perhatian. Cara menarik perhatian ya menyuruh gadis cantik menjualnya. Untunglah gadisnya tidak dijual. Kalau gadisnya sekalian dijual tambah heboh juga.
Pintarnya penjual menjual jualannya. Gadis cantik pun ikut terlibat. Gadis memang menarik. Jual mobil mewah pun, gadis juga terlibat. Pembeli juga tidak kalah. Maksud hati tidak membeli tetapi karena ada gadis cantik, pura-pura berlagak pembeli. Biar tak kalah pamor jadilah pembeli mobil. Tapi, ada juga pembeli yang memang maksudnya membeli mobil. Datang membeli sekalian melihat gadis cantik karena memang sudah ada di samping mobil.
Untunglah di sini aku tidak menemukannya. Pembeli di sini membeli karena membutuhkan. Butuh mobil ya beli mobil. Demikian juga penjual. Penjual mobil ya penjual tok. Tidak menjual yang lain. Tidak memakai yang lain untuk dijual. Jual aslinya bukan embel-embelnya.
Gadis itu tentu dapat uang dari hasil pamerannya. Laku banyak bayarnya banyak. Demikian bunyi berita di situ. Demikian sebaliknya. Gadis itu tampak tidak punya pekerjaan tetap. Bekerja jika ada promosi penjualan. Ini juga pekerjaan namanya. Tapi, pekerjaan yang banyak tergantungnya. Tergantung promosi penjualan. Tergantung seni menjual. Tergantung gaya menarik perhatian. Tergantung pembeli. Tergantung jenis produk.
Gadis memang cantik dan menarik perhatian. Tanpa menjadi gadis charger pun gadis tetap cantik. Ya namanya cari duit, kecantikan pun dijual. Tak salah. Toh, dunia post modern. Dunia kontemporer, kata para ahli. Bebas semau gue. Tapi jangan bebas keterlauan sampai melukai yang lain yah. Jangan sampai terjasi seperti “Charli Hebdo”.

foto ilustrasi oleh andi rahmat
Pernahkah Anda membuat penilaian terhadap teman kerja? Bagaimana Anda menilainya?

Menilai teman kerja amat gampang. Sekadar menilai tentu saja lebih gampang. Coba beri penilaian saat kita merasa senang dengannya. Hasilnya pasti baik-baik saja. Sebaliknya, beri penilaian saat kita kecewa dan jengkel dengan dia. Hasilnya pasti buruk semua.

Menilai rekan kerja atau teman sejawat sebenarnya bertujuan untuk membantu dia bertumbuh dan berkembang. Menilai beda dengan mencari kelemahan rekan kita.

Mencari kelemahan amat gampang karena semua manusia punya.

Menilai untuk membiarkan dia berkembang tentu tidak mudah. Kadang-kadang rasa dendam dan iri hati ikut berpengaruh. Kalau demikian, bagaimana sebaiknya kita menilai rekan kita?

Salah satu tipsnya adalah pandanglah dia sebagai saudara kita. Dengan kaca mata saudara, kita membantu dia untuk bertumbuh dalam persaudaraan. Siapa yang tidak mau bekerja dalam suasana persaudaraan?

Bantulah saudara kita menemukan kekurangannya. Yang kurang itu mesti disingkirkan sehingga dia bisa berkembang/bertumbuh sesuai yang diharapkan. Biarlah kariernya berkembang dan kepribadiannya semakin baik.

Berikan juga semangat padanya agar ia mengembangkan hal positif yang ada padanya. Yang positif mesti bertambah sehingga berguna bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Dengan menilai seperti ini, kita memandang rekan kita sebagai saudara dan bukan pesaing. Suasana kerja menjadi tidak sehat jika ada persaingan.

Demikian juga dalam hidup bersama. Kalau ada persaingan, rasa-rasanya suasana kehidupan kita kurang sehat. Boleh jadi kita juga bertumbuh dalam kesakitan. Ini yang mesti dihindari.

Salam penilaian……

PA, 20/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 20/12/12

foto oleh pkksabah
Beberapa hari belakangan komputerku macet total. Kadang-kadang bisa browsing hanya 10 menit pertama. Setelahnya macet dan tidak mau jalan lagi. Kecewa tentu saja. Saya pun tidak bisa memuat tulisan baru di blog ini. 

Saya mencoba membuka Dashboardnya. Di dalam tampak debu tebal. Tiga kipasnya dipenuhi debu. Sudah pasti perputarannya kurang efektif. Saya membersihkan semuanya sebelum dipasang kembali. Setelah dipasang, komputer itu masih macet. Belum ada kemajuan berarti. Sia-sia usaha saya.

Sya mencoba cara lain lagi. Modal nekat saja. Saya sebenarnya tidak tahu penyebab komputer ini macet. Saya membuat scan secara keseluruhan. Lumayan lama. Hampir satu jam. Antivirus lokal, SMADAV digerakkan. Dia bekerja cepat, menyusuri semua dokumen file dan folder di komputer. Setelahnya komputer dimatikan. Beberapa jam kemudian, saya buka dan browsing (daya jelajahnya) cepat. Tulisan ini pun dibuat karena komputer sudah lancar. KAlau tidak saya hanya diam saja. Membaca tulisan teman tidak bisa, masuk ke akun pribadi tidak bisa, membuat tulsian tidak bisa. Kekalahan terbesar dalam menulis adalah ketika sarana pendukungnya macet.

