Halloween party ideas 2015
Showing posts with label SOSOK. Show all posts


gambar dari abc.net.au
Pilihan untuk berpihak pada kaum miskin adalah salah satu program kerja atau misi Paus Fransiskus. Pilihan ini tidak mudah. Bayangkan saja, di seluruh dunia, jumlah penduduk miskin lebih banyak dari penduduk yang kaya. Di Indonesia, sudah jelas, yang miskin lebih besar dari yang kaya. Jurangnya bertambah dalam karena sebagian besar kekayaan negara menjadi milik beberapa orang kaya. Meski sulit, Paus Fransiskus dalam kepemimpinannya selama dua tahun, sudah membuktikan bahwa dia mampu berpihak pada kaum miskin.

Tiga belas Maret 2013 adalah tanggal bersejarah bagi dunia umumnya dan bagi Gereja Katolik khususnya. Hari ini terpilih pemimpin Gereja Katolik yang baru-menggantikan Paus emeritus Benediktus XVI-yakni Paus Fransiskus. Sejak saat itu, Paus asal Argentina ini mengganti nama kepemimpinannya. Dia memilih nama Fransiskus. Nama yang erat kaitannya dengan semangat kemiskinan. Fransiskus yang dimaksud adalah putra kelaurga kaya di kota Asisi, Italia. Dia kaya tetapi memilih untuk hidup miskin.

Paus Fransiskus kiranya tidak salah memilih. Dia juga memilih nama ini setelah mendengar bisikan teman kardinalnya. “Jangan lupa kaum miskin,” demikian bisikan temannya. Fransiskus ingat, kaum miskin adalah perhatian besar bagi Fransiskus dari Asisi. Maka, dia pun memilih nama itu sebagai nama kepemimpinanannya.

Kepemimpinan Paus Fransiskus memang unik. Keunikannya terletak pada pilihannya untuk memerhatikan kaum miskin. Baginya, perhatian ini mesti dimulai dari diri sendiri. Kelak, misi pribadinya ini menjadi misi bersama, misi Gereja Katolik pada umumnya. Dia pun memulainya dari hari pertama masa kepausannya. Dia memilih untuk tinggal di apartemen di luar rumah Vatikan. Dia meninggalkan kamar yang boleh dibilang nyaman dan mewah di dalam kompleks Vatikan. Ini hanya salah satu contoh atau bukti nyata pilihannya.

Kalau dirunut ke belakang, pilihan Paus yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio ini, sudah dimulai di Argentina kala dia menjabat sebagai uskup dan kardinal di sana. Dia memilih untuk tinggal di apartemen, membayar sendiri uang koran dan telepon, menumpang bis umum kala mengunjungi umatnya, dan sebagainya. Hal-hal kecil ini dia bawa sampai ke Roma saat dia menjabat sebagai paus. Di kompleks Vatikan, misalnya, dia memberi salam kepada para uskup dan pastor serta karyawan di Vatikan. Dia juga mengunjungi para permasak di dapur sebelum menyantap hidangan siang. Konon, peraturan protokol Vatikan amat ketat. Semuanya di atur. Bahkan, untuk naik lift saja, ada ajudan yang membukakan pintu. Paus Fransiskus meminta para pasukan keamanan Vatikan untuk membiarkannya membuka sendiri pintu lift. “Kamu pergi mengerjakan pekerjaan lain. Yang ini bisa saya kerjakan,” katanya suatu ketika kepada seorang ajudan dari Swiss Guard.

Pilihan Paus Fransiskus tidak saja berhenti di dalam tempat tinggal dan kantor kerjanya. Dia juga tetap membawa pilihannya ini kemana pun dia pergi. Di kota Roma, misalnya, dia mengunjungi kaum pinggiran yang nota bene adalah kaum imigran yang datang mencari kerja di Italia. Bahkan, imigran yang telantar di Pulau Lampedusa (dekat Italia bagian Selatan) pun dia jemput. Dialah yang menggugah hati pejabat Italia untuk pergi memerhatikan para imigran yang kadang-kadang menderita sebelum mendarat di Italia. Paus Fransiskus tahu betul betapa menderitanya kaum imigran ini baik dalam perjalanan dengan perahu menuju Italia maupun setelah mereka mendarat dan mencari pekerjaan di Italia.

