Halloween party ideas 2015


foto oleh no-body-cares
Minggu, 19 Agustus 2012. Saya bersama Bapak dan Ibu serta Pastor Memo, SX berkunjung ke rumah sahabat kami, Bapak Mul, di daerah Imogiri, Bantul, DIY. Perjalanan dengan menggunakan mobil Toyota Kijang LGX ini cukup ramai.

Bapak yang menjadi sopir mengarahkan mobil melalui ‘jalur dalam’. Maksudnya tidak melalui jalur ramai. Kami melewati beberapa lorong mulai dari Jalan Affandi-Gejayan, masuk satu gang lagi hingga tiba di Jalan Solo. Kemudian dilanjutkan dengan jalan-jalan kecil hingga tiba di daerah Giwangan-Umbulhardjo. Selanjutnya melalui jalan Imogiri.

Kami sengaja melewati jalan-jalan kecil alias ‘jalur dalam’ agar terhindar dari macet. Hari-hari besar atau musim liburan seperti lebaran ini biasanya ramai. Jalanan di kota Yogyakarta biasanya macet karena banyak pengunjung dari luar kota. Dugaan kami ternyata salah. Bapak yang asli Yogya ini menyadari hal ini. Dia pun berujar, “Wah, kita sudah berusaha mencari jalan-jalan kecil, tetapi nyatanya kita masih terlambat dari biasanya.”

Perjalanan ke rumah Pak Mul biasanya bisa ditempuh selama 3o-45 menit. Kali ini agak lama, 50 menit. Maklum hari libur. Meski agak telat, saya justru bersyukur karena bisa mengenal jalur-jalur baru di kota pendidikan ini. tiap perempatan jalan, saya bertanya kepada ibu yang duduk di samping saya, “Ini daerah apa namanya, bu?” Ibu yang sudah lama tinggal di kota budaya ini pun menjawab dengan lancar.

Diterima dengan senang hati
Setibanya di rumah Bapak Mul, kami disambut dengan senang hati. Ketika mobil kami hampir tiba di rumah, Bapak Mul sudah menunggu di depan rumah, mengenakan baju resmi dan agak rapi. Baju resmi bernuansa Islami. Kami melihat dia tersenyum ketika mobil kami tiba. Lalu, dia menunjukkan tempat parkir yang tidak jauh dari pintu rumahnya. Sekitar 5 meter.

Kami masuk rumah dan bersalaman dengan keluarga Bapak Mul sambil mengucapkan Selamat Hari Raya Lebaran. Pak Mul merasa senang dengan kehadiran kami. Dia mengungkapkan kesenangannya itu di hadapan kami. “Saya senang karena pastor dan kalian semua bisa mengunjungi kami di sini,” katanya.

Pak Mul adalah seorang Muslim. Dia bekerja di rumah kami sudah hampir 20-an tahun. Kami yang berkunjung yang adalah semuanya Katolik bangga dengan kata-katanya. Perbedaan keyakinan dan agama tidak membuat kami canggung. Kami tahu dia Muslim dan dia tahu kami Katolik. Sudah lama kami bekerja sama, saling menghargai, saling menghormati.

Pak Mul bekerja di rumah kami dengan menempuh jarak 25 kilometer setiap harinya. Pergi dan pulang 5o km. Setiap hari dia datang ke rumah kami, kecuali hari Jumat. Dulu, sekitar 7 tahun lalu, dia datang dengan sepeda. Bayangkan orang setua dia masih kuat menggenjot sepeda sepanjang lebih kurang 50 km setiap hari. Setelah gempa yang melanda Yogya, Mei 2006, dia beralih ke sepeda motor. Dia pun berangkat dari rumah sekitar jam 05.30 pagi dan pulang sekitar jam 04.oo sore. Dulu, waktu menggunakan sepeda, katanya, dia berangkat sekitar jam 04.00 pagi.

Jalanannya mendaki waktu datang. Dari sudut Selatan kota Yogyakarta sampai Utara kota Yogyakarta. Dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Sungguh luar biasa perjuangannya. Menurut cerita bapak dan ibu, yang bekerja di dapur, setelah lebaran, Pak Mul berencana datang dengan sepeda lagi. Dengan sepeda memang badan jadi lebih segar dan sehat, olahraga pagi, juga menikmati udara pagi. Tetapi agak aneh, di usianya yang makin tua, dia malah menggenjot sepeda. Bukannya semakin tua tenaga berkurang sehingga lebih bagus kalau pakai motor. Tetapi alhamdulilah jika rencana itu menjadi nyata nanti, mungkin Pak Mul merasa lebih nyaman dengan sepeda.

Ajang dialog antar-agama
Kunjungan silaturahmi kali ini menjadi ajang dialog antar-agama bagi saya. Selain dengan Bapak Mul sekeluarga, kami juga berbincang dengan keluarga adiknya Bapak Mul yang rumahnya bersebelahan. Adiknya datang dan bersalaman dengan kami ketika kami mau pulang. Dia juga membantu mengarahkan mobil untuk berbalik arah. Dia sempat bercerita tentang nyamannya rumah dia dan kakaknya, Pak Mul, yang terletak di atas bukit dan didasari bebatuan yang kuat.

“Waktu gempa, rumah-rumah ini tetap kuat, berdiri kokoh, padahal rumah-rumah lain sudah runtuh,” katanya dengan nada bersemangat. Rumah Pak Mul terletak di atas bukit dan dasarnya terdiri atas bebatuan. Kalau fondasinya kuat, rumah pun akan tahan ketika terjadi gempa.

Setelah perbincangan itu, kami masuk ke mobil lalu pulang. Tak lupa kami melambaikan tangan ketika mobil bergerak melambat dan akhirnya kami meninggalkan mereka. Terima kasih untuk perjumpaan hari ini. terima kasih untuk Bapak Mul sekeluarga yang sudah menerima kami.

PA, 21/8/2012
Gordi Afri

Post a Comment

Powered by Blogger.