Dari pengalaman ini saya menarik kesimpulan bahwa komputer yang kotor dan mungkin terganggu virus bisa menjadi penyebab macetnya cara kerja komputer. Saya tidak tahu mana yang jadi penyebab antara komputer kotor atau file yang belum discan. Tetapi saya menduga penyebabnya adalah keduanya sebab saya sudah memperbaiki keduanya dan buktinya komputerku lancar kembali.

Sekadar himbauan, kalau boleh, cek komputer Anda secara teratur. Debu dalam dashboard komputer menjadi pemicu lambatnya cara kerja komputer. Begitu juga dengan file yang belum discan. Jangan lupa mengontrol kondisi monitor, siapa tahu, bagian dalamnya terisi debu, yang membuat kinerja komputer lambat.

Sekadar bagi-bagi pengalaman. Salam kompasiana.

PA, 21/8/2012
Gordi Afri

gambar dari glengeje14.com
Halo kompasiana sudah sembuh? Kami senang jika kamu sembuh. Kami bisa nongkrong di sini, di blog keroyokan. 

Selama ini banyak yang mengeluh denganmu. Kamu memang sudah jadi candu bagi kami. Seharian saja gak bersamamu membuat kami kangen. Makanya kami rindu bertemu denganmu kembali.

Jika kamu benar-benar sudah sembuh, kami akan datang menjengukmu dan beramai-ramai nongkrong di sini lagi setiap saat.

Jika kamu sudah sembuh benar, kami datang membawa tulisan kami dan ditayangkan di kompasiana ini. Kalau tidak kami enggan datang. Sebab, banyak orang mengalami kehilangan. Ada yang beberapa kali tulisannya hilang. Ibarat wartawan yang hilang begitu saja pada massa orde baru.

Kami tak ingin kompasiana menjadi seperti itu. Kami yakin kompasiana bukan seuatu yang otoriter. Bukan. Ini curhat malam dengan kompasiana.

———————
Obrolan malam

PA, 19/10/2012
Gordi Afri

gambar dari tersukan.com
Hari-hari ini kompasiana kita tercinta masih berobat. Rasa-rasanya mau sembuh tetapi ternyata belum. Setelah sempat macet total, tak bisa buka sama sekali, kini kompasiana perlahan mulai tampak. Kompasioner pun mulai beramai-ramai datang dan menyetor tulisannya.

Hanya saja belum pulih total. Kompasiana masih sakit. Saya dan beberapa teman masih mengalami kesulitan membuka dashboard. Kalau untuk memasukan tulisan sudah bisa. Membuka dashboard masih sulit. Ini menyebalkan. Dengan dashboard, tulisan teman-teman bisa dilihat.

Tetapi tanpa dashboard pun sebenarnya bisa melihat tulisan teman. Cek saja di bagian pencarian. Cara ini ampuh. HAnya saja memakan waktu lama. Harus diketik nama lebih dahulu lalu menunggu prosesnya baru kemudian kita membaca. Beda dengan dashboard yang membuat daftar tulisan teman-teman. Di sini cukup sekali klik saja sudah bisa membaca tulisan teman.

Dashboard terkunci sungguh menyebalkan. Tetapi mungkin ini awal dari kemajuan yang lebih baik. Boleh jadi pengelola sedang menyiapkan konten yang lebih maju dari sekarang. Sehingga, untuk sementara kompasioner merasa terganggu. Hikmah lainnya adalah melatih kompasioner untuk bersabar.
————————-
obrolan malam

PA, 20/10/2012
GA


Kompasiana identik dengan penulis. Masuk kompasiana sering diidentikkan dengan masuk dalam dunia tulis menulis. Masuk kompasiana sering dilihat sebagai terjun menjadi penulis. Memang demikian adanya. Kadang-kadang pendapat seperti ini benar adanya. Tetapi tetap saja tidak mutlak. 

Masuk kompasiana tidak mesti harus menjadi penulis. Masuk kompasiana bisa juga menjadi pembaca setia. Ada kompasioner yang hanya membaca saja tanpa menulis. Ada juga yang sesekali menulis dan banyak kali membaca. ada juga yang jarang menulis tetapi sering berkomentar.

Semua kategori ini masuk dalam dunia kompasiana. Ada pula yang mengeluh kalau tidak bisa menulis setiap hari. Padahal sudah banyak tips bagaimana menulis setiap hari. Saya pernah mencoba dan berhasil menulis setiap hari selama sebulan. Setelah itu, saya merasa masih ada yang belum pas. Saya kurang puas.

Ini terjadi karena saya menulis seperti mengejar target. Menulis bukan lagi menjadi pembawa berita atau pesan. Menulis menjadi sebuah aktivitas yang dipaksa. Padahal menulis karena senang menulis lebih bagus daripada menulis karena mengejar target.
Maka, saya sekarang tidak takut lagi membuka kompasiana setiap hari walau tak menulis. Saya datang untuk membaca tulisan teman-teman. Inilah salah satu aktivitas menyenangkan. Sungguh, saya menikmati suasana ini. Membaca tulisan teman.
Akhirnya, tetap ngompasiana walau tak menulis.

PA, 19/11/12
GA

Powered by Blogger.