Dalam bidang relasi dengan komunitas agama lain, Paus Fransiskus juga adalah ujung tombaknya. Dia mengunjungi Turki dan Yerusalem. Di sana, dia bertemu para pemimpin dari komunitas Muslim, Yahudi, dan Ortodoks. Dia masuk dan berdoa di masjid, sinagoga, dan gereja ortodoks. Perbedaan keyakinan bagi Paus Fransiskus bukanlah penghalang untuk tinggal dan hidup bersama. Dia bukan saja mengunjungi para pemimpin agama lain, Paus Fransiskus juga menawarkan rumahnya (Vatikan) untuk berdialog, berbicara, berdoa, mencari solusi atas masalah Israel-Palestina. Saat itulah dunia bergaung mendengar suara umatnya berdoa. Suara solat bergaung dari Vatikan. Demikian juga dengan suara dari komunitas Yahudi yang juga berdoa di Vatikan.

Paus Fransiskus di Asia
Paus Fransiskus menaruh perhatiannya juga untuk bangsa-bangsa Asia. Itulah sebabnya dia tak segan-segan untuk mengunjungi Asia dua kali dalam dua tahun masa kepausannya ini. Korea, Srilangka, dan Filipina adalah tiga negara yang dia kunjungi. Di Srilangka, dia bertemu dengan para pemimpin dari komunitas Hindu dan Budha. Di Filipina, dia bertemu dengan para korban badai.

Saat itulah, dia merealisasikan misinya untuk memerhatikan kaum miskin. Miskin bukan saja materi tetapi juga semangat hidup. Bagi Paus Fransiskus, kita tidak bisa tinggal bersama dengan damai dan nyaman, jika di antara kita masih ada yang merasa kurang semangat. Kendurnya semangat ini disebabkan berbagai latar belakang. Boleh jadi ekonomi, juga hubungan dengan komunitas lain, atau juga situasi yang dikondisikan dari pemerintah di suatu negara. Situasi seperti ini menjadi perhatian Paus Fransiskus. Itulah sebabnya, dia tidak mau membatalkan niatnya untuk mengunjungi orang-orang Filipina. Pada hari yang sama, di Filipina turun hujan dan angin kencang. Paus tidak menjadikan ini sebagai alasan untuk tidak mengunjungi para korban. Dia justru mengenakan mantel plastik seperti yang dipakai para korban pada umumnya, dan bersama mereka berdoa di sana. Ini adalah tanda kecil, bagaimana seorang pemimpin mau turun dan terlibat dalam situasi masyarakatnya.

Tindakan ini mungkin kecil tetapi bagi rakyat Filipina, tindakan Paus ini justru menyentuh hati mereka. “Kehadiran Paus membuat kehidupan saya berubah. Saya menemukan kembali semangat yang baru untuk terus menjalani hidup ini,” demikian komentar seorang rakyat Filipina dalam kunjungan paus ini.

Para pemimpin di dunia juga di Indonesia kiranya perlu menarik pelajaran penting dari gaya kepemimpinan Paus Fransiskus. Perhatian terhadap kaum miskin kiranya mesti menjadi perhatian kita semua. Hari-hari ini di negeri kita, rakyat kecil menjerit. Keluhan karena naiknya harga listrik, BBM, sembako, dan sebagainya adalah keluhan rakyat kecil. Keluhan ini menjadi tanda bahwa rakyat kecil membutuhkan perhatian dari pemimpin. Siapa peduli, dialah yang tidak melupakan kaum miskin ini. Keluhan mereka sebenarnya bukanlah keluhan anak kecil yang merengek dan minta diperhatikan oleh ibunya. Bukan. Keluhan mereka adalah tanda bahwa mereka sedang menghadapi kesulitan. Itu berarti bahwa pemimpin mesti peka dan segera memberi mereka bantuan secukupnya. Jika tidak, rakyat kecil akan menderita.

Kita yakin pemimpin kita di Indonesia ini bisa memerhatikan kaum miskin yang jumlahnya mayoritas. Yakin pula bahwa para pemimpin kitas masih punya hati untuk menjawab keluhan rakyat kecil.

Salamat ulang tahun kedua-sebagai paus-kepada Paus Fransiskus di Roma-Vatikan, Italia.

PRM, 12/3/2015
Gordi


Foto oleh G Abidin
Siapa yang tidak kenal Taufik Hidayat? Pebulu tangkis yang namanya harum di dunia tepok bulu ini adalah juara olimpiade Athena tahun 2004.

Dia kini mundur dari dunia bulu tangkis. Tetapi kiprahnya masih segar. Dia baru saja mendirikan pusat latihan yang lengkap di Ciracas, Jakarta Timur. Nama tempat ini mengikuti nama Taufik yakni Taufik Hidayat Arena.

Dia tahu apa yang mesti dibuat setelah mundur dari dunia bulu tangkis. Mari merenung sejenak tentang apa yang dibuat Taufik.

Saya bertanya-tanya mengapa Taufik mendirikan pusat latihan seperti ini? Apakah dia tidak puas dengan fasilitas yang ada di negeri ini?

Boleh jadi dia merasa kurang puas. Dia mesti meraih mimpinya mendirikan pusat olahraga seperti ini. Saya kira di sini dia mau mengabdi untuk bangsa.

Fasilitas yang disediakan negara tentu saja tidak disampingkan. Tetapi Taufik merasa mesti ada arena latihan lain.

Taufik memang mau mengabdi untuk bangsa. Dan masih banyak mantan atlet lain yang melakukan hal sama. Lihat mereka yang masih sedia duduk di pengurus bulu tangkis se-Indonesia (PBSI). Beberapa di antara mereka juga mengabdi untuk bangsa.

Dengan kata lain rakyat di negeri ini masih mau mengabdi untuk negara. Tinggal saja dikelola dengan baik, negeri ini mendapat perhatian banyak dari rakyat. Kemajuan olahraga Indonesia tak terlepas dari dukungan rakyat.

Indonesia harum di dunia bulu tangkis dunia karena pemainnya. Sementara di dunia sepak bola, rakyat Indonesia adalah pelopor pendukungnya dari dalam negeri hingga luar negeri.

Amat sayang jika wajah olahraga dikotori dunia politik. Ngomong-ngomong dunia sepak bola sudah kena getahnya. Sengketa antara PSSI dan KPSI ternyata dilatarbelakangi dunia politik. Beda pilihan politik beda juga bentukan organisasi yang ada.

Kita berharap dunia bulu tangkis jauh dari dunia politik. Jika tidak, cabang olahraga andalan Indonesia ini akan tamat riwayatnya.

PA, 19/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 19/12/12

foto oleh Cyprus University of Technology Library
Setiap karyawan kantor diharapkan untuk disiplin bekerja. Mulai tepat waktu dan selesai tepat waktu. Hal ini berlaku di kantor mana saja. Di kampus, dosen diharapkan datang ke kelas tepat waktu. Demikian juga dengan mahasiswanya.

Beruntung sekali saya sering bertemu orang yang disiplin seperti ini. Tiap kali dipanggil selalu menepati janjinya. Soal waktu (jam) memang tidak selalu tepat. Kondisi lalu lintas Jakarta tidak memungkinkan hal itu. Tetapi soal harinya, dia selalu tepat.

Mula-mula saya menyiapkan strategi jitu. Menghubunginya pada malam hari atau pagi-pagi buta. Tujuannya jelas, dia sudah siap dengan peralatannya. Dia mencatat jadwal itu dalam agendanya. Seperti seorang mahasiswa yang mempunyai jadwal yang jelas. Dia perlu persiapan jauh-jauh hari sebelumnya. Minimal dia menyiapkan satu mata kuliah pada malam harinya.

Dia adalah sosok yang membantu kami setiap bulan. Dia mengecek mesin fotokopi kami setiap bulan. Kadang-kadang ada kerusakan besar. Biasanya saya memberitahu jenis kerusakan dengan harapan dia akan tahu alat-alat mana saja yang mesti disiapkan untuk memperbaikinya. Kadang-kadang dia harus datang dua kali dalam sehari gara-gara ketidakcocokan alat.

Tetapi, dia selalu semangat untuk datang. Suatu kali, dia terkena hujan ketika pulangnya. Dia merapikan tasnya, membungkusnya, lalu mengenakan pakaian hujannya. Sepatunya diganti dengan sepatu anti hujan. Lalu, barang berharga seperti dokumen kantor dan kendaraan serta kartu identitas diselipkan di jok motor.

Saya terkesan dengan sikapnya. Selalu semangat dan mau berbagi. Tiap kali datang dia memberi tips kecil. Kalau mesin macet dia menunjukkan cara mengatasinya. Ini tentu saja untuk kerusakan kecil yang biasanya tidak memerlukan teknisi. Pelan-pelan dia memberitahukan juga beberapa tombol lain yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah.
Belum pernah dia menolak untuk datang kalau dipanggil. Entah ada kerusakan besar atau kecil, dia selalu datang. Bahkan tidak ada kerusakan pun dia datang. Prinsipnya, dia mengunjungi pelanggan minimal sekali sebulan. Jadi, lama-lama karena sering bertemu, kami saling kenal. Perkenalan antar-pribadi menurut ahli psikologi membuat orang saling terbuka.

Pendapat ini ada benarnya juga. Saya sering bertanya tentang keluarganya. Kadang-kadang dia yang bertanya duluan. Mulai dari perkenalan hal kecil seperti identitas, asal, kuliah, berapa lama di Jakarta, dan sebagainya. Saya pun tergoda untuk mengenalnya, tempat tinggal, berepa lama bekerja, bagaimana dengan pekerjaan hari ini, dari sini akan kemana lagi.

Ya, senmuanya berawal dari ketepatan dalam bekerja. Tepat waktu memang dituntut untuk siapa saja dan di mana saja. Kemacetan lalu lintas tidak menyurutkan orang untuk berjuang menepati janjinya. Bravo….Mas…terima kasih atas jasamu.***

Salam

Gordi Afri,
CPR, 14/3/2012.

foto dari Dahlan Iskand Picture
Berapa jam para menteri di negeri ini bekerja? Adakah pembatasan jam dinas/kantor yang mengatur mereka?

Menteri BUMN Dahlan Iskan adalah salah satu sosok yang bekerja siang-malam. Bekerja siang kiranya sesuai jam dinas di kementriannya. Namun, bekerja malam kiranya menjadi komitmen pribadinya. Kalau boleh dibilang, aktivitas Pak Dahlan ini merupakan bentuk pelayanan yang total.

Seperti dilaporkan kompas.com, Dahlan menumpang KRL dari Stasiun Dukuh Atas, Jakarta Pusat, menuju Stasiun Cakung, pada Senin (2/4/2012) malam. Dia juga meninjau beberapa stasiun lainnya seperti Manggarai di Jakarta Selatan dan Bekasi. Tidak berhenti di situ, Dahlan juga memutuskan untuk bermalam di Perumnas Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.

Sosok pejabat negara seperti ini menjadi harapan rakyat banyak. Dahlan adalah sosok yang mau mendengar keluhan dan sapaan rakyat. Tak jarang dia sering berada di dekat tempat-tempat kerumunan warga, seperti stasiun, kereta, bahkan mau menumpang ojek.

Kini, saatnya para pejabat negara lainnya belajar dari Pak Dahlan Iskan, berani dan mau turun ke tengah rakyat. Rakyat butuh didengarkan. Di tengah mahalnya biaya hidup di negeri ini, rakyat membutuhkan sosok pemimpin yang ‘dekat’ dengan kehidupan rakyat kecil.

Seorang pemimpin menjadi mulia bukan ketika dia bisa memimpin dari atas kantornya tetapi ketika dia berada di tengah kesuksesan dan kegagalan rakyatnya.

CPR, 3/4/2012

foto oleh news_pd
Nama artis-politikus Theresia Pardede (Tere) tenar beberapa hari belakangan. Keputusannya untuk mundur dari politisi DPR dan demokrat sungguh mengagetkan. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso pun kaget atas keputusan Tere. Saya yang tidak terlalu akrab dengan berita politik yang membosankan itu tidak kaget. Saya tidak mengenal Tere. Saya mengenal Tere ketika media memberitakannya akhir-akhir ini.

Tentu tak penting saya kenal atau tidak. Toh, saya juga bukan orang penting. Tetapi saya senang dengan berita seperti ini. Saya tertarik melihat gerak langkah orang yang mundur dari sebuah jabatan. Artinya bukan orang lain yang menurunkan dia dari jabatan tetapi atas inisiatifnya sendiri.

Lepas dari alasan yang dibeberkan media, saya salut dengan langkah mundur Tere. Orang lain yang memilih dia menjadi anggota DPR tetapi dia yang memilih untuk mundur dari jabatan itu. Ini tandanya Tere mempunyai pegangan hidup yang kuat. Orang yang mempunyai pegangan hidup biasanya tidak diombang-ambingkan oleh rayuan sesaat dari orang-orang di sekitarnya.

Boleh jadi Tere merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya sebagai politisi. Tetapi ini hanya rekaan saja akrena hal ini tidak dibeberkan media dan tidak diungkapkan Tere. Hanya saja, kalau itu terjadi, Tere sudah mengambil jalan yang benar yakni menghindar dari ketidaknyamanan itu dan sebisa mungkin tidak tercebur ke dalamnya.

Mungkin ada yang menilai langkah Tere keliru. Apa yang kurang jadi anggota DPR, gaji banyak, mau keluar negeri untuk studi banding sambil jalan-jalan bisa, mau keliling daerah di Indonesia bisa, mau punya sekretaris pribadi dan staf ahli bisa. (Saya tidak tahu bagaimana peraturan tentang sekretaris pribadi dan staf ahli ini. Tetapi saya pernah membaca ada anggota DPR yang mempunyai staf ahli selain sekretaris). Tetapi Tere memilih untuk keluar dari kenyamanan dan kemewahan ini.

Apakah Tere bosan dengan semua ini? Kan bisa buat variasi biar tidak bosan. Apakah Tere mau mengabdi kepada rakyat yang menderita dengan jalan meninggalkan kemewahan ini? Hanya Tere yang bisa menjawab. Selagi dia belum mengatakan alasan ini maka hanya dugaan yang bisa dilontarkan. Alasan yang ia ungkapkan di media hanya mau merawat keluarganya.

Saya melihat langkah Tere ini sebagai langkah yang benar dan rendah hati. Tere bisa saja merasa tidak mampu mengemban tugas di DPR maka dia memilih untuk mundur. Jika demikian Tere sudah mengakui kemampuan dirinya. Tere tidak termasuk orang yang gila kekuasaan sehingga memaksa diri duduk di bangku parlemen meski dia tidak mempunyai sumbangsih bagi rakyat. Ini berarti bahwa Tere bukan penakut. Dia memilih mundur karena berani mengakui keadaan dirinya (kemampuan-kelemahan kinerjanya).

Langkah Tere ini boleh dibilang langka dalam ranah politik di Indonesia. Orang seperti Tere bisa dihitung dengan jari. Kalangan media dan lembaga survei yang mempunyai penelitian dan pengembangan (litbang) mungkin bisa membeberkan siapa-siapa saja politikus yang memilih mundur karena kemauan sendiri. Kita menunggu Tere-tere yang lain.

Mungkin terlalu berat meninggalkan rumah rakyat yang penuh kemewahan itu. Tetapi orang seperti Tere mampu melampaui kemewahan yang ada. Mungkin ada politisi yang belum puas dengan keinginan manusiawinya sehingga enggan meninggalkan ruang itu meski berbagai tuduhan/dugaan negatif (korupsi, selingkuh, penyelewengan lain) dilontarkan kepadanya. Sulit memang mencari Tere-tere yang lain. Tetapi saya yakin masih ada orang yang mau mendengar jeritan hati kecilnya. “Kalau memang tidak sanggup lebih baik mundur. Kalau memang salah lebih baik mengakui. Kalau memang keliru lebih baik diklarifikasi.”

Salam salut untuk Tere.

CPR, 4/6/2012
Gordi Afri

foto oleh Dahlan Iskan Picture
Dua nama di atas saya sebut bukan karena mereka berseteru. Tetapi keduanya adalah tokoh favorit saya. Keduanya adalah wartawan di harian yang berbeda. Dahlan Iskan dulunya di TEMPO lalu menjadi bos di Jawa Pos. Abun Sanda tetap menjadi wartawan di harian KOMPAS. Saya tidak tahu mungkin Abun sebelum di KOMPAS bergabung dengan koran kecil-kecilan. Mungkin saja, hanya dia yang tahu. Dahlan Iskan kini menjadi menteri BUMN dan sebelumnya menjadi orang nomor satu di PLN. 

Keduanya menjadi ‘sahabat’ saya pada setiap Senin pagi. Kami berkomunikasi bukan dalam dunia nyata tetapi melalui media. Tulisan Abun Sanda selalu muncul di KOMPAS bagian ekonomi. Saya biasanya membaca tulisan dia sebelum tulisan lain. Saya hafal betul sejak beberapa bulan lalu, tulisannya muncul dan tetap di hari Senin pagi. Saya tidak terlalu akrab dengan namanya waktu itu. Tetapi begitu saya perhatikan 2 minggu berturut-turut namanya muncul di halaman pertama KOMPAS-ekonomi, saya pun tertarik membaca ulasannya. Ulasannya menarik bagi saya.

Dia mengangkat hal kecil yang berguna bagi orang besar di negeri ini. Tak jemu-jemunya dia mendorong pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk berbisnis yang baik. Bukan berarti pengusaha itu selama ini berbisnis buruk. Tetapi, lebih dari sekadar untung, bisnis itu hendaknya mempunyai manfaat bagi rakyat banyak. Dia mengajak pengusaha properti untuk membangun sarana publik yang bisa dinikmati semua warga dan memudahkan akses bagi masyarakat luas. Ini salah satu model ulasannya.

Model ulasan lainnya misalnya membandingkan pengusaha Indonesia dengan pengusaha di negara-negara maju. Menurut saya, ulasan seperti ini menarik dan bagus. Paling tidak demi perkembangan pengusaha Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal itu ditunjukkan misalnya mengajak pengusaha-pengusaha kita untuk membangun properti yang berbasis lingkungan. Bangunan megah, tinggi menjulang, tetapi tidak merusak lingkungan.

Selain tulisan Abun Sanda, saya juga akrab dengan tulisan Dahlan Iskan. Dari sinilah saya mengikuti perkembangan karya Dahlan Iskan. Tulisannya muncul di koran Jawa Pos setiap hari Senin. Saya hanya sekali membeli koran Jawa Pos. saya lebih sering membaca tulisannya melalui website yang khusus mengumpulkan tulisannya. Sesekali saya mengunjungi langsung tulisannya di koran Jawa Pos online.

Tulisannya menarik untuk dibaca. Dia menceritakan pengalaman perjalanan juga pengalamannya selama menjabat di PLN dan BUMN. Dia juga tak segan-segan menulis pengalamannya berkaitan dengan kesehatannya, berobat ke luar negeri, dan sebagainya. Tulisannya seperti cerita. Dan memang dia pernah mengatakan bahwa tulisan yang bagus adalah tulisan yang muncul dari cerita. Maksudnya, kalau orang bisa bercerita maka dia bisa menulis. Dia mestinya menulis sesuai tuturannya. Di sinilajh letak kekuatan tulisan Dahlan Iskan.

Tulisan kedua tokoh ini menjadi menu bacaan pada Senin pagi. Sampai sekarang saya masih mengikuti perjalanan tulisan keduanya. Dari mereka saya belajar bagaimana menulis yang baik dan bermanfaat. Belajar dari orang-orang yang sudah mahir dalam hal tulis menulis. Akhirnya semoga sharing saya ini menjadi inspirasi bagi warga kompasiana agar menulis lebih baik dan lebih menarik lagi bagi banyak orang terutama pembacanya.
Selamat malam

PA, 6/8/2012
Gordi Afri


foto dari theguardian.com
Barack Obama kini terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Ini kali kedua kemenangannya. Di tengah berbagai protes terhada kebijakannya, Obama tetap menjadi pilihan bagi warga Amerika Serikat. 

Saya tertarik melihat kiprah Obama dalam kemenangan keduanya ini. Dalam pidato kemenangannya, dia mengusung semangat kesatuan. Dia mengajak warga untuk bersatu. Obama mengatakan salah satu keistimewaan bangsa Amerika adalah keberagamannya. Maka, dia mengajak warganya untuk bersatu.

Pesan ini mestinya muncul juga di Indonesia yang juga beragam. Kalau kita melihat para pendiri bangsa (termasuk Soekarno-Hatta) ini sudah mendengungkan soal persatuan pada awal berdirinya bangsa ini. Sekarang tampaknya tidak bergema. Semboyan bhineka tunggal ika hanya tinggal nama. Tidak ada relevansi konkret.

Di berbagai belahan daerah di Indonesia, masyarakatnya semakin angkuh, mementingkan kelompoknya sendiri, daerahnya sendiri. Di sana-sini ada warga dari suku lain tetapi hanya ditempelkan atas nama keberagaman. Mereka diterima karena terpaksa kemudian mereka juga akann diusir. Mereka yangd atang ke tempat baru tidak dihargai. Muncul usulan agar kembali ke daerah asal.

Tidak adakah pemimpin Indonesia yang menyerukan persatuan? Ataukah harus kita panggil Obama untuk menyerukan pesan serupa di negeri kita tercinta ini? Toh, Obama juga pernah tinggal di Indonesia. Kita panggil saja dan berpidato sebentar agar rakyat negeri ini mendengar pesan itu.

Banyak pemimpin di sini menyerukan persatuan. Mereka adalah kelompok yang sadar akan keberagaman negeri ini. Negeri ini memang indah dan unik dengan hadirnya keberagaman itu. Di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta ada miniatur Indonesia. Konon, seorang teman dari luar negeri sungguh menikmati miniatur ini. Ia pun memuji keberagaman bangsa kita ini. Dari Sabang sampai Merauke.

Tetapi itu hanya miniatur. Ibarat gugusan pulau yang indah. Kalau penghuni pulau itu datang dari keragaman dan bisa hidup dalam keragaman, itu baru namanya indah dan unik. Kalau tidak, keindahan dan keunikan itu hanya dambaan semu.

Pertikaian di berbagai wilayah negeri ini merobek selimut kebersatuan bangsa ini. Jika Obama sebagai pemimpin baru (karena baru saja menang) mampu membangun semangat warga untuk bersatu, kapankah pemimpin bangsa kita bangkit dari tidur kenyamanannya disertai selimut tak peduli keragaman? Kalaupun dia bangkit ada yang hanya sebatas wacana. Setelah itu diam. Tidak ada tindakan konkret. Warga di daerah perbatasan menderita karena bantuan dari pusat tidak menyejahterakan mereka, tetapi tak banyak kaum bangsawan yang peduli.

Muncul segelintir orang yang mau merajut kembali kesatuan ragam itu tetapi tidak didukung sepenuhnya oleh banyak orang. Indonesia namamu indah seperti juga Amerika Serikat tetapi wargamu tidak semerdeka warga Amerika. Kapankah muncul “Obama” di Indonesia? Atau haruskah Obama yang sebenarnya datang lagi dan menyampaikan pidato kesatuan dalam keragaman di negeri ini?

PA, 8/11/12
GA



SUmber gambar sini




Mantan Presiden Republik Indonesia Gusdur terkenal dengan lawak atau guyonannya. Pemilik nama lengkap Abdurahman Wahid ini pandai menciptakan lawak. Teman-teman pasti ingat Gusdur dengan guyonannya, Gitu aja kok repot. Ungkapan sederhana yang mengandung pesan berharga.

Sejauh yang saya ketahui dan saya lihat, Gusdur tidak pernah merumitkan sebuah masalah. Dia tidak repot termasuk ketika menurunkan menteri yang adalah pembantunya dari jabatannya. Dia juga tidak bertele-tele jika membantu warga minoritas yang bermasalah. Tingkahnya ini cocok dengan guyonan terkenalnya, Gitu aja kok repot.

Dengan guyonan sederhana inilah Gusdur menjalin relasi dengan banyak orang. Bukan hanya tokoh penting sekelas almarhum Romo Mangun atau petinnggi agama lainnya, dia juga bergaul dengan rakyat biasa. Lagi-lagi dalam pertemuan dengan warga dia tetap menampilkan ciri khasnya, membuat lelucon.

Lelucon yang membuat pendengarnya tertawa dan saling akrab. Nada hiburan amat ditampilkan dari leluconnya. Di mana-mana memang pelawak itu pasti menghibur. Namun, menjadi luar biasa ketika orang besar sekelas presiden membuat lelucon.

Lelucon tidak saja membuat orang tertawa tetapi juga mendidik orang. Ada guyonan Gusdur yang intinya mengajak orang untuk menjalin relasi dengan agama lain. Guyonan tentang seorang pastor dan haji misalnya. Di situ tersirat pesan kalau pastor itu tidak mempunyai istri. Jadi, Gusdur mau memperkenalkan kehidupan seorang pastor Katolik kepada pendengarnya. Tidak tanggung-tanggung dalam guyonan ini, Gusdur memakai tokoh agaman dari dua agama, Islam dan Katolik.

Hidup ini tidak perlu terlalu serius. Meskipun rakyat Indonesia masih huru-hara berjuang mencari sesuap nasi, alangkah baiknya sesekali bercanda, berlelucon ria, bersama keluarga dan sahabat atau pun teman-teman Anda. Ini tentu saja tidak mudah. Ada orang yang cenderung serius sehingga tidak mudah ketika berhadapan dengan lelucon semacam ini. Memang untuk bisa berlelucon ria, kita mesti menempatkan diri dalam waktu dan tempat yang tepat.

Sesekalilah dalam keluarga Anda diciptakan guyonan yang membuat anggota keluarga terhibur. Asal saja semuanya sudah berkumpul bersama. Tak perlu berlama-lama mengingat semua memiliki kesibukan. Tertawa itu menambah umur, kata para psikolog. Apakah ini benar atau tidak, yang jelas kalau tertawa dahi kita menjadi bersinar. Beda dengan dahi para pengambil kebijakan yang cenderung serius dan menampakkan kekerutan. Boleh jadi ramalan psikolog ini benar. Dahi kerut pertanda tua, dahi bersinar pertanda muda.

Ramalan ini mungkin tidak relevan ketika diterapkan dalam diri Gusdur. Dia mati cepat. Padahal dia pelawak. Bukan pelawak komersial yang mau mencari uang dari jasa lawaknya. Dia pelawak yang mau menyatukan masyarakat dalam suasana penghiburan. Ini persoalan lain. Saya tidak tahu, mengapa Gusdur cepat-cepat meninggalkan kita. Mungkin Tuhan menghendaki demikian. Untuk hal yang satu ini, kita manusia hanya bisa meramal, Yang Kuasalah yang menentukan. Boleh jadi Gusdur memiliki penyakit fisik yang membuatnya tidak bisa berlama-lama tinggal dengan kita.

Gusdur boleh pergi namun ia sudah meninggalkan warisan berharga. Dia memberi ruang untuk warga minoritas yang belum bisa mengekspresikan identitasnya. Mungkin Gusdur yang memprakarsai pengakuan agama Konghucu di Indonesia. Ini hanya satu contoh bahwa Gusdur merangkul semua orang, bukan hanya orang besar saja. Dalam sebuah kesempatan, Gusdur ‘menegur‘ seorang pejabat yang memanggilnya Bapak Presiden. “Panggil saja Gusdur,” katanya. Ini hanya sekadar contoh bagaimana Gusdur ingin dekat dengan warga mana saja. Tentu dalam forum resmi sebutan Bapak Presiden memainkan peran. Namun mungkin yang mau ditekankan Gusdur adalah jangan terlalu kaku dengan  wibawa jabatan.

Ngomong-ngomong kapan sih presiden tidak berwibawa? Seingat saya kemana-mana presiden tetap berwibawa. Ia menjadi bapak keluarga misalnya, ia tetap berwibawa sebagai bapak keluarga. Anak-anaknya tetap memanggil bapak atau mungkin tetap dengan sebutan Bapak Presiden. Kalau demikian, mengapa Gusdur menyuruh pejabat itu memanggilnya dengan sebutan Gusdur saja? Boleh jadi Gusdur mau dekat dengan warganya. Kita, bangsa Timur memang menekankan tradisi sopan santun yang disegani oleh bangsa-bangsa Barat. Kadang-kadang kesopanan ini membuat orang kaku. Boleh jadi inilah yang mau didobrak Gusdur.

Saya tidak tahu banyak tentang Gusdur. Namanya tenar di telinga saya ketika dia menjadi presiden. Waktu itu saya masih SMA. Sekarang, saya mulai membaca riwayat hidup dan rekam jejak beliau sehingga sedikit mengenalnya. Terima kasih presidenku.

CPR, 10/1/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.